Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Misteri bunuh diri sel

andryhart's picture

Setiap hari ada 70
milyar sel dalam tubuh kita yang bunuh diri. Kejadian yang dinamakan apoptosis ini diamati untuk pertama
kalinya oleh Andrew Wyllie pada tahun 1970-an. Apoptosis berasal dari kata
Yunani yang artinya rontok karena peristiwa ini mirip daun yang rontok dari
pohon. Sel yang sehat mati tanpa sebab yang jelas. Kita kemudian bertanya
mengapa tubuh kita tidak ikut mati jika milyaran sel tersebut mati? Pertanyaan
lain yang tidak kalah menariknya adalah mengapa sel-sel tubuh kita bunuh diri
dan apakah peristiwa bunuh diri itu bisa dicegah ?

 

Misteri Bunuh Diri Sel

 

Kematian milyaran sel
yang terjadi di luar fase perkembangan embrio seolah-olah merupakan kematian
yang sia-sia. Jika hal tersebut terjadi dalam fase perkembangan embrio, kita
mungkin bisa memahaminya. Karena dalam fase ini terjadi proses pemahatan
bagian-bagian tubuh sehingga bagian yang tidak diperlukan harus mati dan
dilepaskan. Sebagai contoh, bagian tangan ketika baru saja terbentuk terlihat
seperti sekop. Untuk membentuk jari-jari tangan, harus ada sel-sel pada
jaringan di antara jari-jari tersebut yang mati dan dilepaskan. Contoh lain,
kecebong yang memiliki ekor akan mengalami kematian sel pada bagian ekornya
sehingga kecebong tersebut dapat tumbuh menjadi katak yang tidak berekor. Dr.
John Yeh, seorang pakar endokrinologi reproduktif dari Universitas Buffalo,
Amerika Serikat, mengatakan, “Apoptosis
semacam itu memungkinkan organ tubuh untuk membentuk model dirinya dan
mengaturnya kembali.

Akan tetapi, pada
peristiwa di luar perkembangan embrio tersebut terdapat kematian sel yang belum
jelas tujuannya. Meskipun demikian, sebagian pakar mengatakan bahwa peristiwa
tersebut mungkin sangat penting dalam menjaga keseimbangan populasi sel pada
orang yang sehat. Kematian sel yang kemudian digantikan dengan sel yang baru
dapat pula dikatakan sebagai peremajaan sel yang membuat kita tetap sehat dan
bugar sampai pada suatu usia ketika kemampuan pergantian tersebut menurun. Penelitian
Dr Hayflick dari Universitas California menunjukkan bahwa sel tubuh manusia
mampu membelah sebanyak 50 hingga 60 kali bagi keperluan peremajaan sel, dan
jumlah ini akan menghasilkan usia manusia antara 115-120 tahun. Penelitian Dr
Hayflick senada dengan firman Tuhan dalam Kejadian 6:3, “Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal
dalam manusia karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua
puluh tahun.”

 

 

Teori Bunuh Diri

 

Fenomena bunuh diri ini sebenarnya dimulai
dalam awal masa embrio tetapi kemudian berlanjut di sepanjang usia seseorang.
Meskipun sel-sel tersebut berada dalam keadaan yang benar-benar sehat, mereka
mengaktifkan suatu program kematian dalam dirinya sendiri. Proses ini dinamakan
oleh para pakar sebagai kematian sel yang terprogram. Sifat program kematian
tersebut tetap merupakan misteri sekalipun semakin banyak pakar biologi yang
mencoba memecahkannya.

            Profesor Raff yang mengepalai team riset pada MRC Laboratory for Molecular Cell Biology
University College London
menduga bahwa semua sel tubuh sesungguhnya
diprogram untuk membunuh diri sendiri secara otomatis kecuali jika ada sel-sel
lain yang melarangnya. Agar sebuah sel tetap hidup, ia harus berkomunikasi
terus-menerus dengan sel-sel lain. Mekanisme yang sederhana ini menunjukkan
bahwa sebuah sel hanya bisa hidup di tempat yang memerlukannya dan selama ia
diperlukan. Apabila sebuah sel tidak mendapatkan sinyal yang melarangnya untuk
bunuh diri, sel tersebut akan membunuh dirinya sendiri.

 

 

Mengapa Begitu Banyak

Sel yang Bunuh Diri ?

 

            Team riset dari University College
London
melakukan penelitian terhadap sel otak yang bekerja seperti
isolator. Sel yang dinamakan oligodendrosit
ini membungkus sel saraf seperti
cellotape yang dipakai untuk
mengisolasi kawat listrik. Kalau oligodendrosit dipisahkan dari serabut saraf
mata (nervus optikus) dan kemudian
diinkubasikan dalam media perbenihan yang mengandung semua unsur gizi yang
dibutuhkan bagi kehidupannya, sel tersebut akan mati dalam waktu satu atau dua
hari. Kematiannya itu memperlihatkan ciri-ciri kematian sel yang terprogram.

            Jika bersama oligodendrosit juga diinkubasikan sel-sel
lain dari saraf mata, oligodendrosit tersebut tetap bertahan hidup. Sel ini
dapat hidup dalam media perbenihan jika ke dalam media juga ditambahkan molekul
protein pemberi sinyal yang khas. Molekul ini dihasilkan oleh sel-sel saraf
mata yang normal untuk melarang sel pembungkusnya bunuh diri.

            Mengomentari percobaan di atas, banyak pakar beranggapan
bahwa oligodendrosit itu bunuh diri karena mengalami cedera ketika dipisahkan dari
sel serabut saraf. Penyebab lainnya mungkin suasana media perbenihan yang tidak
sama dengan suasana tempat asal sel tersebut hidup. Jika oligodendrosit hidup
normal di sekitar sel saraf, mungkin sel pembungkus ini tidak memerlukan sinyal
yang melarangnya bunuh diri.

            Untuk menjawab keraguan di atas, team riset melakukan
penelitian lagi terhadap oligodendrosit yang hidup normal berdampingan dengan
sel saraf mata di dalam jaringan yang sehat. Penelitian ini ternyata
menunjukkan hasil yang menakjubkan! Sekitar separuh dari oligodendrosit yang
diproduksi setiap harinya dalam proses perkembangan yang normal juga mengalami
kematian. Meskipun para pakar sudah mengakui bahwa separuh atau lebih sel-sel
saraf yang dihasilkan dalam otak akan mati selama proses perkembangan yang
normal, namun kenyataan matinya oligodendrosit dalam jumlah yang besar
merupakan kenyataan yang tidak terduga.

 

 

Manfaat Bunuh Diri Sel

Bagi Tubuh Kita

 

Team riset yang dipimpin
oleh Profesor Raff kemudian meneliti tipe-tipe sel lainnya. Setiap tipe sel
yang diteliti ternyata memerlukan sinyal dari sel-sel lain untuk mencegahnya
agar sel tersebut tidak bunuh diri. Satu-satunya pengecualian yang ditemukan
oleh team riset tersebut adalah sel telur yang sudah dibuahi. Sel yang disebut blastomer ini ternyata dapat hidup dan
membelah diri sendiri tanpa adanya sinyal dari sel-sel lain.

            Tidak adanya sinyal yang melarang sebuah sel untuk bunuh
diri bukan merupakan satu-satunya cara untuk memicu kematian yang terprogram
dalam sel. Sejumlah obat ternyata dapat memicu program kematian tersebut. Salah
satu di antaranya yang dinamakan staurosporin
dapat memicu program kematian pada semua tipe sel. Jika  sebelumnya sudah mendapat obat yang
menghambat kemampuan sel untuk membuat protein yang baru, maka sel tersebut
akan lebih mudah mati bila mendapatkan staurosporin. Hasil penemuan ini
memperlihatkan bukan saja semua sel tubuh kita sudah memiliki program bunuh
diri yang built-in, tetapi juga dapat
menghasilkan semua protein yang diperlukan untuk melaksanakan bunuh diri
tersebut.

            Pertanyaan yang timbul sekarang, apakah fenomena bunuh
diri tersebut bermanfaat bagi tubuh kita dan apa manfaatnya ? Fenomena ini
sebenarnya menunjukkan bahwa sel yang tumbuh pada tempat yang bukan semestinya
tidak akan mendapatkan sinyal yang melarangnya bunuh diri. Dengan demikian sel
tersebut akan membunuh dirinya sendiri. Dengan demikian, keseimbangan antara
produksi sel yang baru dan kematian sel yang lama akan dapat dipertahankan.
Kita harus menyadari bahwa tubuh kita bukanlah sesuatu yang bersifat statis;
secara dinamis sel-sel tubuh kita akan terus berganti di mana sel-sel yang lama
akan digantikan oleh sel-sel yang baru. Akan tetapi, pergantian ini harus terus
memperhatikan keseimbangan jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ tubuh.
Jika keseimbangan tersebut terganggu, misalnya jika jumlah sel yang terbentuk
tidak dibatasi oleh fenomena bunuh diri ini, mungkin saja pada organ tubuh itu
akan terbentuk jaringan kanker. Jadi kita juga patut bersyukur karena fenomena
bunuh- diri sel tetap memiliki suatu tujuan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup kita. Dan semua ini diatur oleh Allah, Sang Pencipta kita
yang Mahakuasa seperti halnya lama hidup kita! (andryhart).

 

 

 

__________________

andryhart