Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Gereja Lidi atau Gereja Sapu Lidi?

Altur Palentinus's picture

Saya teringat dengan istilah lidi dan sapu lidi yang digunakan untuk menerangkan sebuah analogi tentang persatuan dan kesatuan. Mustahil jika hanya menggunakan satu lidi saja untuk membersihkan sampah di halam rumah. Tentu perlu banyak lidi—yang dibuat menjadi sapu lidi—untuk menyingkirkan sampah-sampah dari halaman rumah. Analogi inilah yang ingin saya gunakan untuk menggambarkan kondisi gereja dewasa ini.

 

Gereja sebagai lembaga yang ditunjuk oleh Allah sebagai wakil-Nya di dunia ini harus sedapat mungkin melakukan tugasnya untuk menggembalakan jemaat Tuhan. Di samping itu gereja juga mesti peka melihat kondisi lingkungan sekitarnya (termasuk kondisi bangsa dan negara dengan segala permasalahnnya). Namun dalam perjalanannya, gereja mengalami penyempitan makna dari satu kesatuan jemaat Allah, menjadi gereja dengan aliran-aliran baru (denominasi) yang muncul seiring dengan perbedaan paham antar pemimpin gereja.

 

Aliran-aliran baru tersebut menjadikan gereja terkotak-kotak menurut paham yang diikutinya. Akhirnya gereja hanya dianggap sebagai gedung, tata ibadah, dan aliran semata. Kondisi ini semakin didukung oleh pemimpin gereja yang kebanyakan hanya menonjolkan aliran atau pahamnya saja. Gereja yang memiliki aliran berbeda, dianggap tidak sejalan. Bahkan tidak jarang hal itu menimbulkan perselisihan dan pertentangan antar gereja. Alhasil saling mengejek dan merendahkan, sebuah pemandangan yang biasa.

 

Gereja dalam konteks banyak denominasi seharusnya tetap memegang teguh prinsip Tubuh Kristus, dimana Kristus adalah kepala. Artinya walau terdiri dari banyak denominasi, tetapi tetap satu tubuh yang saling membangun. Namun,  tanpa disadari prinsip itu disamarkan menjadi hanya jemaat dalam satu aliran gereja, artinya satu gereja adalah satu tubuh dan anggota-anggotanya ialah jemaat di gereja, sementara gereja lain adalah tubuh yang lain. Akibatnya peranan gereja menjadi sangat kecil dan terpecah belah. Bahkan hanyut di tengah derasnya kebobrokan lingkungan sekitar, seperti halnya satu lidi tadi, yang akan patah jika membersihkan banyaknya sampah.

 

Jika demikian gereja tidak mampu lagi ambil bagian dalam tugasnya untuk memperbaiki kerusakan khususnya moral di dunia ini. Aliran-aliran gereja tampak hanya berfokus kepada aktifitas berdasarkan program gerejawi semata. Hal ini diperparah dengan keegoisan gereja yang hanya memperhatikan kehidupan jemaatnya saja. Hukum kasih kepada seluruh manusia, dibatasi dengan hanya sesama jemaat satu gereja saja.

 

Kita memang memiliki lembaga-lembaga persatuan gereja, namun tidak cukup menjawab untuk memecahkan masalah bersama sebagai umat Tuhan di dunia ini. Lembaga-lembaga persatuan gereja itu kurang menunjukkan kegerakannya untuk memperhatikan masalah-masalah seperti kemiskinan, ketidakadilan, pembodohan, dan sebagainya, sehingga masalah-masalah semakin lama menggerogoti kehidupan umat Tuhan. Tentu ini bukan tanpa sebab, karena akar permasalahan sebenarnya terletak pada gereja itu sendiri. Sementara lembaga-lembaga persatuan gereja hanya berurusan dengan aktivitas administratif yang memastikan bahwa gereja berada pada kelembagaan resmi negara.

 

Peranan pemimpin gereja sangat penting untuk membawa aliran  gereja yang di pimpinnya, pada pengertian bahwa walau berada pada aliran yang berbeda, jemaat Tuhan adalah satu kesatuan tubuh yang jika diberdayakan akan berdampak besar bagi perubahan baik, layaknya sapu lidi yang mampu membersihkan sampah sebanyak apa pun.

 

Pemimpin gereja sebaiknya terus menyuarakan masalah-masalah sosial yang kerap kali terjadi pada kehidupan sehari-hari, yang juga terjadi pada kehidupan jemaaat mereka. Tetapi pada kenyataannya, banyak pemimpin gereja yang menutup mata dengan masalah-masalah sosial seperti yang saat ini terjadi, yang selalu menjadi pembahasan adalah hal-hal yang hanya bersifat rohaniah belaka. Masalah sosial, ekonomi, politik dianggap bukan ranah gereja. Ketikapun ada gereja yang menyoroti masalah-masalah demikian, jumlahnya sangat terbatas, kegerakannya pun menjadi kecil, bahkan tidak terasa. Disinilah seharusnya gereja menyadari tanggungjawabnya.

 

Menjalin komunikasi antar gereja adalah hal yang paling memungkinkan untuk dilakukan. Mengadakan aktifitas bersama dapat mendorong pemahaman yang sama atas masalah-masalah di sekitar umat Tuhan (termasuk masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, dsb). Sehingga kegerakan perubahan itu dilakukan dengan kekuatan yang jauh lebih besar.

 

Kegiatan gereja juga sepatutnya tidak hanya seputar program-progam pembinaan rohani semata, jika pun itu dilakukan, ada baiknya dilakukan bersama-sama antar denominasi gereja, sehingga menyatukan visi gereja sebagai lembaga kepunyaan Allah.

 

Persekutuan pemuda-pemudi antar denominasi gereja juga tidak kalah penting untuk dilakukan, karena generasi pemuda merupakan aset gereja untuk meneruskan visi gereja kedepan, dan mempersiapkan pemuda untuk menjadi penggerak perjuangan gereja membersihkan segala kekotoran yang ada di sekitar gereja. Dan perjuangan gereja masa depan akan dilakukan dengan kekuatan yang luar biasa karena ada persatuan gereja-gereja Tuhan.

 

Saya setuju kita memilih menjadi gereja sapu lidi, yang siap membersihkan segala kekotoran yang terjadi didunia ini, demi rencana agung-Nya mengembalikan dunia kepada kemuliaan Allah.

 

 

 

__________________

____________________________

Menulis Itu Belajar, Menulis Itu Mengajar