Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Inside Out

yujaya27's picture

Ada yang sudah menonton film Inside Out? Hari Sabtu kemaren setelah selesai pembinaan dan lain-lainnya di gereja, saya sekeluarga menonton film ini, sebenarnya tidak ada rencana untuk menonton film ini pada hari itu, tetapi karena sudah diprotes sama anak-anak, ya sudahlah akhirnya saya ajak untuk menonton film ini di Bishan Junction 8.

Judul film ini Inside Out, kalau boleh dikatakan sebenarnya sesuai dengan Firman Tuhan, judul ini mengingatkan saya akan beberapa ayat di dalam Alkitab, berikut beberapa ayat yang saya dapatkan :

Mat 15;18 Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang.

Mrk 7:15 Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.

Mrk 7:20 Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya"

Mat 15;11 Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang

Mat 12:35 Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.

Cerita film ini sebenarnya sangat sederhana, hanya tentang seorang anak yang ikut bersama orang tuanya pindah ke kota yang baru, di tempat yang baru anak ini mengalami kesulitan untuk beradaptasi (suatu hal yang normal bagi setiap orang khususnya anak-anak), yang akhirnya merusak hubungan anak ini dengan orang tuanya, temannya, bahkan mulai merusak karakter anak tersebut (tanpa permisi menggunakan credit card mamanya untuk membeli tiket). Keunikan film ini adalah prilaku yang keluar dari anak ini dilambangkan dengan 5 macam emosi, Joy, Sadness, Fear, Anger, and Disgust, sejujurnya saya salut dengan pembuatnya, bisa terpikir mempunyai ide semacam ini.

Pesan yang saya tangkap setelah menonton film ini adalah setiap emosi mempunyai bagiannya masing-masing di dalam diri kita, tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk, tidak ada yang lebih utama atau tidak penting, semuanya mempunyai peranan di dalam diri kita. Di awal cerita ini yang menjadi tokoh central adalah Joy, sedang 4 tokoh emosi lainnya lebih sebagai figuran, apalagi tokoh sadness, perannya sangat tidak diharapkan/dihidarkan, tokoh sadness tidak boleh menyentuh core memori dari anak ini, mungkin dikuatirkan akan memberikan efek menjadi sedih dan persimis, bukan kita orang dewasa pun sering begitu, jika anak menangis kita akan selalu ingin anak kita segeran berhenti menangis, melupakan kesedihan. Sebaliknya tokoh Joy yang melambangkan senang dan penuh optimis, menjadi kapten/kepala, semuanya tergantung dari tokoh ini, boleh dikatakan dialah yang menentukan giliran tokoh emosi yang mana yang keluar sebagai ekspresi anak itu.

Hingga akhirnya terjadi sebuah kecelakaan yang membuat Joy dan Sadness terlempar keluar dari ruang central mereka, kekacauan mulai timbul karena tinggal 3 tokoh emosi Fear, Anger & Disgust, tidak ada yang memimpin, kehilangan kendali, yang berakibat fatal kepada emosi anak tersebut. Untuk mengembalikan emosi anak tersebut seperti semula, Joy dan Sadness harus kembali ke ruang central, di dalam perjalanan kembali itulah, Joy melihat sebuah peristiwa di dalam salah satu bola memori, di mana pada saat anak itu sedih kecewa dan down sekali karena kalah di dalam pertandingan hockey, ke dua orang tuanya datang menghibur, memberikan dorongan, karena peristiwa itulah di dalam pertandingan selanjutnya anak ini bisa menjadi pemain penting yang memberi kemenangan bagi regunya dan membuat anak itu menjadi Joy. Disitulah Joy menyadari pentingnya peranan Sadness, sebagai emosi yang memberikan alert kepada orangtua anak itu untuk datang menolong.

Kalau dipikir-pikir sebenarnya kitapun sama, kita selalu mintanya yang enak-enak, yang baik buat kita, yang manis rasanya, padahal kalau kita tidak pernah merasakan pahit, kita tidak akan tahu bagaimana rasa manis. Saya jadi teringat sebuah komentar jadul dari diskusi di dalam blog PlainBread, ini linknya http://www.sabdaspace.org/tuhan_adalah_keset_kakiku_takkan_kekurangan_aku#comment-65680

Di dalam kotbah yang dibawakan pembicara tamu kemaren (tgl 06 Sep 2015) ada sedikit menyinggung tentang hal ini juga?, sebenarnya di dalam Alkitab hampir semua tokoh didalamnya mengalami kepahitan, hanya kata-kata di dalam Alkitab ditulis seadanya, tidak didramatisir, sehingga kita menganggapnya sesuatu yang biasa, contohnya tokoh Yusuf, pembicara kemaren menggambarkan dengan detail dan mungkin ada sedikit dramatisirnya, akhirnya kita baru menyadari begitu sulit dan pahitnya yang dialami Yusuf dan mungkin kepahitan yang kita alami belum sebanding dengan yang dia alami. Ada seorang tokoh lagi yang mengalami kepahitan, yang menurut saya melebihi Yusuf, tokoh itu Ayub, di akhir dari kisah Ayub hanya dibilang Ayub kembali diberkati oleh Allah, mempunyai anak-anak lagi, tetapi apakah semudah itu melupakan beberapa anaknya yang sudah meninggal? Apakah bisa secepat itu? Kalau semudah dan secepat itu, saya justru jadi meragukan Ayub dan rasanya tidak mungkin seperti itu. Jika melihat apa yang Ayub alami, mau tidak mau kita harus mengakui pemberian Allah itu tidak selalu manis bagi kita.

Singapore 08 Sep 2015

jesusfreaks's picture

@yujaya : JaNikSyu aza

Indah ataupun buruk, hidup adalah hidup, JaNikSyu aza, Jalani Nikmati Syukuri sampai mati.

hehehehe

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-