Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

MAHAR 6 SAPI

Purnomo's picture

            Kata ‘intimasi’ lebih sering membawa pikiran orang kepada hubungan intim dalam sebuah pernikahan di mana suami-istri bisa melihat tubuh pasangannya apa adanya. Makanya dalam hubungan intim ada acara buka-bukaan, seluruh pakaian dibuka ‘gitu. Kayaknya aneh deh kalau mau begituan hanya membukakan pakaian di bagian tertentu saja atau seperlunya saja. Kecuali dalam keadaan gawat darurat dan tidak jadi kebiasaan tindakan impromptu itu mungkin masih bisa dimaklumi oleh pasangannya.


             Ada tradisi unik di sebuah daerah. Jika seorang pria melamar seorang gadis, dia harus membayar orangtua si gadis dengan ternak sebagai mahar. Tiga hingga lima sapi termasuk harga yang sangat tinggi untuk seorang wanita.

             Satu kali ada seorang pria menyunting seorang gadis yang penampilannya sangat sederhana, pemalu, kepalanya selalu tertunduk dan sama sekali tidak menarik. Namun luarbiasanya, pria itu memberikan mahar kepada orangtua gadis itu sebanyak 6 sapi! Penduduk terheran-heran melihat kegilaan pria itu karena menurut mereka 2 sapi saja sudah kebanyakan.

             Beberapa bulan kemudian penduduk dibuat takjub dengan perubahan istri pria itu. Wanita itu berubah menjadi sosok wanita yang cantik, anggun, percaya diri dan sangat menarik. Melihat keheranan penduduk, pria itu berkata, "Saya benar-benar menginginkan wanita 6 sapi. Sewaktu saya membayar 6 sapi untuknya dan mulai memperlakukannya seperti wanita 6 sapi, dia mulai percaya diri dan merasa layak menjadi wanita 6 sapi. Ia mendapati dirinya sangat berharga dan itulah yang membuat perubahan di dalam dirinya."

             Saya lupa judul buku yang memuat cerita itu. Tetapi cerita ini muncul di ingatan saya ketika membaca status di sebuah wall pesbuk, “Laptop dipinjam istri dan dia merusakkannya. Istriku goooooblok sekali !!!!”, padahal dia baru setahun menikahi istrinya. Foto-foto pernikahan yang ada di pesbuknya menunjukkan kebahagiaan mereka berdua. Istrinya cantik. Memang kecantikan tidak harus berbanding lurus dengan kecerdasan. Maksud saya, bagaimana kalau kecantikan istrinya pas-pasan? Bisa saja makiannya lebih meriah dan ramai kayak pesta kembang api Tahun Baru. “Sudah jelek, goblok lagi!” Duuuh, sakitnya hati ini.

             Tetapi segoblok-gobloknya perempuan ini, suaminya jauh lebih goblok karena mengungkapkan kemarahannya ini di dinding ratapan yang kemudian mengundang cercaan pedas banyak orang.

             Mahar yang diserahkan kepada ortu calon pengantin tidak lagi populer saat ini. Mahar telah berubah bentuk dan diberikan langsung kepada calon istri dalam berbagai bentuk. Bisa jadi berupa rumah, kendaraan, perhiasan, gadget canggih, atau kalau tak punya uang paling tidak puja-puji seolah-olah dia adalah perempuan terhebat di dunia. Tetapi – ini yang sering menjadi kebimbangan perempuan untuk melangkah masuk ke sebuah pernikahan – apakah ‘sapi-sapi’ ini akan tetap bisa dia nikmati setelah pesta pernikahan? Atau berubah nama menjadi ‘6 sepi’ seperti catatan di bawah ini?


1* Sepi materi.
          Sebuah pernikahan sulit bertahan bila hanya bermodal cinta saja. Seorang istri demi cintanya mau tetap bekerja membantu suaminya mencukupi kebutuhan materi keluarganya. Tetapi – semoga tidak banyak terjadi – ada lelaki yang setelah menikah malah berhenti bekerja dan ‘mendorong’ istrinya yang mencari nafkah bahkan menjadikannya sapi perahan. Padahal waktu pacaran dia murah hati.

2* Sepi aktualisasi diri.
          Sebelum menikah dia bisa setiap minggu mengganti foto profilnya di pesbuk dengan berbagai pose dan make-up dan kekasihnya amat sangat menyukai. E e e, setelah menikah suaminya menyita semua gadget miliknya lalu menggantinya dengan hape jadul yang hanya bisa nelpon dan sms saja.
         “Jangan main pesbuk,” katanya, “purnomo bilang pesbuk bisa membunuhmu. Itu kalau kamu pria. Tetapi bagi perempuan aku bilang pesbuk itu bisa menghamilimu.”
          Nah loe !

          Jika hanya gadget masih lumayan. Tetapi betapa sepinya dunia ini bila dia juga tidak boleh lagi berhias dan mengenakan pakaian indah untuk pergi kondangan. Tidak lagi dia boleh bekerja di luar rumah atau terlibat dalam organisasi gereja. Dia tak lagi mendengar decak kagum dari sekelilingnya. Woooow sapinya, eee sepinya.



3* Sepi atensi.
             Attention (perhatian) berasal dari kata ‘attend’ – to be present at. Atensi bukan hanya sekedar tidak lupa mengucapkan selamat tinggal bila berangkat ke kantor, atau bilang ‘kamu cantik, sayang’ setiap dia siap berangkat ke pesta, atau mengucapkan ‘selamat ulang tahun’.

             Atensi seharusnya berupa komentar terhadap apa yang dilakukannya bukan untuk mengritiknya, tetapi untuk membantunya. Karena di kamus kata ‘attend’ juga berarti ‘to wait upon or accompany as a servant – as a servant bukan as a mandor, man!

             Jika seseorang memperhatikan istrinya seperti seorang supervisor terhadap bawahannya itu mengawasi; tidak boleh disebut ‘memperhatikan’ karena kata ini bertumpu pada ‘hati’ bukan ‘prestasi’.          

4* Sepi apresiasi.
             Bukan anak kecil saja yang butuh pujian sehingga ia termotivasi untuk lebih berprestasi, tetapi juga orang dewasa. Ingat saja kalau kita menulis status dan tidak ada yang nge-like, bagaimana perasaan kita? Satu dua kali is okey, tetapi kalau sampai 15 status masih mengalami nasib yang sama, memangnya masih semangat pesbukan?

             Lebih susah bagi seorang istri karena suaminya is the only one yang diharapkan menekan tombol ‘like’ tetapi cuek bebek. Bisa muncul musibah bila kemudian yang rajin memberi ‘like’ malah tetangganya. Di pesbuk ada lho orang yang diteror suaminya gara-gara rajin nge-like status istrinya.

5* Sepi komunikasi.
             Komunikasi itu bertukar informasi. Misalnya sepasang suami istri pergi ke mol. Di bagian pakaian wanita sang istri berdiri berlama-lama mencermati gaun di sebuah manekin.  Ketika suaminya mendekatinya, dia berkata kepada suaminya,
             “Sayang, gaun ini indah ya.”
             “Lalu aku harus bilang wooow ‘gitu?”
             Ya ampun, ini komunikasi ala pesbuk.

             Mungkin suami lain menjawab,
             “Betul, say, gaun itu indah. Bahannya halus, kombinasi warnanya memberi kesan ceria, jahitannya rapi, model potongannya juga up-to-date.”
             Ini juga komunikasi, tetapi komunikasi ala kantoran yang biasa terjadi antara seorang karyawan dengan bosnya yang responnya “jalan di tempat”.

             Komunikasi antara suami-istri bukan sekedar bertukar kata, tetapi masing-masing pihak harus mengerti apa yang tersirat di balik yang terucap, yang diungkapkan dalam intonasi suara, perubahan mimik, atau gerak tubuhnya.
             Dunia tak akan sepi bila si suami menjawab,
             “Say, cepetan kamu bawa ke kamar pas. Nanti kedahuluan orang lain lho.”


6* Sepi intimasi.
            Kata ‘intimasi’ lebih sering membawa pikiran kita kepada hubungan intim dalam sebuah pernikahan di mana suami-istri bisa melihat tubuh pasangannya apa adanya. Makanya dalam hubungan intim ada acara buka-bukaan, seluruh pakaian dibuka ‘gitu. Kayaknya aneh deh kalau mau begituan hanya membukakan pakaian di bagian tertentu saja atau seperlunya saja. Kecuali dalam keadaan gawat darurat dan tidak jadi kebiasaan tindakan impromptu itu mungkin masih bisa dimaklumi oleh pasangannya.
 
            Hubungan badan adalah salah satu bentuk intimasi dalam “menjadi satu daging sehingga sepasang suami-istri bukan lagi dua, melainkan satu”. Berawal dari penyatuan tubuh ini intimasi bergerak lebih dalam, masuk ke ranah pikiran, perasaan, emosi. Intimacy is when someone can share his or her most internal thoughts, feelings, and desires without fear of rejection.

            Dengan pengertian ini maka intimasi tidak boleh berhenti pada acara buka-bukaan pakaian tanpa rasa takut, tanpa kuatir diejek atau dilecehkan, tetapi juga buka-bukaan pikiran, perasaan dan keinginan terdalam yang tidak mungkin dibukakan kepada orang lain. Karena itu intimasi hanya bisa terjadi di antara sepasang suami-istri.

            Yesus pun mempergunakan konsep intimasi ini untuk menuntun pengantin perempuan-Nya agar mampu membawa kemuliaan bagi Nama-Nya:

            “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
            Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
            Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
            Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:4-7)

            Kita telah dibeli-Nya bukan dengan 6 sapi, tetapi dengan yang jauh lebih mahal: darah-Nya. Karena itu kita berusaha tidak menyia-nyiakan mahar tak ternilai yang telah dibayar-Nya.

                                                                             (12.09.2014)

** gambar diambil dari google sekedar ilustrasi

widdiy's picture

membaca tulisan ini...

saya harus bilang WOOOWWW.....