Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Living in a Hypersexual Society

guestx's picture

(SATU)

Seorang bocah lelaki berusia sekitar 8 tahun melakukan pelecehan seksual terhadap seorang bocah perempuan usia 5 tahun.
Jika diekspos di koran, mungkin tak banyak yang berreaksi.
Orang-orang berasumsi : itu berita tentang orang pinggiran, bocah-bocah homeless dan parentless, tak penting amat dipikirkan.
Baru terhenyak ketika itu terjadi di depan mata.
Bocah-bocah manis yang rajin sekolah minggu. Di gereja kota di lingkungan yang terhormat.
Dan kejadiannya di salah satu ruang sekolah minggu yang tidak terpakai.
Orang-orang bertanya : salah siapa ? mengapa ?

-------------------------------------

(DUA)

Seorang ibu rumah tangga menjelang setengah baya bertahun-tahun tinggal terpisah kota dari suami karena tuntutan tugas dan tempat sekolah yang baik untuk anak-anak.
Suami berselingkuh dan punya WIL di kota tempatnya berkarir. Rekan sekerja. Orang-orang sekantor tahu dan menyimpannya sebagai rahasia di antara teman.
Hingga suatu ketika, ada yang membocorkan pada sang istri. Tentang perselingkuhan itu. Tentang identitas orang ketiga dalam rumah-tangga mereka.
Orang-orang menanti : kapankah dia akan melabrak suaminya ?
Itu tak pernah terjadi.
Karena sang istri pun sedang menikmati perselingkuhan dengan pria lain.
Dengan seorang teman segereja sepelayanan.

-------------------------------------

(TIGA)

Mencari jawab atas sebuah pertanyaan : bagaimana semua ini terjadi ?

Lihatlah sekitar :
Bocah-bocah berseragam putih merah cekikikan di warnet melihat gambar-gambar perempuan telanjang.
Yang punya HP diam-diam saling bertukar video 3gp dan mp4 adegan mesum.
Anak-anak perempuan berseragam putih biru bermain api dengan tubuh remajanya.
Sebagian terbakar dan menjadi statistik di survai anak SMP yang sudah tidak perawan.
Mereka yang berseragam abu-abu sudah khatam dengan tips, trik dan teknik berhubungan intim.
Otak mereka telah penuh dijejali fantasi ala trilogi "Fifty Shades".

Kita hidup di masyarakat hiperseksual.

Sehingga

Ketika kita hendak duduk manis menonton MTV Video Music Awards, kita harus menyaksikan Miley Cyrus memrotoli bajunya dan bergoyang erotik di panggung hanya dengan sejumput kain di tubuhnya.
Ketika kita hendak membeli koran pagi hari mata kita harus tertumbuk pada deretan majalah pria dan wanita dewasa bersampul The Hottest Sexiest Male/Female in the World.
Ketika kita menukar-nukar saluran TV untuk mencari berita terkini, mau-tak-mau berpapasan dengan stasiun yang menayangkan film sejenis "Sex and the City" dan talk show esek-esek di tengah malam.
Ketika kita hendak mendownload aplikasi untuk anak, di playstore tablet android ditawarkan pula aplikasi kumpulan video XXX.
Ketika kita membuka situs berita di halaman depannya terpampang link ke kanal yang isinya melulu tentang Mr.P, Ms.V dan interaksi keduanya.

Dan lagi :
Sex drive-in mulai diperkenalkan sebagai sarana legal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern.
Website yang memfasilitasi perselingkuhan semakin populer dan dengan hanya beberapa klik basis data para pencari selingkuhan segera terpapar.

Kita hidup di zaman yang mengidolakan seks.

Pemimpin negara, pemimpin umat, pemimpin bisnis dan para selebriti berlomba buat skandal seks.
Orang biasa tak jauh beda, meskipun tak harus jadi berita, tapi jadi cerita sehari-hari yang dibagikan tanpa malu-malu, tanpa perasaan dosa.
Iklan obat kuat, alat bantu seks, klinik seks dan konsultasi seks tersebar luas di media cetak dan lewat internet.
Kata "sexy" merasuk ke semua bidang : desain mobil yang sexy, kebijakan yang sexy, user interface yang sexy,...
Gagasan tentang seks bertebaran di mana-mana : di alam nyata dan di alam maya.

Seks - terlihat, terdengar, terasa - begitu nikmat.
Seks begitu menggoda.
Seks begitu terjangkau.

Herankah jika anak-anak pun ingin mencoba ?
Masihkah perlu bertanya siapa yang mengajarkan kepada mereka ?

 

# by guestx  29.08.2013

__________________

------- XXX -------