Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kuberjalan di samping Sahabatku

nauli_margaretha's picture

Tahun 2006, di dapur kantor yang panas sambil mendengarkan lagu Franky Sihombing, mulailah cerita ini bergulir di atas kertas. Ingin berbagi cerpen ini, dan lebih asyik kalau dibaca sambil dengar lagunya Smile. Semoga menjadi berkat tersendiri buat teman-teman.

http://www.youtube.com/watch?v=Wu9MTSTnNa0

---------------------------------

 “ Anaknya pak Sarip ? Wah, Bapakmu orang yang paling ditakuti, ketua preman di sini.” Abas, kakak laki-lakiku yang paling tua, tersenyum bangga mendengar pujian itu.

“ Perusahaan-perusahaan di sini, Bapakmu yang pegang.” Benar, Bapak adalah preman yang paling ditakuti. Wajahnya yang kata orang seram, serta badannya yang tinggi tegap, membuat siapa saja tunduk. Awalnya aku malu, tapi sekarang aku merasa sedih. 

Aku bekerja di salah satu perusahaan, dimana ‘big’ boss nya menyewa jasa Bapakku. Sesekali bapak datang untuk mengambil uang bulanannya. Kami hanya saling tersenyum kaku, lalu berbasa-basi sebentar denganku dan pergi. Istri bapakku ada dua dan anaknya ada 5 orang. Aku anak ketiga dari lima bersaudara… yang pasti, aku tidak pernah akrab dengan bapakku.

Hari ini bapak datang ke rumah untuk memberikan uang belanja. Wajahnya tampak lesu, tidak seperti biasanya.

“ Neyi, gua gak bisa kasih banyak bulan ini, lagi susah. “ Ibu hanya mengangguk pasrah.

“ Beberapa bos banyak yang nunggak, padahal duitnya banyak.” Tiba-tiba bapak menoleh ke arahku.

“ Ayu, bagaimana pekerjaanmu ?” Aku agak salah tingkah.

“ Baik pak…”

“ Bos kamu baik ?” Aku mengangguk dan berusaha tersenyum

“ Kamu kerja yang baik, Yu.” Aku kembali mengangguk

 

Pagi-pagi sekali aku sudah tiba di kantor. Hanya ada 3 orang yang sudah tiba.

“ Yu, anterin minum ke ruangan Pak Roby.” Saat pintu ruangan kerja bosku terbuka….

“ Si Anjing udah dikasih uang bulanannya..?” Hampir saja gelas-gelas ini jatuh. Aku tahu persis siapa yang mereka maksud. Mereka terdiam saat melihatku.

“ Lain kali ketuk pintu dulu. Tahu sopan-santun tidak ?!” Kupaksakan diriku untuk tersenyum tipis.

“ Maaf pak, lain kali tidak terjadi lagi.”

“ Ya sudah, keluar sana.” Sepanjang hari kukuatkan diriku untuk terus bekerja.

 

Bapak pernah bilang, Tuhan sudah meninggalkannya. Waktu itu bapak kehilangan pekerjaannya, rumah disita dan anaknya yang paling kecil ditusuk orang di pasar. Bapak juga pernah bilang kalau Tuhan hanya satu sosok yang bisu dan angkuh. Pura-pura punya kekuasaan tapi saat umatnya sedang jatuh, tidak mampu melalukan apapun. Bapak benci Tuhan, bapak benci gereja dan bapak sudah memilih jalannnya. Aku tidak malu karena orang-orang di kantor tahu siapa bapakku. Bapak sudah memilih jalannya sendiri dan aku tidak ada hubungannya dengan itu.

 

“ Bapakmu sakit parah, Yu. Sudah mau meninggal.” Langkahku terhenti sesaat. Rasa penat yang sempat kurasakan selama di perjalanan, menghilang entah kemana. Tiba-tiba ada rasa takut yang sangat dalam, yang aku sendiri tidak mengerti untuk apa ? Kembali aku melangkahkan kakiku menuju kamar.

“ Bapak ditengok, Yu. Orang sudah mau mati jangan dibenci.” Kukunci pintu kamar. Aku tidak ada hubungannya dengan ini semua. Bapak tidak pernah memerlukanku, tidak juga sekarang. Aku tidak mengenal dia.

 

“ Aku berjalan-jalan sendiri di salah satu toko buku favoritku. Tiba-tiba ada yang berdiri di sampingku.

“ Kamu masih suka ke sini yu ?” Bapak tersenyum tipis.

“ Bapak sama siapa ?”

“ Sendiri saja. Temani bapak makan yuk.” Kami duduk berhadapan dan membisu di tukang nasi goreng pinggiran, kawasan Blok M.

” Cuma kamu anak bapak yang selesai sekolahnya Yu…” Aku tersenyum tipis.

“ Dan…Cuma kamu yang tidak minta ini-itu sama bapak. Apa…bapak membuatmu malu?” Aku menggigit bibir bawah dan menggeleng cepat.

“ Bapak sudah mau mati, Ayu. Sebentar lagi menghadap Tuhan.”

“ Apa bapak akan masuk surga ? bapak sudah meninggalkan Tuhan ?” Bapak terdiam. Kulihat matanya berkaca-kaca.

“ Bapak sudah bertobat, Yu, sudah minta ampun sungguh-sungguh sama Tuhan. Setiap kali melihat kamu berangkat ke gereja dengan bersemangat,…bapak….” Ditariknya nafas berkali-kali.

“ Bapak hanya berharap Tuhan mau menerima bapak lagi. Kamu mau memaafkan bapak Yu ?”

“ Ayu tidak pernah membenci bapak, apapun yang bapak lakukan. Tuhan pasti akan menerima bapak, seperti juga Ayu.” Dua butir airmata bergulir di pipinya.

 

Penyakit bapak sudah parah, bahkan hanya mampu tiduran di kasur. Bapak memutuskan untuk tinggal di rumahku. Saat kubuka pintu kamarnya, kudengar bapak bersenandung.

“ Sampai memutih rambutku, Kau putuskan aku menutup usiaku. Kukan slalu menyembahMu, oh Yesus Tuhanku. Ku milikMu, slamanya bagi-MU.” Ku tertegun di depan pintu.

“ Kau slalu hadir saat aku rindukan Mu. Kau yang slalu setia menopangku dengan kasih setia…” Mataku terasa panas. Bukan sedih tapi bahagia, bapak sudah diselamatkan.

Seminggu kemudian bapak meninggal. Kutatap wajah tua bapakku yang dulu orang-orang bilang menyeramkan. Kini tidak lagi, tapi terlihat damai dan penuh kasih. Wajah yang kuingat, saat bapak menggendongku di pundaknya, menyemangatiku saat lomba makan kerupuk dan menjemput di sekolah saat hujan deras. Aku ingat kata-kata bapak saat di toko buku waktu itu….

“ Bapak sudah gagal menjadi orangtua. Sekarang, anggap saja bapak ini temanmu Ayu. Teman barumu.” Hari itu, aku berjalan di samping sahabatku, sahabat lamaku. Bapakku.

 

CREATED : 17/ Oktober/ 2006

__________________

Dans la vie, il ya un long chemin à parcourir. Gauche et droite n'ont pas d'importance, parce que tous les menant à la même place. L'endroit où sera ton coeur.

billy chien's picture

menyentuh

kisah yg mengharu biru...

true story TS kah?

__________________

Kerjakanlah Keslamatanmu dengan takut dan gentar...