Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Tentang pembajakan

murasawa's picture

Pendapat
tentang pembajakan yang saya comot dari blognya Paman Tyo:

Tentang
bajak-membajak, jujur saja, kita dalam posisi “tahu sama tahu”.
Teknologinya memungkinkan, jadi kenapa tidak?”

Pengonversian
audio analog ke MP3, yang termasuk duplikasi “
by
any means
“, kita lakukan dengan
riang, bahkan menyebarkannya tanpa bayar royalti.”

“Peranti lunak jenis “kriuk-kriuk”
(pakai cracks) kita instal ke komputer pribadi (dan kadang
komputer kantor). Ini, lagi-lagi, jenis urusan tahu sama tahu.
Sudahlah, jangan didiskusikan. Kok kayak menanya orang apakah pernah
masturbasi, atau sering petting kalau pacaran. Selain nggak
penting juga cuma bikin jengah bersama.”

Dari policy poin 1:6 tertulis:
(Kebijakan dan Aturan bagi pengguna SABDA Space
Anggota setuju tidak menggunakan blog SABDA Space ini untuk)
Mengunggah data-data atau informasi yang melanggar hak cipta yang
diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia maupun
internasional.

Hayo, siapa yang lagi membaca blog ini
pakai operating system bajakan (V**ta pun kini uda bisa diakalin biar
‘tampak’ asli)? Yang jelas sih pas aku nulis blog ini ya pake OS
bajakan dan word processor bajakan, selain itu masih banyak barang
halus bajakan di laptopku ini.

Agak aneh bila masalah piracy menjadi
isu yang sangat mengusik hatiku selama ini. Gimana gitu rasanya saat
di gereja sang pendeta mengajar jangan mencuri, jangan korupsi, tapi
komputernya dipenuhi software bajakan terutama operating systemnya.
Alasan yang paling sering dikemukakan adalah ngga ada anggaran untuk
itu. Trus tentang OS, banyak yang beralasan kalau mereka nda begitu
paham dan terbiasa menggunakan operating system yang gratisan seperti
berbagai varian Linux.

Belum lagi untuk para mahasiswa yang
butuh peranti lunak khusus yang kalau original harganya ada yang
lebih mahal dari harga komputer rakitan. Ada wacana bahwa pihak luar
negeri ‘membiarkan’ bahkan ‘mendukung’ pembajakan software di
Indonesia, dengan harapan rakyat Indonesia bisa mempelajarinya dan
menjadi handal, trus direkrut untuk kerja dengan cost lebih rendah.

Salah satu wujud integritas adalah
tidak menggunakan produk bajakan, dan tentunya juga menjadi produsen
barang bajakan alias pembajak, meskipun itu untuk kepentingan
pelayanan. Ada sih kriteria yang membuat UU Hak Cipta Indonesia bisa
dianggap tidak berlaku, namun bagaimanakah pandangan yang benar
menurut aturan yang lebih tinggi (Alkitab) mengenai hal
bajak-membajak ini? Apakah Cuma sekedar disamakan dengan pencurian?
Bagaimana dengan asas keterpaksaan (kalau bisa/mampu ya beli yang
asli, kalau ngga ya mau gimana lagi?) yang sering dijadikan alasan?