Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Voucher oh Voucher

Purnawan Kristanto's picture

Kalau bukan karena nomor HP saya sudah menyebar ke seluruh Indonesia, sebenarnya saya ingin ganti kartu selular saja. Sudah pelit, mahal, ditambah belakangan ini sering mengalami gangguan. Bahkan untuk menghubungi sesama operator saja kadang tidak akur alias gagal konek.

Dulu, saya menggunakan nomor ini karena diwarisi leh adik ipar. Dia mau ganti nomor. Kalau dibuang, rasanya sayang karena zaman itu untuk membeli kartu perdana harus mengeluarkan ongkos 500 ribu perak. Itu saja menggunakan sistem indent.

***

Sudah menjadi ritual bulanan saya untuk membeli voucher pulsa untuk kartu pulsa Memang, kadang-kadang ada orang yang berbaik hati, diam-diam, mentransfer pulsa. Tahu-tahu dapat notifikasi bahwa pulsa saya bertambah. Namun sejak bapak yang dermawan ini pindah tugas ke luar negeri, amal pulsa ini terhenti. Maka saya kembali ke rutinitas semula.

Saya membeli voucher fisik Telkomsel di warung dekat rumah seharga Rp.50.000,- Mungkin karena terlalu kuat menggosok, maka nomor rahasia dalam voucher itu justru ikut terkelupas. Saya tidak bisa memasukkan nomor rahasia ini untuk mendapatkan tambahan Pulsa.

Saya mencoba minta ganti ke pedagangnya, tapi dia menolak. Penjaga warung itu menyarankan saya menghubungi call center 116. Saya menurut walaupun tapi tak yakin benar akan ada hasilnya mwngingat jaringan ini sangat sibuk.

Panggilan pertama langsung tersambung. Saya lalu menceritakan persoalan. Operator di seberang menanyakan beberapa informasi dan kedengarannya dia mengetikkan data itu ke komputer.

"Tunggu sebentar pak," kata operator dengan nada manis,"jangan tutup telepon ya." Belum sempat saya jawab, sudah terdengar nada tunggu. Semenit, dua menit, lima menit...sepuluh menit berlalu untuk menunggu. Telinga saya mulai panas karena ditempeli HP. Untung baterai baru saja di-charge. Saya sedngaja tidak mematikan sambungan karena khawatir nanti harus memulai dari proses awal lagi.

"Terimakasih Bapak sudah menunggu. Mohon maaf untuk saat ini kami tidak bisa memproses pengaduan Bapak. Silakan bapak mengunjungi Grapari terdekat," kata suara di seberang.

"Dimana lokasi Grapari terdekat?" tanya saya.

"Di Yogyakarta pak." jawabnya.

Busyet deh...habis berapa ongos ke Jogja untuk menukar Voucher seharga Rp. 50 ribu?

***

grapari

 

Tanggal 3 Mei saya pergi ke Jogja dan saya sempatkan mampir di Grapari,  di eks gedung Adem Ayem. Ruangannya memang adem, tapi saya antreannya berjubel.

"Ada yang bisa dibantu pak?" tanya satpam ramah. saya ceritakan persoalan saya. Kemudian saya diajak mendekati sebuah layar monitor sentuh. "Berapa nomor HP bapak?" tanya satpam. Saya menyebutkan nomor HP. Satpam itu memasukkan ke dengan menyentuh layar monitor, lalu keluar nomor antrean: 849!

Saya mengantre di deretan meja dengan tulisan "Quick Service." Entah apa itu artinya, karena ternyata saya harus menunggu selama dua jam untuk mendapatkan giliran.

"Selamat siang pak. Apa yang bisa saya bantu?" jawab Friska, petugas front office. Saya lalu menceritakan kembali persoalannya.

"Berapa nomor HP, bapak?" tanya Friska.

Saya menyebutkan kembali nomor HP sambil teringat bahwa ketika mengambil nomor antrean tadi saya sudah memasukkan data nomor HP. Lalu untuk apa nomor HP itu? Saya tadinya menduga nomor antrean itu sudah terkoneksi dengan komputer di front office sehingga dapat memangkas waktu. Dengan begitu, pelayanan yang "quick" itu benar-benar terjadi.

Friska menyodorkan formulir dan meminta KTP saya. "Silahkan bapak mengisi formulir ini," katanya sambil berlalu untuk memfotokopi KTP saya.

"Pak, pengaduannya kami catat dulu," kata Friska sambil menyerahkan selembar form pengaduan oranye yang sudahs aya isi tadi,"nanti kalau sudah diproses, kami menghubungi bapak untuk datang ke sini lagi mengambil voucher pengganti."

"Mbak, saya ini tinggal di Klaten," jawab saya jengkel," untuk ke sini, saya mengeluarkan onglos Rp. 20.000,- Kalau saya harus ke sini lagi, berarti saya sudah keluar ongkos Rp.20.000,- Masa untuk menukar voucher seharga Rp. 50.000,- saya harus keluar ongkos Rp. 40.000,-? Masuk akal nggak sih?"

"Tapi peraturannya harus begitu pak," jawab Friska.

"Apakah tidak bisa diproses dalam satu hari saja, supaya saya tidak bisa bolak-balik?"

"Tidak bisa pak. Saya harus memintakan persetujuan pimpinan saya dulu untuk mengganti voucher ini."

"Tapi coba pikirkan, apakah ada artinya jika saya keluar ongkos Rp. 40 ribu untuk mengklaim hak saya sebesar Rp. 50 ribu?"

"Maaf pak, peraturannya memang begitu."

Saya tahu tidak ada gunanya berdebat kusir dengan petugas front office ini. Mereka hanya menjalankan prosedur dan tak punya otoritas untuk membuat keputusan.

****

Saat menulis blog ini, saya kembali teringat "quick service", lalu tertawa dalam hati. "Quick service apaan? Quick service dari Hongkong!" batin saya. Sampai saat ini pun [3 hari setelah pengaduan di quick service], belum ada kabar dari Telkomsel.

Saya lalu teringat janji-janji palsu para produsen:

1. Sebuah penyedia layanan TV berbayar menjanjikan pemasangan alat penangkap "paling lambat seminggu. Bahkan besok pagi pun langsung terpasang." Sudah 8 minggu sejak janji itu diucapkan belum terpasang. Saat saya telepon, dengan enteng petugasnya menjawab, "maaf, stok parabola sedang habis."

Saya bilang, "Kalau stok sedang habis, jangan pernah memberi janji seminggu dong!."

"Tapi waktu saya menjanjikan itu, stoknya masih ada," elaknya.

2. Saya adalah nasabah bank yang berlogo "handuk diperas." Mereka membuat program point reward. Sebagai nasabah lama, meski saldo tabungan saya cethek, tapi saya berhasil mengumpulkan poin minimal.

Saya lalu menukar poin itu. "Paling lambat bulan Februari, hadiah akan langsung terkirim ke rumah bapak."

Hingga bank itu akhirnya dimerger, hadiah itu tak terikirimkan sampai sekarang.

3. Saat telepon rumah pastori mengalami gangguan, saya meminta kantor gereja untuk melaporkan ke Telkom. Di satu sisi, kami merasa senang karena kami bisa "hidup tenang" untuk beberapa saat, tapi celakanya kami juga tidak bisa menelepon keluar. Dua minggu berlalu, meski karyawan kantor sudah melapor, namun tidak ada hasil.

Maka batas kesabaran saya sudah habis. Saya datangi plasa Telkom, lalu petugasnya saya ancam kalau sambungan tidak diperbaiki, maka saya akan menulis surat pembaca di koran dan mengadu ke lembaga konsumen. Sejam kemudian, sambungan telepon normal kembali.

****

UPDATE:

Saya menuliskan pengaduan ini di surat pembaca kompas.com pada 6 Mei malam. Siangnya, call centre Jakarta buru-buru menelepon.

"Selamat siang pak Purnaman [busyet deh, salah sebut nama lagi], saya dari call centre Telkomsel. Kami sudah membaca keluhan bapak di Surat Pembaca Kompas," kata Bintari dari seberang telepon.

Dia lalu menanyakan keberadaan voucher fisik itu. Saya jawab kalau sudah saya serahkan di Grapari Jogja.

"Baiklah, saya menelepon Grapari Yogya dulu. Bapak tunggu sebentar ya," pinta Bintari.

Setengah jam kemudian, Bintari menelepon.

"Mohon maaf pak Purwanto [busyet deh. Salah lagi menyebut nama], ketika bapak datang, persediaan voucher fisik kami kebetulan sedang habis. Jadi tidak bisa langsung diganti. Sekarang, kami sudah mengirimkan pulsa secara elektronik. Silakan tunggu 1x24 jam. kalau tidak masuk, silakan hubungi call ecnter kami.

Sepuluh menit kemudian, pulsa bertambah Rp. 50 ribu.

Kata kuncinya adalah "Surat Pembaca"

__________________

------------

Communicating good news in good ways

PlainBread's picture

Pelayanan bertele2

Saya rasa semua kita pernah ngalamin hal2 seperti yang diceritakan Purnawan. Rasanya memang menjengkelkan. Mau marah. Kalo perlu mesti ada pintu yang mesti dibanting atau kaleng yang bisa ditendang. Hahaha.

Saya hampir selalu mengurut dada kalo mengalami hal itu, paling2 cuma bisa ngomong ke diri sendiri,"Bukan perusahaannya yang salah. Pas ketemu pegawai yang malas atau gak peduli aja, makanya urusan saya jadi panjang begini." Tetapi mantra seperti itu udah gak manjur begitu saya mengalami hal yang sama di tempat yang sama.

Di sisi lain, apa yang saya pernah lakukan sebenarnya gak kalah buruknya. Saya masih ingat pengalaman saya bekerja paruh watu. Bekerja pertama kali. Melayani customer banyaknya minta ampun, padahal baru kerja beberapa bulan di situ. Rasanya capek. Kemudian saya pikir,"sudahlah, pelan2 saja dulu". Saya kerjanya pelan, saya lambat2in. Bahkan sengaja cari2 sesuatu yang sepertinya bisa dikerjakan daripada melayani customer.

Ada beberapa customer datang dan berdiri di depan, tapi saya pura2 gak liat. Saya pikir nanti juga dilayani sama teman2 kerja saya. Apes tapi beruntung. Bos melihat saya gak ngapa2in (walaupun saya sudah berusaha TERLIHAT sibuk), mendekati saya dan bilang,"Saya liat kamu gak ngerjain apa2 sebenarnya. Tolong layani mereka dulu." Malu sekali saat itu. Tapi kejadian tersebut membuat saya sadar untuk selalu berusaha menaruh diri di posisi customers.

 

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

Purnawan Kristanto's picture

Pelayanan yang lambat itu

Pelayanan yang lambat itu mungkin karena mentalitas pelakunya yang memang tidak beretos kerja tinggi. Namun pelayanan yang bertele-tele itu mungkin terjadi secara sistemik. Prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan itu yang membuatnya berbelit. Akar persoalannya adalah karena ketiadaan delegasi wewenang. Karena tidak percaya pada bawahan, maka semua otorisasi harus melalui meja pimpinan.

Ini juga yang terjadi pada sebuah penerbitan. Untuk memutuskan sebuah naskah terbit atau tidak harus dilakukan oleh Direktur Utama, setelah melalui proses penyaringan dari sekretaris editor, lalu editor, lalu kepala editor, lalu direktur penerbitan, lalu baru sampai ke meja direktur utama.

Sementara pada penerbitan lain justru sangat cepat. Hari pertama saya menyerahkan naskah, hari ketiga saya sudah ditelepon untuk memberitahu bahwa naskah saya akan diterbitkan.

Kalau sebuah perusahaan mau berbagi wewenang [power], maka birokrasi perusahaan bisa dipangkas.

All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

hai hai's picture

@Mas Wawan, Pelanggan Setia

Mas wawan, umumnya perusahaan tidak menyadari bahwa pelanggan yang protes adalah pelanggan yang setia. Pelanggan yang tidak setia tidak akan protes namun pindah ke perusahaan lain.

Menurut survey yang dilakukan oleh sebuah konsultan di Australia, dari 100% pelanggan, hanya 4% yang pelanggan setia.

Seorang pelanggan yang merasa puas dengan pelayanan perusahaan, dalam satu tahun rata-rata hanya memberi tahu 1 orang tentang kebaikan pelayanan perusahaan langganannya. Namun seorang pelanggan yang tidak puas, dalam satu tahun, MINIMAL akan memberitahu 6 orang tentang keburukan pelayanan perusahaan.

Sayangnya, kebanyakan KARYAWAN perusahaan memperlakukan pelanggan yang SETIA yang protes sebagai MUSUH perusahaan.

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

Debu tanah's picture

@ Purnawan, blog lucu..

Judul blog ini “Voucher oh voucher”, penulis nya ngeluh karena vouchernya digesek terlalu kuat sehingga terkelupas.

Tentu saja tukang warung menolak mengganti karena jelas dia tidak mau rugi karena KEBODOHAN pelanggannya.

Lalu karena jengkel rugi 50.000, penulisnya ngomel-ngomel sampe kemana-mana:

[Sudah pelit, mahal, ditambah belakangan ini sering mengalami gangguan. Bahkan untuk menghubungi sesama operator saja kadang tidak akur alias gagal konek.

"Mbak, saya ini tinggal di Klaten," jawab saya jengkel," untuk ke sini, saya mengeluarkan onglos Rp. 20.000,- Kalau saya harus ke sini lagi, berarti saya sudah keluar ongkos Rp.20.000,- Masa untuk menukar voucher seharga Rp. 50.000,- saya harus keluar ongkos Rp. 40.000,-? Masuk akal nggak sih?"]

Menurut saya TIDAK FAIR, Telkomsel anda bilang (layanannya) tidak bagus, dengan latar belakang voucher  50.000 yang tidak bisa diganti karena kesalahan sendiri. Kesannya seperti ibu-ibu cerewet yang ngomel2 karena kehilangan uang 50 ribu perak. Hahaha..

Kalo mau fair, dipaparkan juga gimana layanan operator yang lain, gimana jaringannya, gimana tarifnya.

Yang terpenting (menurut konteks blog ini) cek juga apa VOUCHER operator lain itu bila digesek terlalu kuat tidak terkelupas ? Hahahahaha..

HAKIMILAH DENGAN ADIL !!

__________________

Debu tanah kembali menjadi debu tanah...

Purnawan Kristanto's picture

Saya Tidak Fair? Masa Sih

Kalau Anda menganggap saya sedang MENGHAKIMI operator Telkomsel, ya silahkan saja. Namun yang jelas saya hanya menyuarakan aspirasi saya sebagai konsumen, yang diakui dan dilindungi di dalam UU Perlindungan Konsumen no 8/1999.

Anda menyebut saya BODOH? Yap. Saya setuju. Ini kebodohan saya.

Membandingkan dengan operator lain? Maaf saya tidak bisa membandingkan karena saya tidak menggunakan operator lain. Bagaimana saya bisa memberi penilaian kepada operator lain jika saya tidak menggunakannya? [sama seperti bagaimana saya bisa memberi penilaian Ioanes Rahmat itu sesat atau tidak jika saya belum pernah membaca bukunya]

Saya analogikan begini: Saya pertama kali terbang menggunakan Garuda. Kemudian saya tidak puas dengan layanannya. Apakah saya harus menggunakan Lion Air, Air Asia atau Mandala dulu sebelum saya bisa membuat keluhan yang FAIR?

Mohon membaca blog saya dengan cermat. Yang saya keluhkan itu ada dua:

1. Tarif telkomsel yang lebih mahal. Bandingkan sendiri dengan operator lain. Mana yang lebih mahal? Apakah saya tidak fair?

2. Layanan Pengaduan Pelanggan yang lambat. Sampai hari ini saya belum menerima penggantian voucher fisik. Apakah saya tidak fair?

All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Debu tanah's picture

@ Purnawan, Operator mana yang paling baik?

Anda kan berkata bahwa layanan Telkomsel jelek karena anda mengalami SATU kejadian buruk waktu akan mengklaim voucher anda yang rusak. Bisa saja karena petugas di Grapari yang anda kunjungi memang kurang kompeten.  

Saya sendiri menggunakan Telkomsel sudah sekitar 7 tahun lebih, dulu pernah pake Mentari. Saya beralih ke Telkomsel karena jaringannya paling luas (karena saya sering bepergian ke luar pulau) dan penggunanya paling banyak. Saya sendiri pernah mengganti simcard rusak di Grapari Roxy Mas Jakarta, dan dilayani dengan baik.

Menurut saya jangan mengatakan satu operator itu jelek atau baik berdasarkan satu pengalaman anda saja. Saya bilang Telkomsel PALING bagus. So what ?

Sama seperti contoh berikut: bank mana yang paling baik? Saya bilang BCA, karena jaringan ATM nya paling banyak, dan banyak memberikan layanan DEBIT & TUNAI BCA, trus KPR rumah saya menggunakan BCA dan bunganya paling murah fix selama 5 tahun, tapi jangan tanya waktu antri di ATM atau waktu print buku tabungan, anda akan bilang BCA bank yang paling buruk layanannya?

[Mohon membaca blog saya dengan cermat. Yang saya keluhkan itu ada dua:
1. Tarif telkomsel yang lebih mahal. Bandingkan sendiri dengan operator lain. Mana yang lebih mahal? Apakah saya tidak fair?
2. Layanan Pengaduan Pelanggan yang lambat. Sampai hari ini saya belum menerima penggantian voucher fisik. Apakah saya tidak fair? ]

Saya mementingkan jaringan yang luas dan pengguna yang paling banyak, soal tariff saya bisa register TALK MANIA, 2000 rupiah bicara 100 menit ke sesama Telkomsel. Rekan kerja dan keluarga saya, kebanyakan pake Telkomsel. Dan selama ini tidak pernah gagal koneksi seperti anda bilang itu .

Soal layanan lambat, selama 7 tahun saya hanya sekali berurusan dengan Grapari, itupun dilayani dengan baik, dan rasanya saya TIDAK akan menggosok voucher sampe terkelupas seperti anda! Hahaha..

NB: Seandainyapun saya teledor sehingga merusak voucher, maka saya tidak akan mengurusnya ke Grapari karena akan membuang banyak waktu dan ongkos, tetapi saya akan memaki kebodohan saya sendiri dan selanjutnya akan mengisi pulsa dengan pulsa electronic saja dan bukannya menyalahkan operator tersebut. Hehehe..

Kecuali besok tiba-tiba sinyal telkomsel jadi lemah dan penggunanya sebagian besar beralih operator karena membaca blog anda ini, maka saya akan ikut beralih ke operator yg lain juga deh...

__________________

Debu tanah kembali menjadi debu tanah...

Purnawan Kristanto's picture

Oke deh. What ever You say

Oke deh. What ever You say
All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Samuel Franklyn's picture

Debu Tanah: Menggosok terlalu kuat bukan kebodohan

Menggosok voucher terlalu kuat sehingga nomornya terkelupas bisa dialami siapa saja. Gua juga pernah ngalamin beberapa kali. Tapi gua malas berurusan dengan operator. Tuh voucher langsung gua buang saja dan beli baru. Itu karena gua malas berurusan dengan yang namanya customer service. Tapi apa yang dilakukan Mas Wawan adalah hal yang berhak dia lakukan karena dia keluar uang untuk jasa perusahaan. Adalah tugas perusahaan untuk melayani pelanggan sebaik-baiknya.

M23's picture

Tanda jempol,

Kalau saya klik suka, jempolnya cuman satu, sedangkan saya mau kasih jempol 2 buat pak Wawan. Gimana nih?

Manual aja deh...

 

 

Not my will, but Yours be done

Purnawan Kristanto's picture

Dear bli M23, Jempolnya

Dear bli M23,

Jempolnya masih kurang 2. Jempol kakinya belum diacungkan
All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

billy chien's picture

@deta - saya rasa ada benarnya

 

D:Yang terpenting (menurut konteks blog ini) cek juga apa VOUCHER operator lain itu bila digesek terlalu kuat tidak terkelupas ? Hahahahaha..

saya pernah mengalamk hal serupa, tapi saya memakai kartu berlogo matahari terbit....

tapi proses hanya memakan waktu +-30 menit pulsa udah langsung bisa digunakan...sangat beda dengan yg dialami pak PK

saya bisa maklum kenapa penulis ini melampiaskan kekesalannya disini hanya untuk share sesama komunitas saja, saya tidak melihat penulis menghakimi karena apa yang terjadi emang betul demikian adanya....

NB:saran buat PK... ganti aja kalo emang udah nga nyaman , karena konsumen berhak memilih , dan sayang banget kalo PK berpedoman asal usul kartu SIM yang legendaris... wkwkwkwkwkwk.....masalah nomor yg udah terlanjur tersebar sih sangat mudah forward aja sms ke setiap nomor bahwa no anda udah ganti baru, kalo mo gratis manfaatkan fia internet sms...saya yakin PK bisa dong...

 

pengkotbah 5:2 Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.

__________________

Kerjakanlah Keslamatanmu dengan takut dan gentar...

Purnawan Kristanto's picture

Nomor tambahan

@ Deta, dengar nih pengakuan Billy: "saya pernah mengalamk hal serupa, tapi saya memakai kartu berlogo matahari terbit...."

@ BC: Saya sedang mempertimbangkan untuk nambah satu lagi nomor HP saja. Rencananya, nomor Simpati hanya untuk standby saja, sementara utk call keluar menggunakan nomor kedua. Kalau nomr kedua sudah tersebar, barulah nomor pertama dipensiunkan dengan hormat [Sebenarnya sayang banget. Soalnya nomor ini telah berjasa dalam proses pacaran kami ha..ha...ha].

All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Daniel's picture

Janji oh janji

Entah berkaitan atau tidak, tapi soal menepati janji sepertinya memang sudah menjadi masalah laten bangsa ini, seperti pengalaman pribadi saya - dalam skala kecil, tentunya - beberapa waktu yang lalu:

"Ester mau pulang sekarang!"

"Lho, tadi kan sudah janji mau menginap di sini? Sekarang sudah sore, gak ada yang bisa antar. Tante mau rapat nih. Ester pulang besok pagi2 aja ya?"

"Gak mau! Ester bosan di sini, gak ada tivi, gak ada tukang siomay. Pokoknya pulang, sekarang juga!"

"Oke, oke deh, kalo gitu Tante rapat dulu ya, nanti habis rapat, Tante antar pulang"

***

"Kamu yakin mau antar Ester pulang malam-malam begini?"

"Ya enggak lah"

"Lho, tadi kan sudah janji mau antar pulang?"

"Biarlah, yang penting dia tenang dulu, nanti dibujuk lagi, atau suruh Papanya yang jemput saja..."

***

Mulailah malam itu kuliah panjang tentang pentingnya menepati janji, menjaga integritas diri, karena itulah yang dilihat dan dicontoh anak-anak dari diri kita. Ester dengan mudahnya berjanji dan mengingkarinya, karena mungkin dia sudah sering melihat Tantenya melakukannya.

Begitu pula dengan para operator seluler, bank2 dan instansi pelayanan masyarakat lainnya... Begitu pula dengan para pejabat, politisi, dan lain-lainnya.

"Jangan pernah berjanji kalau memang tidak berniat menepatinya"

Purnawan Kristanto's picture

Ingat Lagu Jadul


Ester dengan mudahnya berjanji dan mengingkarinya, karena mungkin dia sudah sering melihat Tantenya melakukannya.

Jadi ingat lagu jadul: "Kau yang memulai, kau yang mengakhiri. Kau yang berjanji, kau yang mengingkari."
All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

unyil's picture

pada sisi lain

Mudah-mudahan gara-gara blog ini Telkomsel dengan tergesa-gesa merubah prosedur ganti voucher pulsa yang rusak, sekalipun sistem belum siap. Jadi voucher rusak dapat diganti dengan mudah, instan tanpa menunggu lama untuk proses verifikasi. Jadi Unyil bisa buka bisnis daur ulang voucher. Beli voucher, gosok, pakai atau jual kodenya. Setelah itu, gosok keras kode yang sudah dipakai hingga rusak. Bawa voucher rusak ke Telkomsel supaya bisa ditukar dengan yang baru. hehehe..

*kabur...

__________________

Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan.

Purnawan Kristanto's picture

Sudah diantisipasi

Beli voucher, gosok, pakai atau jual kodenya. Setelah itu, gosok keras kode yang sudah dipakai hingga rusak. Bawa voucher rusak ke Telkomsel supaya bisa ditukar dengan yang baru. hehehe..

Emangnya hal ini belum diantisipasi oeprator seluler? Kalau Anda perhatikan, selain nomor rahasia, pada bagian lain tercantum nomor seri yang panjang. kalau kita meminta ganti, maka mereka akan mengecek dengan menanyakan nomor seri di voucher itu. Kalau memang sudah pernah dipakai, maka akan ketahuan tipu-tipu.

Saat mengadu ke call center, saya sudah diminta menyebut nomor seri ini. Mereka mengecek dan mengakui bahwa saya belum memasukkan kode rahasia itu.

 

All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

unyil's picture

operator seluler masih belajar

Dari pengalaman billy sepertinya operator lain lebih berhasil dalam membangun sistem untuk mengantisipasi voucher rusak.  Operator seluler yang baik tidak hanya mengandalkan nomor seri voucher, tapi juga membangun sistem.

Dengan investasi yang cukup, kalau pasar voucher fisik masih menjanjikan maka demi kepuasan pelanggan, langkah-langkah berikut sudah cukup:

1. Latih customer service untuk dapat mendeteksi ke-asli-an voucher.

2. Masukkan nomor seri voucher rusak pada sistem online. Simpan voucher fisik rusak untuk bukti.

3. Sistem akan memeriksa untuk memastikan voucher belum digunakan kemudian me-non-aktif-kan voucher sehingga kode rahasia tidak dapat dipakai lagi.

4. Pelanggan diberi voucher baru.

Mudah-mudahan pelayanan pelanggan di Indonesia menjadi lebih baik.

__________________

Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan.

Purnawan Kristanto's picture

Semoga Operator Selular membaca ini


All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Samuel Franklyn's picture

Mobile number portability

Masalah yang dialami Mas Wawan adalah karena Indonesia belum menerapkan Mobile number portability

Di negara yang sudah menerapkan ini maka kita bisa ganti operator sellular kita tanpa harus ganti nomor telepon. Ini harus diatur oleh peraturan pemerintah baru bisa jalan.

Purnawan Kristanto's picture

Single Identity Number

Dulu pernah ada usulan pemberlakuan Single Identity Number. Setiap warga negara menggunakan satu nomor untuk segala keperluan. Termasuk juga pemberlakuan nomor telepon yang melekat. jadi sekalipun ganti-ganti operator, namun nomor HPnya tetap sama.

Saya sangat setuju, namun kayaknya masih jauuuuhh...mengingat sistem administrasi kependudukan yang masih acak kadut. Lihat saja penetapan DPT yang karut marut.
All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

PlainBread's picture

@Purnawan SIN

Setau saya RUU SIN sudah disetujui DPR, mas. Batas akhirnya kalo gak salah 1-2 tahun dari sekarang. Dulu memang ada banyak perdebatan soal SIN, banyak yang bilang seperti anda bilang bahwa itu masih sangat jauh, karena administrasi kependudukan masih belum dibenahi. Buat saya justru sebaliknya, keberadaan SIN ini akan membantu membenahi masalah tersebut.

Soal SIN, setau saya gak bisa dipake untuk urusan swasta atau non pemerintah, karena tujuannya hanya sekitar pajak, kepemilikan tanah, kelahiran, kematian, urusan pengadilan (nikah, cerai, kriminal, dll). Jadi gak ada hubungan langsung dengan ngurus voucher HP dll.  Tapi masih berhubungan tidak langsung, karena kalo sudah ada SIN, KTP liar bisa dibenahi. Kalo KTP liar udah bisa dibenahi secara nasional, maka orang bisa ngurusin masalah2 non-pemerintah dengan hanya tunjukkin KTP aja, gak perlu sebutkan SIN.

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

minmerry's picture

Mas Wawan, CS...

Mas Wawan, sama nih... Malah kasus Mas Wawan sama persis dengan yang Min alami. Min membeli voucher yang harus diisi sendiri. Malam itu Min malas mencari koin logam, maka Min menggunakan penggaris plastik (yeah..). Alhasil, bukan hanya segelnya, namun angka kode yang tertera ilang satu. Bueeehhh. Saat itu Min masih duduk di kelas SMU 3, dan voucher yang Min beli itu 100rb. Dan saat itu Min sangat kangen dengan seseorang dan ingin texting to him. (*blushing*)

So, Min minta Mum nemenin ke Gapari Telkomsel. Sebelumnya, Min masih nekat mencoba coba menebak angka yang hilang. Kali ke 2, operator mengatakan akan memblokir nomor jika itu terus dilakukan. So, as suggestion from my brother, Min ke Grapari. Saat itu Min menunggu sekitar lima menit. Dan Min menyerahkan voucher nya pada CS. CS nya berkata "Jika nomor kode di voucher ini memang belum pernah diisi, nilai voucher bisa anda dapat kembali."

So, dia cek di komputer. Memasukkan kode yang hanya dia yang tahu. Dan dia confirm, bahwa voucher itu memang masih virgin dan memang masih bernilai 100rb. Dia juga melacak kode yang disegel (yang min gores hingga hilang) dalam voucher itu. Then i got back the 100rb pulsa.

Just simply like that.

 

So, Mas wawan, i'm 100% sure, seharusnya mereka bisa melacak nomornya, berdasarkan pengalaman pribadi Min. It means, CS yg menangani mslh Mas Wawan yang punya masalah, malas, dsb.

Dan Min puas, dia secara langsung meng-confirm, Min datang bukan untuk menipu, but a honest customer.

 

***

Satu kali, guru paduan suara Min (dulu) pernah meminta di cek kan nomor rekening atau semacamnya dari data CS sebuah Bank. Dan CS ini menolak, katanya ga bisa. Guru Min ini melihat ada unsur "malas" dan menganggap enteng. DIa langsung menggertak dan membentak CS nya. Dia meminta manager keluar.

Dan finally, menurut CS, tiba tiba saja, komputernya "bisa" menyajikan data yang dia minta.

***

Haiz...

Min pernah telp ke PLN. Nah, ga ada abisnya nih kalo ngomongin pemadaman.

Min telp ke pengaduan pemadaman. Dan saat Min tanya, kira kira jam berapa listrik akan datang, dan ini sudah pemadaman hampir 8 jam. OH, percayalah, tanpa berkata apa apa, dia menutup telepon.

Ga abis pikir deh, apakah mereka merasa wajar mematikan listrik 12 jam sehari dan mengharapkan ga ada telp pengaduan?

All i want to scream to them is, "You guys are so going to Hell." Oh yes they are. Hehe.

 

*Tariknapas...*
 

 

 

logo min kecil

__________________

logo min kecil

KEN's picture

Pak Wawan: Itulah Indonesia...

Males, ga disiplin, ga ada kesadaran diri, ga ada keseriusan, moral 'enteng', mau 'show up' aja tapi kerja teledor dan selebor, masih banyak lagi deh yang kalo dikasih tahu tapi kayaknya tempe mulu yang dipertahankan, emang mental tempe!

king heart's picture

Kebodohan model lain

Saya dan istri, karena beberapa alasan mempunyai beberapa nomor dengan operator berbeda. Ada Fren, XL, Simpati, Mentari, IM3 dan Esia. Kami membeli nomor nomor tersebut di beberapa kota yang berbeda.

Sebenarnya kami hendak membuang beberapa nomor, namun tertunda tunda disebabkan rasa sayang. Agar tidak membuat ribet kami memakai HP China yang bisa diisi 2 sim Card. Murah meriah pokoknya.

Suatu hari ketika Hp saya titipkan di tas istri, karena kami akan makan di sebuah mall. Tak dinyana, tas istri "disambar' orang tanpa kami ketahui, mungkin karena lagi menikmati makanan dengan rakus.

Saya kemudian melaporkan ke masing masing CS, jawabannya ternyata seragam yaitu  harus diurus di kota asal kartu dibeli. Embel embelnya lagi lagi semuannya seragam, penggantian kartu tidak bisa selesai dalam 1 hari.

Akhirnya hanya nomor Jakarta yang saya urus penggantiannya. Yang lainnya dibuang dengan sukses !! Ha ha ha

 

 

 

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?

__________________

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?

Purnawan Kristanto's picture

Blame Theory

Soal kebodohan karena menggosok voucher fisik terlalu kuat, saya mendapatkan pencerahan dari tulisan teman saya di sini.  Dia menulis tentang asal-usul "Blame Theory." Intinya, kalau ada keluhan pelanggan, maka bebankan kesalah kepada pelanggan.

Suatu ketika ada perempuan yang membeli kopi panas di coffe shop. Ketika dibawa, kopi ini tumpah dan mengenai badan di pembeli.  Kalau menurut teori ini, maka kesalahan akan diletakkan pada konsumen. "Bodoh sekali sih kamu. Bawa kopi saja nggak becus. Salah sendiri kalau kamu kena kopi panas."

Untunglah kejadiannya di Amerika. Dan ketika diperkarakan, konsumen yang menang. Selain mengeluarkan ganti rugi, pemilik coffe shop wajib menerakan tulisan "Caution I’am Hot"pada gelas kopinya.

Saya yang sedang berusaha mengurangi kebodohan saya lalu berpikir, alangkah eloknya kalau pada kartu voucher itu ditulis: "Janggan menggosok terlalu keras."

 

All About Writings

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Hannah's picture

Blame Game dimulai :-)

Menurut gw seh produsennya yg seharusnya memperbaiki kualitas produk mereka. Masak baru digosok pake duit logam aja angkanya pada belepetan kemana2? Kalo voucher cuma berapa rebu doang sih mendinglah tinggal elus dada sambil ngedumel tapi kalo yg puluhan atau ratusan ribu kan sayang tuh, duit segitu bisa buat ngebakso berapa mangkok coba??

"Literary interpretation is in the eye of the beholder."

__________________

“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi

antowi's picture

Pascabayar sama saja

Terkadang ada yang menyarankan untuk berpindah ke layanan pasca bayar karena bisa mendapatkan prioritas. Tapi ternyata layanan yang menjengkelkan sama saja.

Saya pernah memakai pasca bayar dari operator berbintang iklan monyet (sebelum di ganti Luna Maya kemudian pacar Yuni Shara --biar berakhiran a --) Kemudian Hp di pinjam orang tanpa izin dan dikembalikan.

Akhirnya saya meminta blokir ke kustomer servis. Karena kantor saya masih di Ruko Roxy Mas jadi nggak perlu biaya seperti Pak Wawan untuk menuju ke tempat pengaduan konsumen. Saya memang dilayani dengan baik dan dijanjikan bahwa nomor benar - benar sudah diblok saat itu dan mendapatkan penggantian kartu SIM. Namun ternyata kartu pengganti baru bisa aktif keesokan harinya. Ketika datang tagihan, ternyata kartu yang lama tetap bisa dipakai pada rentang waktu janji "nomor sudah benar - benar terblokir" sampai dengan nomor pengganti telah aktif.

 

Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25

__________________

Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25

smile's picture

Mas Wawan ; sebenarnya mudah saja

Mas Wawan,...smile mau sharing....
Sebenarnya, inilh yang lebih tepat : kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah?

Sebenarnya sangatllah mudah bagi pihak operator yang bersangkutan untuk segera mengisikan secara elektronik, karena biasanya tidak ada penggantian fisik, cukup dia membaca nomerseri,maka akan bisa direload secara otomatis dan segera masuk ke nomer yang bersangkutan.

Sekali lagi smile cuma bisa mengatakan kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah, coba bila anda punya kenalan yang bekerja didalam, dalam satu menit, pulsa anda pasti sudah masuk....coba biar ga penasaran,...

dan untuk operator seharusnya lebih jeli menghadapi pelanggan. melihat pelanggan lama atau baru bisa dilihat dari nomer itu sendiri...biasanya nomer setelah 081..bisa menunjukkan pelanggan lama atau baru, sekalipun cs nya baru, tapi dia harus sudah mengetahui mana pelanggan lama(setia) atau pelanggan baru.

Jika service tidak baik, bagaimana kita tidak berpindah ke operator lain? Bukankah sekarang yang namanya operator makin kelihatan bahwa dulu untung mereka tuh seperti apa????

bayangkan berapa tahun tanpa saingan dan tanpa banting bantingan harga?? berapa yang sudah mereka keruk dari semua rakyat Indonesia, yang katanya sudah mencapai 14 - 15 juta pelanggan?

Pantes karyawannya sejahtera luarbiasa...untungnya YLKI pernah membahas tentang biaya sms yang tidak boleh melebihi dari 120rp.

Dan mengenai surat pembaca seharusnya menjadi suatu pembelajaran berharga bagi opeator terkait, apakah selalu harus dengan surat pembaca baru diurus? ya tentunya berita sudah tersebar kemana mana dong...jadi kata lain :

Harus dipermalukan baru sadar, atau sadar sebelum dipermalukan?

Tips dan tambahan..kalo beli vocer jagan digosok keras keras mas...cukup dengan mesra pun sudah terkelupas kok,..itukan hanya nempel...kalau digosok terlalu keras, ya jelas bablas sama kertas kertasnya...alias rusak bahkan bisa robek...

 

sincerely,
smile

*Penakluk sejati adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri*

 

 

 

__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"