Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Markus Tan Membual Atau Orang Tionghoa Menyembah Arwah?

hai hai's picture

Benarkah bangsa Tionghua adalah penyembah arwah leluhur? Bila sesajen tidak cukup maka arwah leluhur akan marah dan menjatuhkan malapetaka kepada anak cucunya? Arwah leluhur akan membalas setiap sesajen yang mereka terima dengan menurunkan rejeki yang berlimpah? Semakin banyak sesajen disajikan, semakin banyak rejeki yang diterima? Itu sebabnya orang Tionghua jor-joran menyajikan sesajen bagi arwah leluhurnya?

 Memberanikan diri bertanya; Dalam bukunya yang berjudul Imlek & Alkitab, Pdt. Markus Tan menulis:

Keadaan hati yang baik dari langit ditentukan atau tergantung dari sesajen (korban, persembahan) dari penghuni bumi. Bila penduduk atau penghuni bumi lalai, lupa memberi sesajen maka langit akan marah dan bencana akan terjadi di bumi. Imlek & Alkitab hal 2

Hubungan antara langit dan bumi ditentukan oleh kebutuhan. Ada untung dan rugi, bukan karena kasih. Perbedaan tentang ini dapat di lihat bahwa Tuhan Yesus melakukan sesuatu untuk umat manusia atas dasar KASIH. Karena kasih, Tuhan Yesus rela berkorban. Ibid hal 3

PAra penghuni bumi berhubungan dengan para leluhur atau penghuni langit juga melalui sesajen. Ini merupakan pembagian rejeki denan para leluhur yang dianggap alamiah. Ibid hal 4

Bila kita mau merenungkan secara jujur hal-hal yang dilakukan orang-orang Tionghua dalam sembahyang seperti membakar uang kertas, rumah-rumahan, mobil-mobilan, tempat tidur dan lain-lain tidak berkaitan dengan Hao (Bakti). Semua itu dilakukan sebagai upeti, karena penghuni langit telah memberi rejeki dan perlindungan. Bila kita memakai istilah di dunia ini ialah uang keamanan atau uang perlindungan yang biasanya diberikan kepada preman, sindikat, mafia dan sebagainya. Jadi pemujaan pada para leluhur di sini tidak murni pemujaan, sebagai ungkapan rasa hormat dan sayang. Lebih banyak dilakukan karena rasa takut, ada perhitungan untung dan rugi. Ibid hal 4

Hal inipun dapat dilihat dari sikap hidup sehari-hari orang Tionghua seperti: Pada waktu orang tua masih hidup banyak anak yang tidak menaruh perhatian. Bahkan ada yang tidak peduli dan tidak mau tahu tentang keadaan orang tuanya. Namun apabila orang tuanya sudah meninggal, mereka mengadakan sembahyang atau sesajen. Biar mereka tidak punya uang, mereka pinjam untuk sembahyang. Mereka mempersembahkan ayam, babi dan lain-lain bukan untuk hal yang dinamakan Hao atau rasa hormat pada leluhur, tetapi ini berkaitan dengan perbuatan Langit dan bumi. Bila mereka tidak memberi sesajen, maka mereka akan mengalami bencana. Juga bukan atas dasar rasa berbakti dan saling menghormati, tetapi karena rasa takut akan kutuk atau akibat perbuatannya. Ibid hal 4
Ada ikatan yang menakutkan. Apabila manusia berbuat kesalahan (Tidak dapat memenuhi syarat/tidak dapat menjalani ketentuan yang harus dilakukan) akan mengalami akibat yang luar biasa. Biasanya cara mengatasinya adalah dengan kias, dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan. Bilamana gagal, maka hukuman dan kewajiban itu akan semakin bertambah banyak dan semakin banyak pula kegagalannya. Ibid hal 4

Hal selanjutnya yang perlu diketahui ialah bahwa dari pihak bumi untuk berbicara pada pihak langit itu melalui sesajen/sembahyang/korban. Dan pihak langit berbicara pada pihak bumi melalui Ramalan/Kwa Mia/Ciam Si dan lain-lain. Para leluhur mengetahui masa depan keturunannya. Namun kemampuan mereka terbatas. Para leluhur lebih banyak tahu tentang masa lalu dan masa depan yaitu pada turunan satu marga. Itulah sebabnya ada Rumah Sembahyang marga, umpamanya Rumah Sembahyang marga Djiau dan sebagainya. Ibid hal 5

Para penghuni langit (para leluhur) lebih cenderung berpihak pada anak cucunya sendiri atau keturunannya sendiri, dengan kata lain kurang peduli akan orang lain yang bukan keturunannya. Penghuni bumi dapat mengetahui kehendak langit melalui ramalan atau pemberitahuan tentang apa yang akan dialami dan jalan keluar (kias) juga melalui syarat-syarat tertentu. Ibid hal 5

Bila orang Tionghua melakukan sembahyang/sesajen itu bukan murni atas dasar Hao (rasa bakti) atau kasih, melainkan atas dasar hubungan untung rugi. Dengan kata lain bila ada orang Tionghua menjadi Kristen lalu tidak lagi mengurus abu leluhur atau sembahyang, tidak dapat dikatakan Put Hao atau tidak usah takut dan merasa bersalah terhadap leluhur. Sebab Tuhan Yesus melalui FirmanNya mengajarkan pada semua umatNya untuk menghormati orang tuanya. Ibid hal 8

Pengalaman saya dalam melayani kalangan orang Tionghua, seringkali terbentur pada masalah pemujaan leluhur (Hao). Mereka dapat menerima kebenaran Injil dan bersedia menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, bahkan ada juga di antara mereka yang sudah mengalami keajaiban, mujizat atau pertolongan dari Tuhan Yesus dan sempat mengikuti kebaktian di gereja beberapa kali. Namun akhirnya mengundurkan diri atau membatalkan niatnya dengan alasan ada tugas yang harus dilakukan yaitu memelihara abu para leluhur. Tekanan ataupun keharusan ini terutama dialami oleh pria yang memang diwajibkan, apalagi kalau ia anak laki-laki dan sulung. Ibid hal 8

Pemujaan leluhur ini berkaitan pula dengan Hao (bakti) yang sangat ditekankan di kalangan orang Tionghua. Dan bila ditelusuri lebih dalam lagi, maka inipun berkaitan dengan kehidupan di balik kematian. Bagi mereka yang memelihara abu leluhur, juga berpengharapan bila Ia sudah meninggal dunia maka generasi selanjutnya akan melakukan hal yang sama terhadapnya. Sebab hidup yang akan datang akan susah bilamana tidak ada orang yang sembahyang, mengirim sesajen, rumah-rumahan dan lain-lain. Masa depan mereka belum terjamin. Ibid hal 8

Dalam pandangan umum di kalangan orang Tionghua, seandainya mau menjadi orang Kristen, jadilah orang Kristen Katolik. Sebab di sini mereka masih mempunyai kebebasan untuk dapat pasang hio sebagai tanda bakti pada orang tua ataupun dengan istilah yang lain. Ibid hal 8

Orang Tionghua mempunyai kepercayaan bahwa leluhurnyalah yang akan memberi rejeki atau tidak. Bila mereka berbuat baik pada leluhurnya, maka mereka akan mendapat rejeki. Orang She Lim, hanya akan ditolong oleh leluhurnya yang she Lim juga. Itulah sebabnya dalam hal penyembahan leluhur, mereka sangat ketat, Salah satu cara untuk mendapatkan rejeki dari leluhur ialah dengan mengatur letak/arah kuburan yang tepat atas perhitungan Hong Shui. Makin bagus dan tepat arah kuburan, maka rejeki yang diterimanya makin besar atau makin baik. Ibid hal 9

Bengcu menjawab:

Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. Keluaran 20:12

Saya bermimpi ngobrol dengan Markus ketika sedang merenungkan ayat tersebut di atas.

Bengcu    :    Anda pernah membaca Sishu dan Wujing serta Mozi?

Markus    :    Apa itu?

Bengcu   
:    Sishu dan Wujing adalah kitab suci umat Khonghucu sedangkan Mozi adalah kitab suci umat Mojiao. Di dalam kitab-kitab itu anda bisa mempelajari ajaran berbakti (hokian: hao) dan tata ibadah serta makna sembahyang arwah orang Tionghua.


Markus  
  :    Untuk apa mempelajarinya? Bukankah saya sudah menulisnya dengan gamblang?


Bengcu    :    Gamblang menurut anda dan Huston Smith, namun belum tentu benar bukan?

Markus    :    Kenapa bawa-bawa nama Huston Smith?

Bengcu    :
    Karena inti sari buku anda dikutip dari bab keempat  buku Agama-Agama Manusia karangan Huston Smith.


Markus    : 
   Anda menuduh saya melakukan plagiat?


Bengcu    :
    Anda hanya mengutip satu bab, itu tidak melanggar undang-undang hak cipta, namun anda benar-benar mengutipnya habis-habisan.


Markus    :   
Yang ditulisnya sudah bagus, untuk apa diolah lagi?


Bengcu    :   
Bagus menurut anda belum tentu benar bukan? Kenapa anda menggunakan kata sesajen? Kenapa tidak menggunakan kata persembahan atau korban?


Markus    :    Mustahil yang ditulis Huston Smith salah, dia orang Amerika. Sesajen, persembahan atau korban, bukankah sama saja?

Bengcu    : 
   Ketika memimpin kebaktian di gereja, kenapa anda tidak menggunakan kata sesajen?


Markus    : 
   Tentu saja kita tidak boleh menggunakan kata sesajen untuk persembahan kepada Tuhan.


Bengcu    :    Bukankah anda bilang, sesajen sama saja dengan korban atau persembahan?

Markus    :   
Tentu saja beda. Persembahan dan korban itu untuk Tuhan, dasarnya adalah cinta kasih sedangkan sesajen itu dasarnya rasa takut dan saling menguntungkan.


Bengcu    :   
Anda pernah mendengar orang Tionghua berdoa minta rejeki kepada almarhum ayah ibunya dan kakek neneknya? Anda pernah mendengar orang Tionghua membanggakan almarhum ayah ibunya dan kakek neneknya sebagai dewa?


Markus    :    Belum pernah!

Bengcu    :    Bila belum pernah, kenapa menuduh mereka menyembah arwah leluhur? Bila belum pernah, kenapa mengajarkan mereka percaya bahwa leluhurnya yang mati menjadi dewa-dewi?

Markus    :   
Bukankah orang Tionghua menyembah dewa-dewi? Bukankah sebagian dewa-dewi itu dulunya manusia? Bukankah mereka memberi sesajen kepada leluhurnya karena takut disebut anak tidak berbakti dan takut tidak mendapat rejeki?  Bukankah itu penyembahan arwah leluhur?


Bengcu    :   
Orang Tionghua melakukan sembahyang arwah atas dasar cinta kasih dan rasa hormat. Umat Dao dan tradisi Tionghua memang menyembah dewa-dewi yang sebagian besar adalah manusia-manusia yang mencapai kesempurnaan.


Markus    :    Mereka sembahyang karena rasa takut hukuman dan mengharapkan rejeki. Mereka memang tidak berdoa namun itulah makna di dalam sembahyangnya. Semakin banyak sesajen, semakin banyak rejeki yang akan diterima, itu sebabnya jor-joran dalam sembahyang.

Bengcu    :    Saya yakin anda merasa sudah tahu ajaran berbakti (hokian: hao) kepada orang tua, namun belum tentu anda tahu kebenaran ini.

Cengzi berkata, “Adanya diriku ini karena ayah bunda mewariskan tubuhnya. Karena tubuh ini warisan ayah bunda, tidak berani tidak hormat. Mewarisi rumah namun tidak mengurusnya, itu melanggar bakti. Mengabdi namun tidak setia itu melanggar bakti. Memimpin namun tidak menghormati bawahan itu melanggar bakti. Berteman namun tidak tulus itu melanggar bakti. Ikut perang namun tidak bersikap berani itu melanggar bakti. Tidak memenuhi kewajiban kelima perkara tersebut adalah aib bagi keluarga. Tidak berani tidak menjunjung tinggi. Menyajikan makanan enak dan harum itu hanya merawat, bukan berbakti. Yang dimaksudkan dengan berbakti oleh seorang susilawan (junzi) adalah ketika seluruh negeri memuji dengan tulus, "Sungguh beruntung memiliki anak seperti itu" Itulah yang disebut berbakti. ajaran agama yang menjadi akar kehidupan masyarakat adalah bakti. Yang disebut merawat itu mudah dilakukan karena yang sulit adalah menghormati. Banyak orang yang mampu menghormati, namun bersikap sabar itu sulit. Banyak orang dapat bersikap sabar, namun bersikap sabar hingga akhir itu sulit. Setelah ayah bunda meninggal, tidak mencemarkan nama baik keluarga, itulah yang disebut berbakti sampai akhir. Cinta kasih (ren) adalah cinta kasih untuk menjalankan semuanya. Kesusilaan (Li) adalah panduan untuk menjalankan semuanya. Kebenaran dan keadilan (yi) adalah standard untuk menjalankan semuanya. Ketulusan (xin) adalah nurani dalam menjalankan semuanya. Kekuatan (qiang) adalah ketahanan untuk menjalankan semuanya. Kebahagiaan (le) akan menyertai orang yang taat sepanjang hidupnya. Hukuman (xing) akan mengikuti orang yang menentang atau tidak menjalankannya.  Liji XXI:II:11- Jiyi

Itulah ajaran berbakti orang Tionghua yang seharusnya diajarkan dan dipahami dari generasi ke generasi. Apa pandapat anda?

Markus    :    Ajarannya bagus. Dari mana anda mendapatkannya? Kenapa saya tidak tahu ajaran demikian?

Bengcu    :   
Ayat tersebut tercatat dalam Liji (kitab kesusilaan), salah satu kitab di dalam Wujing (lima kitab), kitab suci agama Khonghucu. Selama pemerintahan orde baru semua hal yang berbau Tionghua diharamkan, di samping itu, kebanyakan orang Kristen menganggap kitab suci agama lain, apalagi agama Khonghucu yang dianggap penyembah arwah leluhur adalah sampah. Mungkin Itu sebabnya anda tidak tahu ajaran demikian.


Markus    :    Orang Tionghua memang menyembah arwah leluhur, percuma membantahnya. Saya paham ajaran mereka.

Bengcu    :   
Walaupun banyak yang taat melakukannya, namun sedikit sekali yang memahami makna upacara perkabungan (sang) dan sembahyang arwah (ji).

 
Kongzi berkata, “Memperlakukan orang mati sebagai bangkai itu tidak manusiawi. Karena itu, jangan dilakukan. Memperlakukan orang mati sebagai orang hidup itu tidak bijaksana. karena itu jangan dilakukan. Dikatakan: Bambu tidak dianyam dengan sempurna, keramik tidak dibakar hingga matang, kayu tidak dipotong dengan sempurna. Kecapi dan biolanya bersenar, namun nadanya rancu. Serulingnya dibuat secara lengkap tetapi suaranya tidak harmonis. Lonceng dan batu musik dibuat tanpa rak dan kuda-kuda. Semua itu disebut barang rohani (Mingqi) untuk melayani makluk roh (Shenming). Liji IIA:III:3 - Tangong shang

Melakukan sembahyang berarti meneruskan untuk merawat dan terus berbakti (xiao), sebab berbakti berarti merawat. Taat kepada jalan suci (dao) tidak berani mengingkari hubungan keluarga, itulah yang disebut merawat. Itu sebabnya dikatakan seorang anak berbakti akan mewujudkan baktinya kepada orang tua melalui tiga jalan suci yaitu: Ketika orang tuanya hidup, dia merawatnya (yang). Ketika orang tuanya meninggal, dia berkabung (sang). Setelah masa perkabungan berlalu dia menyembahyanginya (ji). Ketika merawat dia menunjukkan kepatuhan, ketika berkabung dia menunjukkan kesedihan, ketika sembahyang dia menunjukkan rasa hormat (Jing) dari waktu ke waktu. Dengan menggenapi ketiga jalan suci tersebut dia memenuhi seluruh kewajiban baktinya. Liji XXII:3 - Jitong

Zilu berkata, “Sungguh malang nasib orang miskin! Ketika orang tuanya hidup tidak memiliki apapun untuk merawat mereka, ketika meninggal tidak memiliki apapun untuk menegakkan kesusilan (Li).” Kongzi berkata, “Biarpun hanya makan nasi dan minum air putih selama dapat membuat mereka bahagia, itu sudah berbakti (xiao) namanya. Hanya mampu membungkus tangannya dan membiarkan kakinya telanjang lalu menguburkannya tanpa peti mati, itu sudah memenuhi kesusilaan.” Liji IIB:II:16 - Tangong xia

Apakah ayat-ayat tersebut di atas mengajarkan penyembahan arwah orang mati dan memberi sesajen kepada leluhur?

Markus    :   
Tidak! Namun teori selalu berbeda dengan prakteknya.


Bengcu    :    Ketika ditinggal mati oleh orang yang disayangi, kebanyakan orang kehilangan kendali. Untuk menghindari tindakan di luar batas dan sia-sia maka para nabi Tiongkok kuno membuat tata cara perkabungan dan sembahyang arwah dengan pembatasan-pembatasan. Pembatasan pertama menentukan siapa saja yang boleh berkabung.

Untuk generasi keempat dikenakan pakaian berkabung, inilah batas akhir mengenakan pakaian berkabung, pada generasi ke lima pakaian berkabungnya dilepas karena ikatan kekeluargaannya semakin berkurang. Pada generasi ke enam ikatan kekeluargaannya telah hilang. Liji XIV:7 - Dazhuan

Untuk berkabung ada enam aturannya. Pertama disebut ikatan persaudaraan (Orang tua dan anak). Kedua disebut ikatan rasa hormat (guru dan murid). Ketiga disebut status sosial atau nama besar (teman dan sahabat). Keempat disebut keluar atau masuk (orang tua dan anak perempuan, mertua dan menantu perempuan). Kelima disebut orang dewasa atau anak-anak. Keenam disebut ikut berkabung (mertua dan menantu lelaki serta besan). Liji XIV:9 - Dazhuan

Tentang pakaian berkabung ada enam aturannya: Memakai pakaian berkabung karena ikatan kekeluargaan. Memakai pakaian berkabung karena ikut berkabung. Yang berkabung dan harus memakai pakaian berkabung namun tidak memakainya. Yang ikut berkabung namun tidak perlu mengenakan pakaian berkabung namun memakainya. Yang harus berkabung berat namun berkabung ringan. Yang harusnya berkabung ringan namun berkabung berat. Liji XIV:10 - Dazhuan

Ikatan cinta kasih, bermula dari orang tua lalu ke leluhur, dikatakan semakin berkurang. Kebenaran dan keadilan di dalam diri ini berasal dari leluhur, dipatuhi keturunannya hingga ke orang tua, dikatakan semakin berat. Yang satu semakin berkurang yang satu semakin berat, namun kebenaran dan keadilannya tetap benar. Liji XIV:11 - Dazhuan

Bila tidak ada ikatan kekeluargaan, tidak perlu memakai pakaian berkabung. Ikatan cinta kasih harus didasari ikatan kekeluargaan. Liji XIV:11 - Dazhuan

Ikatan cinta kasih kekeluargaan adalah syarat utama untuk melakukan perkabungan dan sembahyang arwah. Apa pendapat anda tentang hal itu?
 
Markus    :    Harus diakui, apa yang anda ajarkan di luar dugaan sama sekali!    
   
Bengcu    :  
  Pembatasan kedua menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.


Ziyou bertanya tentang peralatan perkabungan. Kongzi menjawab, “Sediakan sesuai dengan kemampuan keluarga almarhmum.” Ziyou bertanya, “Yang kaya dan yang miskin, haruskah melakukan hal yang sama?” Kongzi menjawab, “Yang kaya harus melakukannya sesuai dengan li (kesusilaan). Terhadap orang mati, menutupi seluruh tubuhnya dengan kain lalu menguburnya. Selama peti jenasah dikuburkan ke liang lahat dengan sempurna, bagaimana mungkin orang menyalahkan hal demikian?” Liji IIA:III:17 - Tangong shang

Cheng zigao terbaring di kamarnya karena sakit. Qingyi masuk menemuinya dan minta izin untuk berbicara, “Penyakit tuan semakin parah, jika berlanjut terus, akhirnya akan menjadi maha sakit (mati), andaikata itu terjadi, apa yang harus dilakukan?” Zigao menjawab, “Aku pernah mendengar hal ini: ketika hidup hendaklah berguna bagi orang lain, ketika meninggal jangan menyusahkan orang lain. Ketika hidup aku tidak terlalu berguna bagi orang lain, bila meninggal nanti, mana boleh menyusahkan orang lain? Bila aku mati, pilihlah sepetak tanah yang gersang lalu kuburkan aku di sana. Liji IIA:III:22 - Tangong shang

Upacara perkabungan merupakan ungkapan dukacita yang sangat mendalam. Pembatasan kesedihan di dalamnya adalah cara untuk berprilaku wajar. Peraturan itu dibuat oleh Junzi (orang bijaksana) yang memahami kehidupan ini. Liji IIB:I:21 - Tangong xia

Mengisi mulut jenasah dengan beras itu didorong oleh perasaan tidak tega membiarkannya kosong. Bukan untuk memberinya makan, hanya agar nampak lebih cantik. Liji IIB:I:24 - Tangong xia


Barang sembahyang disajikan dalam bejana sederhana,  karena bagi orang hidup perasaan dukacita adalah perasaan hati yang alamiah. Untuk keperluan sembahyang sesuai tata ibadah, tuan rumah menyiapkan segalanya sendiri. Bagaimana mungkin arwah (zhishen) menikmati sajian sembahyang? Itu hanya cara bagi tuan rumah untuk mengungkapkan rasa hormatnya yang tulus. Liji IIB:I:27 - Tangong xia

Apa pendapat anda sekarang?

Markus    :    Lanjutkan cerita anda, saya ingin memahaminya!

Bengcu    :   
Pembatasan ketiga menentukan jenis barang-barang yang boleh digunakan untuk sembahyang arwah. Pembatasan ini diwujudkan dalam bentuk pakaian berkabung, pakaian almarhum, peti mati, barang sembahyang (mingqi) dan alat-alat sembahyang (jiqi).


Zhongxian berkata kepada Cengzi, “Dinasti Xia menggunakan barang rohani (mingqi) untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa arwah orang mati (zhi) itu tidak ada. Orang Yin menggunakan alat sembahyang (jiqi) untuk menunjukan kepada rakyat bahwa arwah orang mati itu ada. Orang Zhou menggunakan keduanya untuk menunjukan kepada rakyat keraguan mereka akan keberadaan arwah orang mati.” Cengzi berkata, “Bukan itu maksudnya! Bukan itu maksudnya! mingqi adalah peralatan untuk arwah orang mati (gui) sedangkan  jiqi adalah peralatan untuk orang hidup. Sejak dahulu kala keduanya digunakan untuk mengungkapkan cinta persaudaraan kepada orang mati.” Liji IIA:III:6 - Tangong shang

Kongzi mengatakan bahwa orang yang mengajarkan penggunaan barang rohani (mingqi) adalah orang yang benar-benar memahami jalan suci perkabungan. Barang-barang tersebut nampak asli, namun tidak dapat digunakan. Ah..! Menggunakan barang-barang asli bagi orang mati, hal itu dapat mendorong orang untuk menguburkan orang hidup.  Liji IIB:I:44 - Tangong xia

Disebut barang rohani (mingqi) karena digunakan untuk melayani makluk roh (Shenming). kereta-keretaan tanah liat dan orang-orangan jerami sudah digunakan sejak purbakala, itulah jalan suci (da). Kongzi menyatakan bahwa penggunaan orang-orangan jerami paling tepat. Menggunakan orang-orangan kayu tidak manusiawi karena akhirnya akan mendorong orang untuk mengguburkan manusia hidup. Liji IIB:I:45 - Tangong xia

Uang-uangan, rumah-rumahan, orang-orangan, mobil-mobilan dan barang-barang tiruan lainnya di sebut mingqi (barang sembahyang). Semuanya digunakan untuk mengungkapkan cinta kasih orang hidup kepada orang mati, bukan untuk memberi makan dan kenikmatan kepada orang mati. Ha ha ha ha … Anda pasti kaget setengah mati ketika tahu makna mingqi bagi orang Tionghua. Walaupun nampak unik bukankah semuanya  wajar? Semua itu untuk menghindarkan manusia melakukan hal sia-sia, mempersembahkan barang-barang yang tidak dibutuhkan orang mati.

Markus    :    Anda benar, makna di balik penggunaan mingqi sungguh luar biasa. Hal itu bertolak belakang dengan pemahaman saya selama ini. Kenapa selama ini tidak ada yang mengajarkan tentang hal itu?

Bengcu    :    Sejak lama li (kesusilaan) tidak diajarkan lagi secara lengkap dari generasi ke generasi orang Tionghua, itu sebabnya banyak orang Tionghua yang melakukannya tidak tahu maknanya sementara yang tidak melakukannya justru melecehkannya. Pembatasan keempat menentukan lamanya waktu berkabung.

Itu sebabnya perkabungan tiga tahun adalah yang paling lama. Perkabungan tiga bulan (sima) dan lima bulan (xiaobao) adalah yang paling singkat. Perkabungan sembilan bulan (dagong) ada di antaranya. Dari atas mendapat bentuk dari Tian, dari bawah mendapatkan hukum dari Di, Dari tengah mendapat teladan dari manusia. Setiap manusia hidup di dalam keluarganya, karena itulah kodratnya. Liji XXXV:12 - Sannianwen

Kongzi berkata, “Sejak dilahirkan hingga berumur tiga tahun barulah seorang anak mulai lepas dari perawatan ayah bundanya. Itu sebabnya perkabungan tiga tahun, di bawah kolong langit adalah perkabungan agung.” Liji XXXV:12 - Sannianwen 


Markus    :   
Tidakkah berkabung selama tiga tahun itu terlalu lama? Bukankah selain tidak wajar juga bukan buang-buang waktu percuma?


Bengcu    :    Dalam perkabungan tiga tahun sesungguhnya hanya dijalani selama dua puluh lima bulan. Apabila hanya bersedih memang waktunya terlalu lama. Namun, anak sulung yang berkabung tiga tahun atas kematian orang tuanya hidup di dalam perenungan dan keprihatinan. Itulah kesempatan untuk belajar memahami arti kehidupan dan menyusun rencana untuk menjalani hidup sebagai pemimpin keluarga.  

Setelah masa perkabungan lewat hanya anak sulung yang berhak merawat papan arwah leluhurnya dan menyembahyanginya pada hari-hari tertentu. Selain anak sulung tidak boleh melakukan sembahyang arwah. Setelah mewakili semua anggota keluarganya meratap menyatakan kesedihan karena ditinggal mati oleh orang tuanya, dia lalu melayani pemeran arwah makan seolah melayani almarhum.

Kongzi berkata, “Jangan menyembah gui (arwah orang mati), itu menjilat. Mengetahui kebenaran namun tidak melakukannya, itu tidak ksatria. Lunyu  II:24:1-2 - Weizheng

Setelah menahbiskan seorang pemeran arwah (shi) disediakan sebuah meja kecil dan tikar. Setelah berhenti menangis menyatakan kesedihannya, maka pelayanan terhadap orang hidup dianggap cukup kemudian pelayanan terhadap arwah pun dimulai. Setelah berhenti meratap maka kepala rumah tangga membunyikan lonceng kayu dan menyampaikan amanat ke seluruh ruangan, katanya, “Berhentilah menggunjingkannya, biarlah dia memulai hidup baru. Hendaklah itu dimulai dari kamar tidur hingga pintu gerbang.” Liji IIB:III:6 - Tangong xia

Ceng ziwen bertanya, “Ketika melakukan sembahyang arwah, perlukah pemeran arwah atau cukup hanya melakukan sembahyang secara hikmat?” Kongzi  menjawab, “Dalam sembahyang arwah untuk orang dewasa harus ada pemeran arwah. Hanya cucu almarhum yang boleh menjadi pemeran arwah.  Bila cucunya masih kecil, maka dia menjadi pemeran arwah sambil digendong seseorang. Bila almarhum tidak memiliki cucu, boleh digantikan oleh saudara semarga. Untuk sembahyang arwah bagi orang yang mati muda tidak perlu pemeran arwah karena almarhum belum dewasa.  Melakukan sembahyang arwah untuk orang dewasa tanpa pemeran arwah itu sama dengan memperlakukannya sebagai orang yang mati muda. Liji V:II:20 - Ceng ziwen

Silahkan memberi pendapat, apakah orang Tionghua menyembah arwah leluhurnya?

Markus    :    Ajarannya memang bagus, namun apakah pelaksanaannya seperti itu? Di samping itu, bukankah yang anda ajarkan adalah ajaran agama Khonghucu? Bagaimana dengan ajaran agama Dao? Apakah anda tahu orang-orang Tionghua minta bantuan penilik hongshui untuk memilih hari dan lokasi makam, bahkan arah hadap makam?

Bengcu    :    Anda benar, yang saya ajarkan memang ajaran Tiongkok kuno atau ajaran agama Khonghucu. Di dalam pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan. Mozi (470-391 SM) mencatat, sementara  temuan arkeologi membuktikannya. Di Tiongkok kuno pernah terjadi kebiadaban menguburkan orang-orang hidup untuk melayani orang mati dan pemborosan waktu dan harta benda untuk upacara perkabungan, berikut ini adalah catatan Mozi.

Apa yang mendatangkan kemakmuran di kolong langit ini? Apa yang menolak bencana dan malapetaka di kolong langit ini? Apa yang membuat negara, kampung dan masyarakat hidup dalam persatuan dan damai? Apa yang menyebabkan negara, kampung dan masyarakat hidup dalam perpecahan dan kekacauan? Sejak purbakala hingga sekarang, tidak ada bukti-bukti mengenai apa yang menyebabkan semua itu. Bagaimana kita dapat mengetahui kebenarannya? Dewasa ini, para bijaksana di bawah matahari sama-sama menghadapi suatu keraguan besar; Apakah tradisi penguburan mewah (Houzang) dan perkabungan lama (Jiusang) di Tiongkok ini berguna atau merugikan? Sehubungan dengan hal itu, Guru Mozi berkata, “Aku sudah melakukan penelitian mengenai hal itu. Hingga hari ini, tidak ada hukum yang mengatur tentang tradisi penguburan mewah dan perkabungan lama tersebut, walaupun dikatakan bahwa itulah tradisi negara dan keluarga. Tradisi ini mengatur upacara perkabungan bagi raja, rajamuda, dan orang-orang besar. Dikatakan, peti mati dan peti mati luar harus beberapa rangkap, penguburan harus mewah, pakaian dan jubah harus banyak, barang-barang seni, sulaman dan lukisan harus benar-benar indah, kuburan dan pusara harus besar dan megah. Untuk melayani seorang rakyat jelata yang mati, harus menguras gudang harta keluarga. Untuk melayani seorang rajamuda yang mati, harus membebani perekonomian sebuah negeri. Emas, giok, permata dan mutiara digunakan untuk mempercantik tubuh.  Bermacam-macam pakaian sutra, kereta-kereta dan kuda-kuda, juga bermacam-macam tenda memenuhi kuburan.  Bejana, genderang, meja kecil, lonceng, teko, cangkir, tempat es, tombak, pedang, hiasan bulu, panji-panji, kereta ketapel, baju jirah, semuanya dikuburkan secara lengkap. Semua itu masih dianggap belum sempurna. Untuk raja disertakan beberapa puluh hingga beberapa ratus  Shaxun (orang yang ikut dikubur hidup-hidup), untuk  para jenderal dan menteri disertakan beberapa hingga beberapa puluh orang. Mengenai perkabungan apa yang dikatakan oleh ajaran ini? Disebutkan, menangislah sejadi-jadinya, suara senggukannya harus sengau seperti suara orang tua, mengenakan pakaian berkabung dari rami dan ikat kepala berwarna putih, air mata dan ingus tidak boleh diseka, tinggal di ruang berkabung, tidur di atas tikar berbantalkan gumpalan tanah, makan sedikit, supaya nampak lemah dan lapar, mengenakan pakaian tipis supaya nampak kedinginan, matanya dipicingkan seolah takut melihat sinar, wajah harus nampak gelap, telinga seperti tuli dan mata seperti buta,  tangan dan kaki seolah tak bertenaga dan sulit untuk digerakan, juga dikatakan, bila dia adalah sorang pejabat, ketika berdiri harus dibantu dia juga harus menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan. Semuanya dilakukan hingga genap tiga tahun. Ajaran ini juga mengajarkan bahwa, untuk sementara raja, pangeran dan para pejabat tinggi tidak dapat bekerja. Sesuai adat, penguasa dan pejabat tidak boleh mengunjungi ke lima kantor pelayanan publik dan enam kantor pemerintah, melakukan perjalanan pemeriksaan ke daerah, memasukkan hasil panen ke lumbung. Hal ini menyebabkan petani tidak dapat bekerja karena sesuai adat, petani tidak boleh pergi pagi-pagi dan pulang larut untuk mengurusi sawah dan kebunnya. Hal ini menyebabkan ratusan pekerja tidak dapat bekerja karena sesuai adat, mereka tidak boleh memperbaiki apalagi membuat perahu, kereta serta barang-barang keperluan lainnya.  Hal ini menyebabkan para istri tidak dapat bekerja karena sesuai adat, mereka tidak boleh bangun pagi-pagi dan tidur larut malam untuk menenun. Demi penguburan mewah, banyak harta yang ikut dikuburkan. Demi perkabungan lama, banyak pantangan yang harus ditaati. Harta yang telah terkumpul dikuburkan sementara hasil yang akan diperoleh kemudian tertunda karena mentaati pantangan. Mencari kemakmuran dengan cara seperti ini ibarat melarang orang bercocok tanam namun menuntut panen. Dengan ajaran seperti ini, mustahil meningkatkan kemakmuran. Mozi - Jiezang xia 4

Para penganut ajaran penguburan mewah (houzang) dan perkabungan lama (jiusang) mengatakan, “penguburan yang mewah dan perkabungan yang lama, walaupun tidak dapat membuat orang miskin menjadi kaya, menjadikan yang sendirian menjadi kumpulan orang, menolak bencana dan malapetaka serta menjadikan negeri yang kacau menjadi damai, namun ini adalah ajaran para Raja Suci.” Guru Mozi berkata, “Tidak benar! Dahulu kala, raja Yao melakukan perjalanan ke utara untuk mendidik kedelapan suku Di  Dia meninggal dalam perjalanan. Dia lalu dikuburkan di lembah gunung Qiong dengan mengenakan baju dan jubah tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan tali rami. Penguburannya diiringi tangis kesedihan sementara liang lahatnya hanya ditimbun dengan tanah, tanpa nisan. Setelah penguburan, lembu dan kuda bebas berkeliaran di atas kuburannya. Raja Shun melakukan perjalanan ke Timur untuk mendidik ketujuh suku Rong. Ia meninggal dalam perjalanan. Ia dikuburkan di dekat pasar kota Nanji, mengenakan baju dan jubah, tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan kain rami. Setelah penguburannya, masyarakat bebas berlalu lalang di atas kuburannya. Raja Yu melakukan perjalanan ke Barat untuk mendidik kesembilan suku liar (Jiuyi). Dia meninggal dalam perjalanan. Dia dikuburkan di lembah gunung Huiji, mengenakan pakaian dan jubah tiga potong. Peti matinya dibuat dari kayu Tong yang tebalnya tiga inci yang diikat dengan kain rami. Peti matinya tidak menutup sempurna ketika diikat dan tidak terkubur penuh ketika diturunkan ke liang lahat. Liang lahatnya tidak digali terlalu dalam agar tidak mengenai mata air, namun bagian atasnya harus cukup tebal agar bau mayatnya tidak menyebar. Ketiga penguburan tersebut di atas haruslah dijadikan sebagai teladan, bukankah begitu? Berdasarkan  cara penguburan ketiga Raja Suci kita dapat menyimpulkan     bahwa penguburan mewah dan perkabungan lama bertentangan dengan ajaran suci yang diajarkan ketiga Raja Suci itu. Ketiga Raja Suci itu, masing-masing adalah Tianzi (Anak Tian) yang agung, selain kaya raya juga penguasa kolong langit ini, bagaimana mungkin tidak mampu untuk membiayai (penguburan mewah)? Mereka dikuburkan secara sederhana, pastilah karena itulah hukum yang untuk menguburkan orang mati. Mozi - Jiezang xia 10

Para penganut ajaran penguburan mewah dan perkabungan lama menyatakan, “Apabila penguburan mewah dan perkabungan lama menyalahi ajaran para Raja Suci, kenapa para bijaksana di Tiongkok tidak menghentikannya, bahkan terus melakukannya dan tidak memilih cara lain?” Guru Mozi berkata, “Itulah yang dimaksudkan dengan karena terbiasa melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati oleh masyarakat. Dahulu kala di sebelah timur negeri Yue adalah negeri suku Kaimu. Di negeri ini, ketika anak sulung lahir, sesuai adat lalu dipotong dan dimakan. Dikatakan hal itu akan membawa keberuntungan bagi adiknya yang lahir kemudian. Ketika sang ayah meninggal sang ibu  diusir dan dikucilkan. Dikatakan, istri arwah tidak boleh hidup dengan penduduk kampung. Dalam kasus di atas, itulah tradisi yang berlaku, itu bukan tindakan kejam, itu sebabnya tidak dihentikan atau diganti dengan cara lain. Tradisi demikian bagaimana mungkin dikatakan baik, berperikemanusiaan dan adil sehingga dianggap ajaran suci?  Itulah yang dimaksudkan dengan terbiasa melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati masyarakat. Di sebelah selatan negeri Zhu adalah negeri Yanren. ketika ada anggota keluarga yang meninggal, mereka membiarkan dagingnya membusuk lalu  mengubur tulang-belulangnya. Mereka yang menjalankan tradisi itu disebut anak berbakti. Di sebelah barat negeri Qin adalah negeri Yiqu. Ketika anggota keluarganya meninggal, mereka mengumpulkan kayu bakar lalu membakarnya. Dikatakan, asap yang membumbung ke atas adalah jalan untuk mencapai tempat yang maha tinggi. Mereka yang menjalankan tradisi itu disebut anak berbakti. Tradisi-tradisi tersebut di atas di seluruh kolong langit ini dinilai kejam, namun tidak dihentikan dan diganti dengan cara lain. Tradisi-tradisi demikian bagaimana mungkin dikatakan baik, berperikemanusiaan dan adil sehingga dianggap sebagai ajaran suci? Itulah yang dimaksudkan dengan, terbiasa melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati masyarakat. Dalam hal ini, sama seperti kita memandang tradisi ketiga negeri tersebut terlalu kejam, demikianlah para bijaksana memandang tradisi Tiongkok terlalu boros dan membebani. Walaupun tradisi tersebut terlalu boros dan membebani namun sangat mengikat, memang benar, harus ada tatacara pemakaman. Mengenai pakaian dan makanan, manusia membutuhkannya sejak lahir, lebih jauh dibuatlah aturan untuk mengatur keduanya. Penguburan berguna bagi orang mati walaupun orang mati itu sendiri tidak ikut ambil bagian dalam penguburan itu sendiri. Guru Mozi, mengenai tatacara penguburan berkata, “Peti mati yang tebalnya tiga inci, cukup baik untuk menampung tulang belulang, tiga potong pakaian cukup untuk membungkus daging, liang lahat bagian bawahnya tidak mengucurkan air dan bagian atasnya tidak menyebarkan bau, pusaranya cukup asal bisa dikenali setiap saat, biarlah ini menjadi norma yang tetap. Menangislah ketika mengantar ke kuburan, menangislah ketika pulang, namun segeralah kembali pada kehidupan normal, mengurus masalah makanan dan pakaian, masalah kemakmuran. Menyembahyangi dan menyajikan makanan adalah perwujudan bakti (xiao) dan hubungan persaudaraan.” Inilah yang dikatakan guru Mozi mengenai hukum ini, tidak menyalahi orang yang mati, namun tetap menguntungkan orang yang hidup. Mozi - Jiezang xia 12

Oleh karena itu Mozi berkata sungguh-sungguh, “Hari ini di bawah kolong langit, apabila para bijaksana benar-benar hendak menegakkan peri kemanusiaan (ren) dan keadilan dengan mengacu pada ajaran para bijaksana sebelumnya, ingin mengagungkan ajaran para Raja Suci guna memberi keuntungan kepada seluruh masyarakat Tiongkok, mustahil membiarkan upacara perkabungan demikian (penguburan mewah dan perkabungan lama) sebagai tradisi, tidak boleh tidak mengujinya.” Mozi - Jiezang xia 13

Dengan mengetahui ajaran yang benar dan yang salah, seharusnya generasi muda Tionghua dapat melakukan hal yang benar. Yang melaksanakan,  melakukannya dengan benar sementara yang tidak melaksanakannya tidak sembarangan melecehkannya.

Sejak purbakala bangsa Tionghua percaya bahwa seorang anak yang tidak berbakti akan mendapat hukuman dari Tian (Tuhan), itu sebabnya mereka mengutamakan bakti dalam hidupnya.

Memang benar, banyak guru hongshui yang mengajarkan bahwa menguburkan jenazah di lokasi yang tepat, menghadap arah yang tepat, pada waktu yang tepat adalah salah satu cara untuk menarik Shengqi (Qi kehidupan). Namun, bukankah itu hanya ajaran penilik hongshui alias dukun?

Walaupun banyak yang tidak tahu arti upacara perkabungan dan sembahyang arwah, namun kesusilaannya tetap terjaga. Walaupun banyak yang tidak memahami maknanya, namun tidak ada yang menyembah arwah leluhur untuk minta rejeki.

Apabila sembahyang arwah adalah cara untuk meminta rejeki kepada leluhur, kenapa hanya anak sulung yang boleh melakukannya? Apabila sesajen menentukan jumlah rejeki yang akan diterima, kenapa sembahyang arwah hanya dilakukan pada hari tertentu?

Barang-barang sembahyang dibakar habis karena tidak berguna bagi orang hidup, namun makanan dan barang-barang lain yang berguna tidak pernah disia-siakan. Itulah bukti bahwa orang Tionghua tidak menyembah arwah leluhur.

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

xuantong's picture

Lunyu II:24:1-2 - Weizheng

Saya hanya mau mengomentari apa yang anda kutip Lunyu  II:24:1-2 - Weizheng.

Kongzi berkata, “Jangan menyembah gui (arwah orang mati), itu menjilat. Mengetahui kebenaran namun tidak melakukannya, itu tidak ksatria. Lunyu  II:24:1-2 - Weizheng

 
Apa anda mengutip dari tulisan Jeffrey Souw ?
 
Jika ya, berarti anda selama ini salah memahami tulisan tentang itu.
 
??? ??? ??
 
Bukan leluhur sendiri tapi dihormati adalah tindakan rendah menjilat
 
 
Hormat saya,
 
Xuan Tong
hai hai's picture

@xuantong, Jeffrey Souw?

 Xuantong laoheng, saya tidak tahu siapa jeffrey souw juga tidak pernah membaca karyanya.

boleh dikata, saya mempelajari Shisu,wujing, Daodejing dan Mozi secara otodidak. Saya menggunakan, buku-buku terjemahan MATAKIN, James Legge dan bahasa mandarinnya.

Ayat tersebut di atas saya terjemahkan sendiri dari tulisan mandarinnya. Saya menyebutnya MENYADUR. 

Memang terjemahan LITERALNYA adalah:

Bukan ARWAHNYA namun melakukan sembahyang, menjilat.

Raja boleh melakukan sembahyang leluhurnya 5 generasi. Raja muda 3 generasi. Pejabat tinggi, 2 generasi. Pejabat rendah dan rakyat jelata hanya menyembahyangi AYAH dan IBUNYA. 

Pertanyaannya adalah: Apakah menyembahyangi leluhur itu DISEBUT menyembahyangi GUI (arwah) oleh orang Tionghoa kuno?  TIDAK! Yang MASIH disembahyangi TIDAK PERNAH disebut GUI! Kenapa demikian? Karena yang MASIH disembahyangi TIDAK pernah DIANGGAP sudah MATI. Yang sudah TIDAK disembahyangi lagi DIANGGAP sudah MATI dan disebut GUI (Arwah).

Saya belum PUAS dengan terjemahan ayat LIJI berikut ini namun nampaknya CUKUP untuk di mengerti:

Di kolong langit ada penguasa. Untuk mengelompokkan, Di mendirikan negara. Di setiap negara dibangun miao (kuil), tiao (balai leluhur), tan (meja altar) dan Shan (altar tanah) untuk keperluan sembahyang korban (ji). Berdasarkan ikatan kekeluargaan dikelompokkan jauh dekatnya. Raja mendirikan tujuh miao, satu tan dan satu shan. Disebut Kaomiao (kuil ayah), Wang kaomiao (kuil kakek), Huang kaomiao (kuil moyang), Xian kaomiao (kuil buyut), Zu kaomiao (kuil kakek moyang). Sembahyang korban dilakukan setiap bulan. Yang lebih jauh dari miao menempati tiao. Ada dua tiao. Selain sembahyang korban Chang pada musim gugur tidak dilakukan sembahyang. Keluar dari tiao menampati tan. Keluar dari tan menempati shan. Sembahyang korban di tan dan shan hanya dilakukan bila ada acara doa. Tanpa acara doa tidak ada sembahyang korban. Keluar dari shan adalah arwah (gui). Rajamuda mendirikan lima miao, satu tan dan satu shan. Disebut Kaomiao, Wang kaomiao, Huang kaomiao. Sembahyang korban dilakukan setiap bulan. Di Xian kaomiao dan Zu kaomiao selain sembahyang korban Chang pada musim gugur tidak dilakukan sembahyang. Keluar dari Zu kaomiao menempati tan. Keluar dari tan menempati shan. Di tan dan shan hanya dilakukan sembahyang korban bila ada acara doa, tanpa acara doa tidak ada sembahyang. Keluar dari shan adalah arwah. Pembesar (dafu) mendirikan tiga miao dan dua tan. Ketiganya disebut Kaomiao, Wang kaomiao, Huang kaomiao. Selain sembahyang Chang pada musim gugur tidak dilakukan sembahyang. Untuk buyut dan kakek moyang tidak dibuatkan miao. Ketika diadakan acara doa baru dilakukan sembahyang korban di tan. Keluar dari tan adalah arwah. Pejabat tinggi (Shishi) mendirikan dua miao dan satu tan. Keduanya disebut Kaomiao dan Wang kaomiao. Selain sembahyang Chang pada musim gugur tidak dilakukan sembahyang. Untuk buyutnya tidak dibangun miao. Ketika diadakan acara doa baru dilakukan sembahyang di tan. Keluar dari tan adalah arwah. Kepala Jawatan (guanshi) mendirikan satu miao yaitu Kaomiao. Untuk kakeknya tidak dibangun miao dan tidak dilakukan sembahyang. Setelah kakek adalah arwah. Pejabat rendah dan rakyat jelata tidak mempunyai miao, semua yang meninggal adalah arwah. Liji XX:5 - Jifa

Xuantong, itulah alasan kenapa saya menafsirkan 

Kongzi berkata, “Jangan menyembah gui (arwah orang mati), itu menjilat. Mengetahui kebenaran namun tidak melakukannya, itu tidak ksatria. Lunyu II:24:1-2 - Weizheng

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

xuantong's picture

Tulisannya adalah fei qi gui

Tulisannya adalah fei qi gui er ji zhi xian yue
 
fei qi gui maknanya adalah bukan leluhur sendiri.
 
 
Hormat saya,
 
 
Xuan Tong
xuantong's picture

Apa yang mau saya komentari

Apa yang mau saya komentari adalah pengertian GUI bukanlah selalu berarti arwah yang tidak memiliki hubungan. Dalam konteks ini adalah arwah leluhur itu sendiri, karena itu ditambahkan kata FEI QI GUI. Jangan terjebak pada kata GUI itu lantas anda menisbikan kata FEI QI.
 
Sekedar catatan, memahami Wen Yan Wen tidaklah semudah apa yang anda bayangkan.
 
Bahkan seorang yang berinisial O.K.T sendiri sempat salah menterjemahkan kisah Dong Zhou Lie Guo.
 
Dan perlu anda pahami, mempelajari teks-teks kuno diperlukan suatu keahlian khusus dan memiliki satu dasar yang kuat serta didukung oleh banyak data-data.
 
Saya bukan mau menyombong, saat orang lain menyebut kamus Shuo Wen, belum tentu memilikinya, saat menyebut kamus Jia Gu Wen, belum tentu memilikinya, tapi saya memiliki kamus-kamus yang berkaitan dengan bahasa-bahasa klasik.
 
Orang MATAKIN yang benar-benar kompeten adalah alm.Ongko atau yang dikenal dengan nama Auyang Cuho. Beliau adalah PhD untuk bidang agama purba Tiongkok terutama disertasinya tentang TIAN dan Shangdi.
 
 
 
 
Hormat saya,
 
 
Xuan Tong.
hai hai's picture

@Xuantong, Memang Tidak Mudah

 Xuantong laoheng, anda benar, menerjemahkan kitab-kitab kuno memang tidak mudah. Bila tidak ada internet, mustahil saya mampu melakukannya. Dengan adanya internet, selain banyak sumber pustaka juga bisa melakukannya dengan keroyokan dengan teman-teman yang lainnya dan saling menguji. Dan itu pun sering sekali salah.

Seperti yang saya katakan, ketika menyadur ayat tersebut di atas, yang menjadi alasan utama tidak menerjemahkannya sebagai "arwah nenek moyang orang lain" adalah karena ajaran bahwa "Yang masih disembahyangi dianggap belum mati"

Terima kasih untuk 

Auyang Cuho, saya baru mendengar kebesarannya dari anda, belum beruntung membaca karya-karyanya. Tian dan Shangdi adalah dua bahasan yang luar biasa. 

Sudah beberapa kali saya ke MATAKIN untuk mencari tahu, siapa tahu bisa pinjam untuk di baca atau di coto copy, karya-karya orang besar. Selama ini hanya menemukan karya-karya Dr. Lee T Oei.

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

xuantong's picture

Alm Dr.Lee T Oei atau Huang

Alm Dr.Lee T Oei atau Huang Lide ( Oey Lee Tek ), pengajar di Fordham university pernah datang kerumah ayah saya untuk berdiskusi terutama masalah sekunaf atau teknik pelatihan ala Ru Jiao dan komparasi atas apa yang pernah ayah saya pelajari dan berdiskusi dengan kami tentang filsafat Tiongkok.
 
Internet memang bisa menjadi sumber pengetahuan juga bisa menjadi sumber disinformasi. Bukankah salah satu contohnya adalah ketika anda memberikan URL tentang dan tian ?
 
Mungkin anda terjebak pada konsep FU LI tentang  roh itu. Coba anda cek dan cari tentang fu li di milist yang dahulu saya pernah aktif ikut.
 
Sepanjang yang saya tahu bp.Ongko tidak pernah menulis dalam bentuk buku.
 
 
 
Hormat saya,
 
 
Xuan Tong
hai hai's picture

@Xuantong, Putus Asa

 Xuantong laoheng, seperti yang saya katakan, tahun 84 -85, saya dipinjami kitab Daodejing terjemahan James Legge dan ada bahasa mandarinnya. Ketika membaca buku itu, saya langsung diingatkan pada apa yang diceritakan oleh nenek saya setiap malam sebelum tidur dan ajaran mama saya. Saya pun terpicu untuk mempelajari ajaran Tiongkok kuno dan mencari guru siapa saja yang katanya tahu banyak. Hasilnya benar-benar mengecewakan. Saya membeli banyak sekali buku, baik bahasa Indonesia yang sedikit maupun bahasa Inggris.

Tahun 93, saya bertemu dengan beberapa orang guru bahasa mandarin, orang Taiwan. Ketika saya minta tolong, mereka tidak bisa membantu. Saya lalu bertanya, berapa waktu yang saya perlukan untuk belajar agar bisa MEMBACA dan memahami kitab-kitab Tiongkok kuno ini? Mereka ngakak lalu berkata, 20 tahun untuk bisa membaca tanpa lihat kamus dan seumur hidup untuk memahaminya. Benar benar bikin putus asa!

Tahun 96 Internet masuk Indonesia dan saya ikut memakainya. Cari-cari namun nggak ketemu siapapun yang bisa membantu. Tahun '99 saya bertemu dengan seorang Bunsu, dia ayah taman saya, sekarang haksu. Kami ngoblol namun dia hanya mencerahkan sedikit. Dari dialah saya tahu tentang MATAKIN dan kitab-kitab yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saya pun lalu memburunya.

Saya lalu belajar dan menyangka diri hebat padahal tolol sekali. Saya menulis sebuah buku dengan tujuan agar orang-orang Kristen nggak blagu. Saya bawa DRAFT buku itu ke MATAKIN dan bertemu dengan seorang Haksu, memberitahu dia maksud baik saya dan minta tolong dia untuk mengujinya. Kami lalu diskusi. Dia seorang Junzi sejati. Dia memberitahu saya tentang majalah Genta Rohani terbitan MATAKIN juga tentang Dr. Oei alias Huang dan XS Tjhie tjay Ing. Saya pun memborong semua sumber pustaka yang ada baik yang gratis maupun yang harus dibeli. Setelah sampai di rumah, saya melalap semuanya semalaman bahkan berlanjut sampai keesokannya.

Buku itu tidak terbit dan tidak akan terbit karena isinya tidak lebih dari KEMARAHAN seorang Tionghoa Kristen karena ajaran leluhurnya DILECEHKAN orang-orang Kristen.

Belajar, belajar dan belajar! Itulah yang saya lakukan. Suatu hari saya diberitahu seorang teman, tentang milis kebudayaan Tionghoa. Saya bergabung lalu bertemu anda. Saya lalu memutuskan, itu bukan lingkungan yang tepat untuk mendiskusikan ajaran Tiongkok kuno. Dengan kesadaran itu, maka saya pun diam dan hanya MENGAMATI dan BELAJAR apa yang tersaji sampai hari ini. Seperti yang saya katakan, anda memberi masukan maka saya lalu memburunya.

Bukankah ajaran kuno gamblang? Membina diri harus dimulai dengan menegakkan hati lalu membina keluarga, setelah itu barulah berusaha membina negri?

Itu sebabnya saya memutuskan hanya berbicara di SABDA Space. Membina diri lalu  membina keluarga. Bila para naga tidak mau turun ke bumi untuk mengajar, baiklah kita menyeret mereka turun. Bila Xuantong pelit biarlah hai hai sok tahu dan mengajar.

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak