Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

KARINA

Love's picture

Sebut saja namanya Karina, seorang gadis berkulit putih. Sejak kecil
hidupnya bahagia bersama kedua orang tuanya.

Kebahagiaan Karina terusik saat tiba-tiba sebuah benjolan kecil
sebesar kelereng tumbuh di tangannya. Ah ... mungkin hanya benjolan
biasa dan akan hilang seiring berjalannya waktu. Tetapi ternyata
tidak, tidak berapa lama kemudian, benjolan-benjolan itu ternyata
bertambah banyak, bahkan memenuhi seluruh tubuh dan wajahnya. Tidak
ada lagi kulit putih dan bersih. Sudah puluhan dokter dan ratusan
jalan ditempuh orangtuanya untuk mengobati Karina, tetapi hasilnya
nihil.

Di usia remaja, masa di mana dia seharusnya menikmati indahnya dunia
remajanya, dia harus terkurung dengan penyakit yang dia tidak tahu
asal muasalnya itu. Sampai-sampai Karina memutuskan untuk tidak
kuliah. Dia memilih menghabiskan waktu hidupnya dengan membantu usaha
ibunya, membuat aneka makanan kecil. Masa muda di mana teman-teman
sebanyanya sudah mulai menemukan tambatan hatinya, Karina tetap
seorang diri.

Berkat dukungan orangtua dan keluarganya, Karina memutuskan keluar
dari kungkungan rasa rendah dirinya. Dia mulai aktif dalam pelayanan
anak di gereja, walaupun awalnya dia rendah diri sekali. Tetapi
keramahan dan kelembutannya membuat anak-anak menyukai dia. Tidak satu
pun anak yang dia layani takut dengan keadaan dirinya. Semuanya nyaman
dekat dengan Karina. Dia semakin yakin, Tuhan yang mengijinkan
penyakit ini dideritanya, pasti tidak akan membiarkannya tergeletak.

Suatu hari Karina merasa ada yang tidak nyaman dengan bagian belakang
pinggulnya. Ternyata satu benjolan yang ada di tubuhnya bertambah
besar dan terasa sangat sakit. Berhari-hari Karina menderita karena
harus terus-menerus berdiri atau berbaring dengan posisi tengkurap.

"Apa lagi ini Tuhan?! Setelah Engkau beri kekuatan yang luar biasa
padaku untuk bertahan dengan penyakitku ini, datang lagi satu penyakit
yang aku pun tidak tahu bagaimana harus aku hadapi," jerit Karina lagi
dalam sakitnya.

Semua yang dia lakukan untuk menghibur dirinya seperti membantu usaha
orangtuanya dan pelayanan di gereja tidak dapat dia lakukan karena
rasa sakit itu. Hal itu semakin membuat rasa hati Karina pilu. Kembali
rasa tidak berharga itu datang lagi.

Orang tua Karina membawanya ke dokter, dan Puji Tuhan, benjolan itu
bukan apa-apa, hanya sekedar pembesaran dari benjolan yang sudah ada,
dan bisa dipotong untuk mengurangi ukurannya. Satu minggu kemudian
Karina dioperasi dan bisa sembuh dari rasa sakit. Karina kembali
melayani Tuhan, bahkan lebih semangat lagi.

Waktunya sepenuhnya dia curahkan untuk membantu usaha orangtua dan
pelayanan anak di gereja. Dia sudah tidak memikirkan pasangan hidupnya
lagi. Dia tidak mengharapkan keajaiban cinta terjadi. Tapi dia tidak
bisa menipu dirinya sendiri, dia rindu suatu saat kelak ada seorang
pria yang bisa menerima dia apa adanya.

Dua tahun kemudian peristiwa kelam terjadi lagi dalam hidupnya.
Ayahnya meninggal dunia. Rasa sedih kembali datang. Tetapi dia tegar,
karena yakin ayahnya bersama dengan Tuhan Yesus sekarang. Dia begitu
cepat pulih dari rasa duka, dan kembali melayani Tuhan dengan penuh
sukacita.

Tetapi tidak begitu dengan ibunya. Sepeninggalan suaminya, ibu Karina
tidak pernah merasa sehat. Sering sakit dan tidak bersemangat. Sampai
akhirnya 1 tahun kemudian ibunya menyusul sang ayah.

Karina bagaikan pohon yang kehilangan akarnya. Dia begitu terpukul.
Ibunyalah temannya selama ini. Ibunyalah semangat hidupnya selama ini.
Ibunyalah tempat perlindungannya selama ini.

"Sekarang, tidak ada lagi. Sekarang sudah tidak ada gunanya lagi aku
hidup, buat apa??" jerit Karina saat sahabatnya merangkul dia. Sang
sahabat, tidak bisa mengatakan apa-apa. Mungkin jika dia menjadi
Karina, dia akan berkata seperti itu juga.

Sepeninggalan ibunya, Karina goncang, tetapi Tuhan memberikan kekuatan
khusus kepada Karina. Kaki kecilnya kembali berdiri. Tuhan membisikkan
kata-kata kekuatan kepadanya senantiasa. Kembali dengan sisa-sisa
semangat hidupnya, Karina menata lagi hidupnya. Dia melanjutkan usaha
orangtuanya bersama dengan seorang saudaranya. Pelan tapi pasti, Tuhan
menuntun Karina, sampai dia bisa membeli rumah dan toko, walaupun
kecil, dari hasil usahanya itu.

Usianya hampir menginjak kepala empat saat dia berkenalan dengan
seorang pria tetangga teman sepelayanannya. Tidak ada yang berkesan.
Semuanya biasa saja, apalagi Karina sama sekali sudah tidak memikirkan
masalah lawan jenis. Dia sudah cukup bahagia dengan semua yang Tuhan
berikan padanya.

Suatu malam, pintu rumah Karina diketuk. Saat dia buka, seorang laki-
laki berdiri di depan pintu rumahnya dengan senyum manis. Karina
berusaha mengingat siapa lelaki itu. Setelah diingatkan oleh sang
pria, dia baru ingat dengan lelaki tetangga temannya. Mereka baru saja
berkenalan 1 bulan yang lalu. Ternyata semenjak perkenalan itu, sang
pria tidak dapat melupakan Karina. Entah kenapa dia ingin bertemu lagi
dengan Karina. Mulai sore itu, perjalanan cinta mereka pun dimulai.
Lagi-lagi Tuhan menunjukkan rencana indahnya pada Karina.

Satu tahun kemudian mereka menikah. Lelaki yang Tuhan berikan,
menerima Karina apa adanya dengan sepenuh kasih.

Karina tidak pernah melewatkan satu hari pun dengan tidak mengucap
syukur pada Tuhan atas semua suka duka dalam hidupnya. Terlebih saat
ini Tuhan telah mengganti ayahnya dengan seorang lelaki yang luar
biasa menyayangi dia, dan mengganti ibunya dengan seorang bayi
perempuan yang baru saja dia lahirkan 5 bulan yang lalu.