Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Nasya, Kamu Tolol

PlainBread's picture

"Minggu lalu si Nasya telpon," Kata ibuku di telepon.

Aku menarik nafas. Lalu mengeluarkannya sampai terdengar suara mengeluh.

"Minta nomor telepon, ya?" Tanyaku memastikan.

Ibuku bukan menjawab, tapi malah bertanya,"Dikasih gak?"

"Ya sudah kasih aja."

 

Sepulang kerja di pagi hari, teleponku berbunyi. Nomor Indo. Biasanya yang menelpon dari sana hanya orangtua aku dan istriku. Tapi nomor ini tidak aku kenal.

"Hello?

"Wah diangkat. Apa kabar, Banu?"

Cuma satu orang yang memanggilku dengan sebutan itu: Anasya.

"Baik. Dan kalau aku tanya apa kabar kamu, apa kamu akan kasih jawaban yang sama?'

Di ujung sana hanya terdengar tawa kecil. Tawa yang di dalamnya terkubur rasa sakit dan malu.

"Beritanya udah sampe sana ya?"

"Jangankan beritanya, Nas. Videonya juga aku sudah lihat."

Dia mendesah. Tapi bukan desahan yang dia buat di dalam video itu. Melainkan desahan yang mengantarkan keluhan.

"Aku bingung, Banu. Tolongin aku."

Aku terdiam. Aku mesti tolong apa? Aku bukan artis, apalagi pengacara terkenal.

"Kamu mau aku tolong apa, Nas?"

Di sana terdiam.

Lima detik.

Sepuluh detik.

Malah membuat aku menitis perkenalanku dengannya. Di mana aku masih SMA saat itu, dan dia sedang cantik-cantiknya walaupun belum sebegitu terkenal sampai lima-enam tahun berikutnya. Dia panggil aku Banu. Aku panggil dia Anasya atau Nasya.

Kami dulu sangat dekat, walaupun tidak berpacaran. Saat-saat sukar, di saat dia mabuk atau teler ketika habis minum atau menenggak obat, aku yang sering mengantarnya pulang. Kalau aku lagi ada masalah misalnya mendekati pimpinan majalah atau stasiun TV untuk memberikan proposal acara musik, pagelaran atau acara sosial lainnya, dia yang menolongku. Tapi kami tidak pernah berpacaran. Aku bukan tipe pria yang mau berpacaran dengan orang yang lebih tua dariku.

 

Aku mendengar isaknya. Dia menangis.

"Banu, aku gak kuat. Semua pada ngomongin aku. Bahkan aku hampir setiap hari dimaki suamiku karena masalah ini."

Aku terdiam. Sudah aku duga akan berakhir seperti ini. Aku juga tidak percaya suaminya. Bukan apa-apa. Aku tahu suaminya termasuk salah seorang pengusaha muda yang paling munafik yang aku pernah kenal. Dulu pernah ada yang bilang ke aku tentang gosip di luar sana yang bilang kalau suaminya itu sebenarnya gay. Aku tersenyum mendengar gosip tersebut.

 

"Terus?" Aku menanyakan apa lagi yang ada di pikirannya.

"Yah itu. Omongan orang di luar, aku gak kuat."

"Kamu boleh tolol, tapi jangan berkali-kali tolol."

"Hah?" Dia terkejut mendengar pernyataanku.

 

"Bukankah awal kejadian ini, akarnya, atau apa pun istilah kamu, adalah dari kebodohan kamu? Bukankah seorang wanita pun seharusnya berpikir dua kali kalau misalnya suaminya meminta untuk merekam hubungan intim yang dilakukan mereka berdua? Nah apalagi ini. Ini bukan suami kamu, dan kamu mau saja dibegitukan."

"Tapi, itu karena aku ..."

"Apapun alasan kamu, tetap itu kebodohan kamu." Aku memotong pembelaan dirinya.

"Kamu mau bilang kamu dirayu, kamu mau bilang kamu diracunin obat perangsang, atau kamu diancam, itu gak mengubah penilaian orang terhadap kamu, Nas. Apalagi aku. Face the fact: Kamu tolol." Kataku dengan sangat tajam.

Aku tahu kami berdua sudah tidak lama bertemu, apalagi bertegur sapa. Ketika pernikahanku beberapa bulan yang lalu, dia juga tidak datang. Hanya datang ke bandara saat kami berdua menuju tempat tinggal kami yang baru. Memberikan hadiah dan memeluk cium aku dan istriku.

 

"Iya. Aku tahu. Aku bodoh. Bahkan aku tolol, seperti yang kamu bilang."

Dia kembali menangis.

"Kamu tahu aku ngomong blak-blakan. Bahkan ke orang-orang yang aku sangat kenal. Termasuk kamu, Nas."

"Iya. Aku tahu."

Dia kembali menangis.

"Sekarang kamu sudah tahu kenyataannya, bahwa ini bermula dari kebodohan kamu. Jangan salahkan siapa-siapa. Jangan salahkan orang lain, jangan salahkan media, jangan salahkan suami kamu. Terima kenyataan. Itu adalah langkah pertama."

Aku tidak mendengar lagi tangisannya. Hanya mendengar di ujung sana dia menarik nafas.

"Kalau kamu anggap aku kasar, silahkan. Tapi aku ingatkan kamu. Orang-orang di luar sana sudah menghujat kamu lebih dari sekedar aku bilang kamu tolol. Dengan aku meninabobokan kamu, aku tidak bisa memberikan saran ke kamu. Jadi jangan liat kasarnya kata-kataku. Hadapi kenyataan yang ada."

Dia menarik nafas lagi.

"Iya, aku ngerti."

"Bagus." Kataku, bagaikan Pak Tino Sidin yang memuji setiap gambar anak-anak yang diterimanya.

 

"Tapi Banu, aku mesti gimana?"

"Kadang, Nas, ada saatnya kita melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah. Tapi ada saat-saat lain di mana kita gak bisa melakukan banyak hal."

Dia bergumam. Seperti baru mendapatkan pencerahan.

"Aku sudah persiapkan semua yang aku bisa. Karena aku juga bisa terseret dan karirku bisa hancur."

Aku tersenyum. Walaupun aku tahu dia tidak bisa melihat senyumku.

"Iyah, banyak orang aku yakin sudah berkata mengenai hal itu, walaupun belum pasti akan terjadi."

"Sebenarnya aku tidak peduli karirku hancur, Banu. Saat ini aku hanya ingin ketenangan di hidupku. Aku juga kasihan anakku."

"Bagus itu. Artinya kamu sudah bisa menerima kenyataan."

Dan aku melanjutkan kotbahku.

"Kamu gak usah khawatir dengan anakmu. Masyarakat di mana-mana punya short attention span. Sepuluh dua puluh tahun lagi tidak ada yang peduli dengan kasus kamu ini."

"Dan besok-besok gimana?" Tanyanya lagi, seakan masih belum siap untuk menghadapi kenyataan.

"Besok-besok, hadapi saja semuanya. Kenyataan harus dihadapi. Bahkan harus ditelan. Bukannya kamu jago nelan, Nas?" Tanyaku sambil tertawa

"Sialan kamu!" Sekarang giliran dia yang tertawa

 

"Banu, besok-besok aku telepon lagi ya. Thanks udah mau ngobrol sama aku."

"Iya aku tahu. Biayanya mahal kan. Simpan duit kamu dan suami kamu untuk hadapi semuanya." Jawabku sambil tersenyum. Aku tahu dia tahu bahwa aku sedang bercanda.

"Hahaha. Iya. Kamu pasti bisa mengira berapa banyak pengorbanan yang harus dilewati hanya karena kebodohanku."

 

"Ya sudah, sana pergi tidur. Aku sekarang kerja malam, juga pengen tidur."

"Banu, tunggu ..."

"Iya, Nas ....?"

"Boleh tanya satu hal sebelum kamu tutup teleponnya?" Tanyanya setengah memohon

"Apa tuh?"

 

Dia terdiam.

"Ngomong-ngomong, ...?"

Dia berhenti melanjutkan kalimatnya.

Aku tidak sabar, dan melanjutkan kalimatnya,"Ngomong-ngomong apa, Nas?"

Dia terdiam lagi.

"Ngomong-ngomong, kamu nonton videonya sama istri kamu, gak?"

ronggowarsito's picture

ketololan derivatif

"Ngomong-ngomong, kamu nonton videonya sama istri kamu, gak?"
"Tentu saja aku nonton sama istriku. Malah dia yang dapet videonya duluan."
"Trus dia komentar apa?"
"Dia bilang kamu dobel tolol, kalo mau bikin rekaman kayak gini mbok jangan sampai keliatan muka..."

__________________

salam hangat,
rong2

Dark Wing Duck's picture

Alternatif 2

Versi kedua (maap copas)

 

"Ngomong-ngomong, kamu nonton videonya sama istri kamu, gak?"
"Tentu saja aku nonton sama istriku. Malah dia yang dapet videonya duluan."
"Trus dia komentar apa?"
"Dia bilang kamu dobel tolol, kalo mau bikin rekaman kayak gini mbok pake High Res Video bia bisa dijual pake hologram khan lebih mahal daripada bajakan..."

dReamZ's picture

plain, true story ka?

*penasaran* ^^

PlainBread's picture

@Min, Dreamz Fiktif

Pernah denger cerita seorang bapak yang ditanya jam berapa sama anak muda disampingnya?

Bapak itu bilang dia gak mau jawab walaupun jelas dia terlihat memakai jam. Sebab katanya nanti si anak muda akan tanya macam2, lalu minta mampir ke rumah, lalu berkenalan dengan anak gadisnya, lalu akhirnya si anak muda jadi menantunya.

Seperti itulah perasaan saya kalo ditanya apa cerita yang saya tulis fiktif atau tidak. Anggap saja semuanya fiktif, begitu jawab saya. End of story :)

minmerry's picture

Tepat Sekali,

Min udah menebak, pasti akan dibales kaya gini. Hahaha. But ga bisa menahan diri untuk bertanya.

__________________

logo min kecil

lapan's picture

huahahaha endingnya

kocak... tagnya p*rn* lagi. hahahahah

susah jg ya, lagi hot2nya tuh video begituan -_-!

 

maaf komennya ga mutu, tapi pengen ketawa

sama de ama dreamz, pengalaman pribadi atau karangan nih? hehehehe

__________________

imprisoned by words...

Miyabi's picture

@PB: kebodohan dan kejahatan di era digital

Saya pernah kecopetan. Tidak menyangka tidak menduga padahal sudah selalu waspada.

Saya juga pernah kecolongan, surat cinta dari penggemar tercecer dan berakhir menempel di majalah dinding sekolah.

Saya pun tidak tahu (sebelumnya) bahwa file di memori kamera masih bisa di-retreave lagi walau sudah d-format (bukan cuma dihapus).

Saya juga pernah, karena suasana pesta piyama satu kelas yang semuanya wanita, bercanda-canda dengan geng,  bermain video kamera dan merekam sepanjang acara.

Yg kebetulan cuma kami tidak punya kamera digital, sehingga di kemudian hari dalam sebuah acara api unggun kami bisa bakar semua pita barang bukti.

Kebodohan pelaku atau teknologi digitalkah yang demikian mengubah dunia kita?

Ada lompatan besar dari analog ke digital. Banyak hal yg begitu canggih dan awam tidak terlalu cepat menangkap apa saja yang bisa membahayakan mereka.

korbannya yang tidak waspada, ataukah dunia digital yang memberi frontier baru yang seluas-luasnya bagi pelaku kejahatan?

__________________

".... ...."

PlainBread's picture

Asal Jangan Ketahuan

Dulu waktu masih suka hit sana sini, saya sering dengar cewek2 yang saya mau tiduri berbisik di telinga saya,"jangan bilang siapa2 yah". Setiap saya dengar itu, saya tersenyum sendiri. Kenapa orang takut penilaian orang2 lain daripada takut sama perbuatan yang dilakukan. Asal jangan ketahuan, demikian pikir mereka."Oh jadi kalo gak ketahuan, gak apa apa," demikian pikir saya.

Demikian juga kemaren lalu, ada pertandingan bola sewaktu ada acara BBQ di public park. Saya tanya ke seorang ibu, dimana si X, katanya beli bola. Saya nyeletuk,"udah banyak yang punya bola (maksud saya laki2), kenapa mesti beli bola lagi?" Ibu itu tertawa tapi sambil colek saya,"Hush, ada pendeta itu" sambil menunjuk si pendeta yang lagi makan BBQ gak jauh dari kami berdua. Lawakan saya sebenarnya gak lucu, tapi kenapa kehadiran seorang pendeta membuat perbedaan mengenai apa yang harus saya katakan?

Ngomong2, buat saya ketololan bukan hal yang haram. Itu adalah humane, natural banget. Semua orang melakukannya. Yang dilakukan Nasya sebenarnya tidak akan dibicarakan orang jika videonya tidak tersebar. Tapi menurut saya masalahnya bukan di situ, melainkan perbuatannya sendiri. Apa yang dia lakukan entah itu ketahuan atau gak, adalah hasil dari kebodohan dia sendiri.

Semua melakukan kebodohan. Yang kita bisa lakukan adalah belajar dari ketololan kita, agar bisa dapat poinnya atau minimal tidak mengulangi ketololan yang sama. Soal teknologi atau tidak, buat saya hanya membuat ketololan terbuka lebih cepat.

Bukankah sepuluh dua puluh tahun sudah ada hasil research yang bilang 2 dari 3 laki2 di Jakarta selingkuh, atau mayoritas pelajar SMA di Yogya (?)sudah kehilangan keperawanan mereka, namun hasil2 penelitian tersebut dibantah oleh pihak2 tertentu (penguasa, ulama, pendidik). Kenyataan memang pahit, dan ada orang lebih suka menutupi kenyataan yang pahit dengan hal2 yang indah dan manis (sugar coated). Kata pepatah kita, bangkai yang busuk cepat lambat akan tercium juga. Tapi pepatah itu kurang tepat menurut saya. Bangkai, mau tercium atau tidak, tetap bangkai.

lapan's picture

tanpa pendeta jg lucu

menurutku ibu itu bakal tetep ketawa kalo ga ada pendeta sekalipun, mgkn cukup keberadaan cewe lain, misalkan dia bilang "hush, banyak cewe tau!" :p

atau sejelek2nya dia tetep ketawa buat sopan kan u uda brusaha ngelawak masa dikacangin hehe

__________________

imprisoned by words...

DAN-DAN's picture

@Plainbread, lanjutan nya...

lanjutan nya mana?

 

DAN-DAN

__________________

Saya Suka Bebek Panggang...

PlainBread's picture

@Dan lanjutannya

Lanjutannya gak ada, karena cerita sudah berakhir. Apakah ada cerita lanjutan atau lebih detail, cuma Nasya dan Banu yang tahu.

Toh akhir ceritanya sengaja dibuat menggantung, supaya pembaca bisa membuat ending versionnya masing2.

DAN-DAN's picture

@PlainBread, gimana kalo

gimana kalo aku yang melanjutkan ceritamu?

 

DAN-DAN

__________________

Saya Suka Bebek Panggang...

PlainBread's picture

@Dan silakan

Silakan saja, Dan.

minmerry's picture

Kasian....

Hahahhaha. Fiktif? Fiktif?

Actually, kasian ma Nasya. Apa boleh buat ya? Sometimes people made a stupid stuff. Stupid mess.

 

__________________

logo min kecil

erick's picture

Cuma Jail

 Tonypaulo, Kamu Tolol

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

lapan's picture

huahahaha ada yang like!!

aduh... bruntungnya tony haiahaihaihaihia fansnya bertebaran di mana2... @_@ 

__________________

imprisoned by words...

teograce's picture

lucu

dari awal baca ceritanya, sama comment-comment di sini pingin ketawa jadinya.. hahaha... 

dan statement erick menjadi penutup yang mempermanis.. hahahaha... 

__________________

-Faith is trusting God, though you see impossibility-

lapan's picture

banget

kok jadi ke tony. wahahahahahaha kocak 

__________________

imprisoned by words...