Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

KE PUNCAK TAK SELALU MENANJAK

clara_anita's picture

Minggu lalu saya dan teman-teman mengadakan suatu perjalanan ke Bandungan. Sebagai informasi, Bandungan adalah sebuah kota kecil yang tak begitu jauh dari kota tempat tinggal kami. Kota ini berhawa sejuk dan menawarkan pemandangan yang semarak dengan bunga berwarna-warni yang indah. Kalau dibandingkan dengan ibukota, kota ini bisa disamakan dengan puncak yang penuh dengan vila.

Tapi jurnal ini tak akan membahas keindahan kota kembang ini, melainkan perjalanan saya untuk sampai ke tempat nan elok tersebut. Seperti jalan-jalan menuju ke tempat tinggi lainnya, jalan ke Bandungan pun berkelok-kelok dan cukup panjang. Sensasi perjalanannya memang masih kalah memompa adrenalin bila dibandingkan dengan menaiki roller coster, namun sudah cukup untuk menghabiskan tenaga (meski kami tidak berjalan kaki.)

Satu hal yang menarik perhatian saya adalah jalan menuju puncak yang notabene letaknya lebih tinggi tak selalu menanjak. Kadang ia menukik tutun dan berbelok. Sejenak saya berpikir, dengan jalan yang menurun seperti ini, bukankah jarak ke puncak akan semakin jauh? Mengapa jalanan tak dibuat menanjak semua, agar lebih cepat kita tiba di puncak? Mengapa lintasan di lereng gunung ini harus dibuat berkelok-kelok, dan tidak langsung lurus menuju ke puncak? Dan seperti biasa pikiran-pikiran gila saya yang "nyeleneh" terus mengalir.

Tak berselang lama, alam pikiran saya kembali ke bangku sekolah ketika saya mempelajari teori pesawat sederhana bernama bidang miring. Kata pak guru SD saya dulu, bidang miring itu berguna untuk memperkecil jumlah energi yang harus dikeluarkan untuk sampai di suatu titik yang tinggi. Konsekuensinya, jarak tempuh memang lebih jauh. Namun meskipun jauh, jarak ini memungkinkan kita mencapai puncak meski butuh waktu yang lebih lama.

Pikiran saya pun kembali berpetualang. Apakah Tuhan juga menerapkan prinsip bidang miring dalam hidup saya?

Saya merenungkan kehidupan saya beberapa tahun belakangan ini. Memang banyak jalan naik dan turun yang harus saya tempuh. Saat menanjak, biasanya saya begitu bahagia dan bersemangat menjalani hidup. Semua terlihat indah, saya merasa begitu berharga, dan seolah tak ada satupun yang dapat menghalangi rencana saya mencapai puncak. Namun kadang turunan dan kelokan terbentang di hadapan saya. Karena sudah terkonsep di pikiran saya bahwa saya harus mencapai puncak, maka saat saya harus menempuh turunan, saya cenderung frustasi karena merasa makin jauh dari puncak. Begitu juga dengan kelokan, rasanya setiap kelokan yang terbentang membawa saya semakin menyimpang dari tujuan akhir saya.

Tapi, bak jalan menuju Bandungan, semua kelokan dan turunan meski terlihat menjauhkan saya dari puncak, justru sebenarnya memampukan saya menuju puncak. TUHAN amat mengenal saya sehingga IA tahu bahwa saya tak akan mampu terus menanjak. Daya saya tidaklah terlalu besar. Maka dengan tangan kasih-Nya, IA mengijinkan saya menyusuri lembah untuk sejenak merenung dan membentuk hati. IA mengijinkan saya menempuh kelokan-kelokan, agar saya dapat semakin jernih melihat realita, dan tidak hanya berfokus pada satu titik di puncak.

... dan setiap turunan serta kelokan itu membuat saya menjadi sosok yang lebih baik ...


Mungkin hari ini atau besok saya dan Anda herus menghadapi kelokan dan turunan. Tersenyumlah dan melangkahlah. Meski terkesan menyimpang, itu adalah cara TUHAN yang penuh kasih untuk memampukan kita yang tak berdaya menuju pucak.

... saat itu dengan riang saya akan berkata TUHAN-ku yang bijaksana sedang menggunakan prinsip bidang miring ....

GBU


 

erick's picture

Bandgungan yang indah

Setuju, jalan menuju Bandgungan (Tulisannya benar begini? atau Bandungan?)jawa tengah memang mendaki. Tetapi ketika sampai di sana..... sejuta bahagia terasa. mungkin lebih, bagi yang pandai menghitung. Bidang miring berguna memperkecil energi yang dikeluarkan menuju titik yang berada di atas. Namun melalui bidang miring memiliki resiko tergelincir atau jatuh lebih sakit dari pada bidang datar.
__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

Ari_Thok's picture

Bidang Miring dan Lampu Mobil

Mmmm .. saya suka dengan perenungan kamu Clara. Ya, hidup memang berkelok-kelok, naik turun, kita harus bisa belajar meng-handle semua itu dan menjadi cakap menghadapi segala situasi di hidup kita. Pelajaran penting lain, asal kita tahu arah dan tujuan hidup kita, seperti clara yang punya arah dan tujuan ke Bandungan (ini yang bener bung Erick Tongue out), jalan yang berliku hanya proses yang harus kita lewati.

Mmm.. jadi inget ilustrasi lampu mobil di waktu malam yang hanya bisa menerangi jarak beberapa meter saja di depan kita, tapi kalau kita tahu tujuan akhir dan arah kita mau ke mana, lampu itu memimpin langkah-langkah pendek kita untuk sampai ke tujuan. Wink

__________________

*yuk komen jangan cuma ngeblog*


*yuk ngeblog jangan cuma komen*

mercy's picture

referensi dari hai hai

Dear Clara,  

Tulisan ini direkomendasikan kepada saya oleh saudara hai hai.

Saya menikmati tulisan ini dan saya memahami maksudnya, so akhirnya mau kasih komentar: good job  

Tuhan Yesus memberkati

 

Sola Gratia

__________________

 

 

 

Sola Gratia

clara_anita's picture

Dear Mercy: Thanks

Dear Mercy,

terimaksih sudah bersedia membaca blog yang sederhana dan banyak kesalahan ketiknya.

Saya senang kalau blog ini bisa menyalurkan pandangan saya pada orang lain.

Saya juga amat menikmati jurnal-jurnalnya Mbak Mercy lho

Jadi minder, karena sepertinya iman mbak Mercy sudah matang betul sedang saya masih bergumul mencari jati diri keimanan saya.

Tersanjung sekali kalu om Hai ternyata mereferensikan jurnal ini.

wah jadi tambah gedhe nih kepala :)