Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Pertanda (Gali Kata Alkitab dalam Tinjauan Tulisan Ibrani Kuno)

Hery Setyo Adi's picture

Kata “pertanda” atau “tanda” merupakan padanan dari kata Ibrani ‘ot (disusun dari huruf-huruf  dan tanda baca Ibrani: Alef-Holem Waw-Taw). Akar-induk kata tersebut adalah AT (Alef-Taw). Dalam piktograf Ibrani Kuno huruf Alef adalah sebuah gambar kepala sapi jantan, sedangkan huruf Taw adalah gambar dua tongkat menyilang yang digunakan untuk membuat sebuah tanda. Gabungan dua gambar tersebut melambangkan “seekor sapi jantan yang bergerak ke arah suatu tanda.”

Ketika membajak tanah dengan sapi, pembajak mengemudikan sapi ke arah suatu tanda yang berada di kejauhan. Pembajak mengarahkannya dengan menjaga alur  bajakan tetap lurus. Seorang musafir tiba di tempat tujuan dengan mengikuti suatu tanda. Bepergian ke arah suatu tanda, tujuan, atau seseorang. Sebuah panji-panji atau bendera dengan cap atau tanda keluarga menggantung sebagai simbol keluarga. Begitu juga, suatu perjanjian atau persetujuan oleh dua orang ditandai dengan suatu tanda sebagai peringatan bagi kedua belah pihak.

Sesekali saya mengantar anak saya ke sekolah. Kami melewati persawahan dan suatu kali saya memperhatikan petani yang sedang membajak sawah itu.  Bajak dengan dua kerbau dikendalikannya dengan tenang membentuk alur-alur sejajar. Indah dan rapi alur bajakan itu. Pembajak bergerak ke arah tertentu, tidak sembarangan. Ia mengarahkan kerbaunya ke arah yang ia tuju. Seolah di benaknya, ada titik yang ia tuju.

“Tanda” atau “pertanda” sebagai penentu arah bagi seseorang dalam perjalanan, peringatan bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dan simbol keluarga.

Yesaya 7:14

“Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”

Ucapan Yesaya ini disampaikan kepada Ahas, raja Yehuda yang sedang mengalami krisis. Kerajaan Yehuda diserang Rezin, raja Aram dan Pekah, raja Israel. Kedua raja itu marah terhadap Ahas, sebab ia tidak mau bergabung dengan mereka untuk membentuk persekutuan anti Asyur (2 Raja-raja 16:5). Akibat serangan itu, di pihak Yehuda banyak jatuh korban dan orang-orangnya menjadi tawanan. Sekalipun, akhirnya, tawanan itu dapat kembali lagi ke Yehuda lantaran peran nabi Oded  (2 Tawarikh 28:9-15).

Tuhan, melalui nabi Yesaya, berfirman kepada Ahas, bahwa Yehuda akan diselamatkan dari ancaman Aram dan Israel yang menyerangnya. Raja Ahas dan rakyatnya memang gemetar ketakutan. Tapi, Tuhan berfirman, supaya  mereka meneguhkan hati dan tenang, tidak takut dan kecut (Yesaya 7:4). Bahkan, Tuhan berfirman supaya raja Ahas meminta tanda untuk meneguhkan yang dijanjikan Tuhan itu (ayat 10).

Bagaimana sikap Ahas? Apakah jawabnya dalam ayat 12, yaitu ia tidak mau meminta dan tidak mau mencobai Tuhan merupakan kesalehannya di hadapan Allah? Ayat berikutlah (13) jawabnya, bahwa Ahas dinilai bersalah. Ia, “melelahkan orang, sehingga ia melelahkan Allahku juga.”  Memang, kesaksian penulis kitab Tawarikh dan Raja-raja menyebutkan, bahwa Ahas tidak melakukan apa yang benar di mata Tuhan (2 Tawarikh 28:1 dan 2 Raja-raja 16:2).

Rupanya, raja Ahas tidak percaya kepada Allah. Hal ini terungkap jelas dalam 2 Raja-raja 16:2. Ahas lebih memilih mencari perlindungan kepada manusia. Ia datang kepada raja Asyur,  Tiglat-Pileser. Ahas mengirim emas dan perak sebagai persembahan kepada raja Asyur yang diambil dari rumah Tuhan dan dalam perbendaharaan istana raja. Ketidaktaatan Ahas tidak hanya dalam hal melakukan persekongkolan politik dengan Asyur. Ia pun menjadikan ilah Damsyik menjadi alahnya (ayat 10-18). Memang, Raja Asyur bersedia dan berhasil mengalahkan raja Aram (7-9).

Tapi, apa yang terjadi di kemudian hari? Yehuda harus mengalami serangan Asyur (Yesaya 8:5-10), negeri yang sebelumnya menjadi pelindungnya. Pertolongan Asyur, rupanya, hanya bersifat sementara. Pada gilirannya, penolongnya itu tidak setia, dan malah menyerangnya. Itulah persekongkolan politik. 

Bagaimana dengan Allah? Penolakan Yehuda melalui Ahas, rajanya itu, tidak membuat Allah mengendurkan niatNya untuk menolong Yehuda. Sekalipun pertolongan Allah ditolak Ahas, Ia malah memberikan pertolongan yang bersifat jauh ke masa yang akan datang dan meliputi seluruh manusia. Semua itu dilakukan Allah melalui Yehuda: “…Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.”

Imanuel sebagai “pertanda”, berarti menjadi penentu arah dalam sejarah pertolongan Allah kepada manusia. Allah membuktikannya! Sekalipun di kemudian hari pengganti raja Ahas, yaitu Hizkia, mengalami sakit parah dan belum memiliki anak (sehingga mengancam generasi penerus keturunan Daud yang akan melahirkan Yesus), Tuhan mengabulkan doanya, sehingga sembuh. Bahkan, umurnya diperpanjang 15 tahun. Pada masa itulah, Hizkia memiliki anak, yaitu Manasye. Kelahiran Manasye ini memiliki dua peran: melanjutkan tampuk kekuasaan dinasti Daud dalam kerajaan Yehuda (2 Raja-raja 21:1; 2 Tawarikh 33:1)dan melanjutkan garis keturunan Daud untuk melahirkan Yesus (Matius 1:10). Garis keturunan Daud tidak lenyap, sekalipun Yehuda pada akhirnya dibuang ke Babel. Pada masa pembuangan dan paska pembuangan garis keturunan Daud itu tidak terputus, sehingga Tuhan Yesus  dilahirkan oleh keturunan Daud itu (Matius 1:11-16).

Betapa luar biasa “pertanda” yang diberikan Allah itu, yaitu Imanuel. “Pertanda” itu direalisasikan tujuh ratus tahun kemudian. Dia sungguh setia menepati janjiNya, sekalipun Ahas, menolak pertolongan Allah. Bahkan, Ahas, raja yang jahat di hadapan Allah itu, dicatat oleh Matius sebagai nenek moyang Tuhan Yesus Kristus (Matius 1:9).  

Implikasi

Allah sungguh setia terhadap janjiNya untuk memberikan “pertanda” bagi Yehuda dan seluruh umat manusia untuk menjadi penolongnya. Bahkan, sejarah bangsa-bangsa pun dikendalikan olehNya demi janjiNya itu.  Adakah yang harus diragukan dari Allah, bahwa Dia mau menolong manusia dari kegelapan karena kejatuhannya ke dalam dosa?

Datanglah kepada penolong yang setia dan teruji, yaitu Allah, guna mendapatkan pertolongan yang kekal melalui Tuhan Yesus Kristus. Kasih setiaNya telah teruji, sekalipun manusia tidak setia kepadaNya.

(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan rujukan dari berbagai sumber)