Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Bolehkah Aku Bermimpi, Tuhan?

blessedchild's picture

 

Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus...dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3:12,14)

 

 Adakah sesuatu yang sedang kita kejar saat ini?

Banyak orang yang sangat bersemangat ketika membicarakan topik tentang ‘mimpi’. Banyak orang ingin meraih mimpi mereka. Hidup mereka menjadi berarti karena mimpi. Mereka menggunakan segenap gairah, semangat, harapan, obsesi, kekuatan, doa, dan semua yang diperlukan untuk mengejar dan mewujudkan sebuah mimpi. Memang, senang rasanya jika akhirnya bisa mewujudkan mimpi. Senang rasanya ketika mendengar cerita-cerita tentang perjuangan dan pengorbanan yang mutlak ada untuk sebuah mimpi yang berharga.

Di antara kita mungkin, atau bahkan pasti, juga mempunyai mimpi. Kita mempunyai cita-cita yang ingin kita capai, yang saat ini mungkin juga sedang kita perjuangkan. Kita terus memikirkan tentang mimpi itu. Sampai... Kita dipertemukan pada satu titik ketika Tuhan bertanya, 'Apa arti semuanya itu?'

Pernahkan Anda sampai pada titik itu? Di titik itu, Tuhan tidak akan bicara dengan bersungut-sungut. Tuhan mungkin hanya berkata secara perlahan, sampai akhirnya, kita yang mendengar suara-Nya itu menjadi benar-benar terusik.

Mimpi tidak dapat dilepaskan dari makna panggilan hidup. Pernahkah terpikirkan di benak Anda tentang panggilan atau visi hidup? Apakah Anda pernah mendengar tentang ‘mimpi’ Tuhan untuk hidup kita? Bagi Anda yang pernah mendengar tentang panggilan hidup atau bahkan sudah sangat memahaminya, mungkin ini akan jauh lebih mudah. Namun, bagi Anda yang masih bertanya-tanya atau masih meragukan panggilan hidup Anda, mungkin bagian ini akan memberikan pengertian dan meneguhkan Anda untuk memahami makna panggilan hidup karena panggilan hidup kita adalah ‘mimpi’ Tuhan untuk hidup kita. Saya bukan siapa-siapa, tetapi saya merasa rindu untuk berbagi sejauh apa yang bisa saya bagikan.

Cara terbaik untuk memahami makna panggilan hidup kita dan makna dari semua mimpi kita adalah dengan melihat beberapa contoh tokoh yang akan diambil dari Buku Kehidupan kita. 

1) Yusuf

Kisah Yusuf diawali dengan kisah pilu seorang adik yang dibenci oleh saudara-saudaranya (Kej 37:1-11), dijual menjadi budak di Mesir (Kej 37:12-36), dituduh melecehkan istri Potifar, majikannya; lalu dijebloskan ke dalam penjara (Kej 39:1-23), hingga dikecewakan oleh janji juru minum kerajaan (Kej 39:1-23). Namun, kita semua mengetahui bahwa kisah pilu seorang Yusuf berakhir dengan kesuksesannya menjadi gubernur atas seluruh Israel.

Lalu, apa mimpi Yusuf? Di awal kisahnya, dikatakan bahwa Yusuf memang seorang pemimpi (pemimpi dalam arti yang sebenarnya). Ia pernah bermimpi bahwa saudara-saudaranya kelak akan menyembah dia. Namun, apakah Alkitab menyatakan bahwa Yusuf ingin berjuang mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan? Yang kita tahu, Yusuf, sang pemimpi, memiliki talenta untuk menafsirkan mimpi. Dengan talenta ini, Yusuf pada akhirnya bisa bertemu dengan Firaun. Di samping talenta menafsirkan mimpi, Yusuf juga cakap dalam urusan administrasi. Kemampuannya ini terbukti telah membuatnya memperoleh kepercayaan yang besar. Mula-mula menjadi kepala urusan kerumahtanggaan di rumah Potifar (Kej 39:6), hingga menjadi gubernur atas seluruh Israel (Kej 41:37-57)! Dari kisah Yusuf kita belajar bahwa kesetiaan menggunakan talenta yang telah Tuhan berikan kepada kita akan mengantarkan kita kepada kesuksesan dan kehormatan.     

2) Mordekhai

       Nama Mordekhai dapat kita jumpai di Kitab Ester. Mordekhai adalah paman Ester yang merawat Ester hingga dewasa. Jika kita membaca kisah tentangnya, tampaknya segala sesuatu yang terjadi seperti sebuah kebetulan. Dalam kitab Ester, kita mengetahui bahwa pada akhirnya Mordekhai memiliki jabatan tertinggi kedua setelah jabatan Raja Ahasyweros, yaitu raja Persia (Est 6). Alkitab tidak menuliskan bahwa Mordekhai bermimpi untuk mendapatkan jabatan itu. Yang kita tahu, di awal kisahnya, Mordekhai hanya menyampaikan adanya rencana pembunuhan Raja Ahasyweros. Pesan itu pun ia sampaikan melalui Ester (Est 2:19-23). Dari peristiwa itu, nama Mordekhai tertulis dalam kitab sejarah kerajaan (Est 2:23).

Kisah Mordekhai yang lainnya adalah ketika ia tidak bersedia berlutut menyembah Haman (perdana menteri Kerajaan Persia pada masa pemerintahan Raja Ahasyweros). Sekalipun Haman telah mengancamnya, Mordekhai tetap teguh untuk tidak sujud menyembah Haman, walaupun ia harus menanggung segala risikonya (Est 3:5-6). Sungguh menakjubkan! Kisah Mordekhai mengajarkan kita bahwa selalu berpegang pada kebenaran dan berani menyatakan kebenaran akan membawa kita kepada keberhasilan yang tidak pernah kita rencanakan sebelumnya.

3) Haman

     Kisah selanjutnya adalah kisah tentang Haman yang juga dapat kita jumpai dalam Kitab Ester. Haman adalah seorang perdana menteri yang 'gila hormat'. Berkali-kali dikisahkan dalam Kitab Ester keinginannya agar semua orang, tanpa terkecuali, berlutut menyembah dia (Est 3:1-5). Sebagai seorang perdana menteri, dapat dipastikan bahwa Haman bukanlah orang sembarangan. Haman pasti memiliki prestasi tersendiri sehingga ia diangkat menjadi perdana menteri.

Namun sayang, kehebatan dan jabatan yang dimiliki Haman justru membawanya pada obsesi untuk memperoleh kehormatan dan, jika kita membaca akhir kisahnya, Haman akhirnya dihukum gantung dengan tiang yang pernah ia buat sendiri untuk menggantung Mordekhai. Ia dihukum mati tanpa membawa suatu apa pun. Kisah Haman ini mengajarkan kepada kita bahwa keinginan dan mimpi yang berujung pada keegoisan untuk meninggikan diri sendiri justru akan membawa kita pada kegagalan dan ‘kematian’.

4) Nehemia

   Jika berbicara mengenai mimpi dan panggilan hidup, tampaknya Nehemialah tokoh yang paling tepat. Nehemia memulai mimpinya sejak utusan dari Israel, yaitu Hanani, datang menemuinya di Puri Susan. Hanani menceritakan kondisi bangsa Isarel pada waktu itu (Neh 1). Sebagai orang Israel, Nehemia begitu terpukul ketika mendengar kondisi bangsanya di Yerusalem yang sedang dalam kesukaran besar dan dalam keadaan yang tercela karena tembok-temboknya telah roboh dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar (Neh1:3)--pada zaman itu, tembok kota menjadi lambang kekuatan dan kehormatan suatu bangsa. Sejak saat itu, ia mulai berusaha menyusun strategi untuk membangun kembali tembok Yerusalem, dan tidak hanya seorang diri, ia juga turut menghimpun orang-orang sebangsanya untuk bersama-sama membangun tembok Yerusalem sebagai lambang kehormatan bangsanya itu (Neh 3).

Nehemia telah menanggalkan jabatannya sebagai juru minuman raja (Neh 1:11) di Puri Susan dan memilih ’turun pangkat’ demi membangun bangsanya. Perjuangan Nehemia tentu tidak tanpa rintangan. Banyak orang yang menghalangi upaya pembangunanya itu. Termasuk ketika Nehemia juga harus menghadapi keluhan-keluhan dari orang-orang Israel sendiri yang tidak puas dengan keadaan mereka (Neh 3). Namun, kisah Nehemia membuat kita mengenal sosok seorang pemimpin sejati. Kisah Nehemia mengingatkan kita bahwa pada akhirnya Tuhan tidak akan pernah menggagalkan rencana setiap pemimpin yang memiliki kerinduan yang besar bagi pembangunan bangsanya dengan kemurnian hati, seperti yang dimiliki oleh seorang Nehemia.

Selanjutnya, saya berjanji ini yang terakhir...

5) Paulus

     Paulus, satu-satunya tokoh yang saya ambil dari Kitab Perjanjian Baru ini, adalah teladan kita tentang betapa sia-sianya memiliki mimpi setinggi langit tanpa Kristus di dalamnya. Saulus adalah seorang pemimpin Yahudi yang menguasai isi Hukum Taurat dan menjalankan semua peraturan di dalamnya dengan sempurna. Kecintaannya kepada Hukum Taurat sampai-sampai membuatnya menjadi penganiaya jemaat dan berusaha membinasakan murid-murid Yesus (Kis 8:1-3). Namun, pertemuannya secara pribadi dengan Tuhan Yesus telah mengubah hidupnya (Kis 9:1-18).

Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus dengan lantang menyatakan “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus...”(Fil 3:7-8). Paulus sebagai orang yang disegani oleh orang-orang beragama Yahudi, rela meninggalkan kehormatannya karena ia tahu persis apa itu Kebenaran Sejati--yaitu, Yesus Kristus. Hal-hal lahiriah, yaitu materi, kebenaran karena Hukum Taurat, kekuasaan, dan kehormatan, yang ia diperjuangkan selama ini ternyata bukanlah kebenaran yang sejati. Semua itu menjadi sesuatu yang sia-sia dan tidak pantas Paulus kejar, sejak Paulus mengenal Kristus. Paulus telah membuktikan kepada kita bahwa pengenalan akan Kristus akan mengubah hidup kita sepenuhnya dan membuat kita memahami bahwa Kebenaran Sejatilah yang patut kita kejar.   

Apa arti mimpi-mimpi kita jika kita tidak pernah mau mendengarkan sebentar saja Dia berbicara kepada hati nurani kita dan bertanya, ‘Maukah engkau memenuhi rencana-Ku untuk hidupmu?’ Apakah menurut Anda rencana Anda lebih baik daripada rencana Allah, Sang Pemilik Segalanya, itu?

Saya percaya bahwa hanya di dalam iman kepada Kristus saja kita dapat menjawab pertanyaan, “‘Bolehkah aku bermimpi, Tuhan?’” dengan tepat. Saya rasa Allah tidak akan melarang kita untuk bermimpi, tetapi seandainya benar kita mengajukan pertanyaan itu, bukankah Allah akan balik bertanya, 'Apakah arti semua mimpimu itu, anak-Ku?'

Jika kita perhatikan, tokoh-tokoh yang baru saja kita bahas menghadapi situasi yang berbeda-beda, tetapi ada kesamaan yang mereka miliki (kecuali Haman): Mereka semua berhasil mengerjakan panggilan hidup masing-masing. Kita tidak perlu menjadi mereka, tetapi kita bisa belajar dari prinsip-prinsip dan komitmen yang mereka miliki. Yusuf setia menggunakan talentanya hingga menjadi gubernur atas seluruh Israel, Mordekhai berpegang teguh pada kebenaran sekalipun harus menghadapi resiko di depannya hingga ia berhasil menjadi orang penting di Persia, Nehemia senantiasa memiliki hati yang tulus dan kerinduan yang besar bagi pembangunan bangsanya hingga ia menjadi pemimpin sejati bagi bangsanya sendiri, Paulus meninggalkan semua kesia-siaan yang bukan kebenaran sejati hingga ia menjadi rasul yang memberitakan Injil ke seluruh dunia. Sementara Haman, karena kebebalannya dan ketidakpuasannya sendiri sekalipun telah memiliki segala sesuatunya, harus mati tanpa memperoleh apa pun.

Jadi, bolehkah aku bermimpi, Tuhan? Tuhan tampaknya tidak akan peduli dengan mimpi-mimpi kita, tetapi Tuhan peduli dengan hidup kita. Tuhan peduli dengan bagaimana kita menjalani setiap proses kehidupan kita. Ia peduli dengan apa yang sedang kita perjuangkan demi kemuliaan-Nya. Tuhan tahu persis apa yang sedang kita rancangkan dan apa isi hati kita yang sesungguhnya. Tuhan tahu persis apa yang sedang kita kerjakan saat ini. Semua ini karena Allah peduli dengan panggilan hidup kita, dan bukan dengan mimpi-mimpi kita sendiri.

“Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri.” Mzm 37:9