Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Aku Bukan Penulis

iik j's picture

"Menulis membuatku gila, tidak menulis membuatku semakin gila”

 

Aku buka salah satu bungkusan kado ulang tahun dari temanku, dan terpana melihat buku di dalamnya “Harga Sebuah Impian”, sebuah buku Chicken Soup For The Writer Soul yang berisi tentang kisah nyata para penulis besar.

"Wahhhh…. Tumben dia ‘waras’ ya.. hi hi hi… jangan-jangan pas beli dia lagi kesambet" kataku sambil cengengesan.

Tidak sampai satu minggu kemudian aku telah selesai membacanya, sangat ringan, tapi sangat menginspirasi bagi seseorang yang suatu saat nanti ingin menjadi penulis besar.

Tetapi, apakah itu aku? Tentu saja bukan, jawabku dalam diam sambil menggelengkan kepala.

“Kamu ngapain sih… masak baca buku begituan kok sambil senyum dan geleng-geleng kepala?” tanya adikku

“Ih, mau tau aja…!” jawabku singkat

Aku teringat percakapanku dengan seseorang beberapa minggu sebelumnya di suatu tempat makan.

***

“Kamu punya banyak teman dari luar to ik? (maksudnya, luar gereja, luar kantor, luar perusahaan), darimana dapatnya? Pesbuk?” tanya beliau

“Nggak kok kak. Aku ga aktif di pesbuk, malahan rencana mau kututup aja akunku di sana. Aku malah dapat kenalan banyak itu di suatu komunitas blogger Kristen. Macem-macem jenis teman yang kudapat dari sana, ada yang pinter banget teologianya, ada yang pinter berdiskusi soal alkitab, ada yang baik banget orangnya… ada yang penulis terkenal, ada yang aneh, lucu, keren, wah… banyak lah. Sayangnya komunitas itu tidak kureferensikan pada banyak orang, karena tidak semua tulisan di sana membangun dan bisa menjadi berkat, takutnya salah orang, nanti bisa jadi salah kaprah”

“Mereka penulis-penulis gitu ya… kamu penulis juga?”

“Ahhhhh… nggak. Aku bukan penulis kak. Aku ‘tu iseng-iseng aja sih nulisnya. Kalau pas jiwa, hati, pikiran terasa…. “ belum selesai aku bicara

“Sesak… betul kan?” potongnya langsung

“Ha ha ha… iya. Betul betul betul…” jawabku sambil mengangguk – angguk

“Aku juga suka menulis kok Ik”

“Oya? Kok aku ga tahu kalo selama ini K’ Sil pinter menulis…”

“Sebenarnya udah dari lama, tapi kembali bergairah dalam 2 tahun terakhir ini. Tulisanku makin bervariasi sekarang, apalagi inspirasinya berasal dari berbagai tempat, terutama pertanyaan anak-anakku yang menginjak remaja itu. Wihhhhh…. Sekalinya hasrat menulis itu datang, aku ga bisa berhenti. Selama ini sih, aku share di FB, banyak teman bahkan beberapa mereka udah jadi penulis memberikan semangat besar kepadaku” ceritanya

“Wahhhhh… aku nggak nyangka! Serius!! Cuma sayangnya aku ga share satupun tulisanku di pesbuk. Tidak sama sekali. Dan  cuma teman-teman dekat yang tahu kalau aku suka iseng di komunitas blogger Kristen, yang selebihnya mengira aku ini sukanya cengengesan aja,… ha ha ha ha..”

Pembicaraan kami pun berbelok arah ke arah penulisan …

***

Menulis. Menulis. Menulis.

Aku mulai suka iseng menulis sejak kelas 2 SMA, ketika aku ditentang keluargaku waktu ingin masuk kelas bahasa (dulu A4), dan sebaliknya dipaksa masuk Biologi, dengan alasan yang tidak masuk akal bagiku. Padahal keinginan ini sebenarnya tidak aneh, karena sejak kecil rumah tempat aku dibesarkan selalu penuh buku bekas kiriman saudara-saudara yang kaya dari kota besar. Intisari, Kuncung, Kawanku, komik bergambar yang besar (dah lupa namanya apa.. tapi ceritanya bagus-bagus), buku-buku pengetahuan terbitan Gramedia, sampai Novel, tumplek bleg dan tertata rapi di almari-almari besar. Apalagi ketika Eyang Bhante (kakak nenekku yang seorang Bhiksu Budha serta  mempunyai padepokan tempat berlatih para bhiksu muda di sebelah rumah ndeso kami, he he … tempat aku ikut-ikutan beribadah), menambahi dengan buku-buku cerita anak Budha, Serial komplit Mahabarata, Ramayana, dan lain-lain, aku semakin semangat. Aku mengelolanya menjadi perpustakaan kecil di desa, dan mengajak teman-teman SD dan SMP untuk membaca bersama di rumahku. Kalau mereka membawanya pulang aku mengenakan biaya sewa Rp.10,- per bukunya. He he he.. dari kecil dah hobi ngejob, ha ha ha.

Kembali ke masa SMA. Bukannya serius belajar di kelas Biologi, aku malah lebih sering iseng mengetik tulisan termasuk cerita anak dalam bahasa Jawa, mengirimkannya di majalah bahasa Jawa dan dapat duit sekitar beberapa ribu rupiah tiap kali dimuat. Lumayan, Imajinasi kacau yang kumiliki ternyata bisa mendatangkan uang.

Ha ha ha… Iik yang aneh, dll… dsb… !! Itu komentar Wali Kelasku waktu memergokiku mendapat kiriman majalah bahasa Jawa yang biasanya dibaca orang-orang tua. Sayangnya Iik yang waktu itu bukan orang yang tahan benturan saat diejek. Karena dianggap aneh, dan ‘tidak umum’, akhirnya keisengan itu macet total bertahun-tahun.

Hingga suatu hari di tahun 1997. Satu tahun setelah bertobat lahir baru, menjadi ‘Kristen’ dan mengikuti suatu Conference gereja di Jogjakarta. Aku terkesima melihat tulisan rohani yang dibuat oleh seseorang di sana. Buatku yang masih sangat muda dalam kekristenan, tulisan itu keren, mantap, dan sangat hebat!! Sepertinya ada sesuatu ‘yang hidup’ dan ‘meluap’ dari tulisannya itu. Sampai sekarang aku tak pernah bisa melupakan isi tulisannya itu.

Ternyata tulisan Kristen itu seperti itu ya… suatu saat aku mau belajar dari dia ah… itu pikirku. Sayang, sesuatu terjadi di organisasi gereja kami, dan keinginan untuk belajar dari sang penulis itupun cuma jadi impian. Beberapa tahun kemudian, beberapa traktat hasil karya beliau akhirnya kukembangkan menjadi semacam ‘panduan dasar’ penuntun bagi Kristen pemula (sudah kuakui kutipanku yang tanpa permisi ini di blog beliau yang akhirnya kutemukan tahun 2009 lalu, bisa dilihat di blog beliau disini).

Belasan tahun berlalu, beberapa kali aku iseng menulis, namun semua hanya menjadi penghuni buku bulukan, dan PC ku. Hingga aku bertemu dengan Sabda Space ini, dan ke ‘isengan’ku menjadi-jadi.

***

Membaca Harga Sebuah Impian yang bercerita perjalanan para penulis besar, membuatku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku ingin menjadi penulis? Ah… nggak! Nggak mungkin bisa… itu tepatnya

Aku tergolong manusia ‘moody’, nggak jelas apa maunya, nggak jelas seleranya, nggak jelas semuanya lah… hi hi hi… jadi mana mungkin menjadi seseorang yang begitu konsisten menuliskan sesuatu yang ada di kepalanya, padahal kepalaku ini isinya juga kadang nggak jelas. Hi hi hi hi… rumit kan?

Menulis membuatku gila, tapi tidak menulis membuatku semakin gila… tulis seorang penulis di buku itu, dan aku ngakak waktu membacanya “aku banget’ ha ha ha… sok narsis

Hemmmmm… lalu sebenarnya tujuan kamu menulis itu apa Ik? Satu suara tiba-tiba muncul di kepalaku

“Iseng aja! Ha ha ha… “jawabku sambil tertawa

“Yang bener?” tiba-tiba suara itu bertanya lagi

“He he he … aku hanya sedang berusaha, yah entah sekacau apapun tata bahasanya… aku berusaha untuk bercerita kepada banyak orang tentang Pemberitaan Injil, tentang keselamatan yang masih terus terjadi, tentang perjuangan dalam hidup kekristenan, tentang aku, hi hi hi… yang semoga saja bisa menjadi ‘berkat kecil’ atau minimal ‘inspirasi ngawur’ atau kalau nggak ya buat warisan, jadi kalau suatu saat nanti kalau aku mati, kisah tentang seorang Iik kecil yang pernah hidup di dunia ini bisa dibaca orang, ha ha ha…” jawabku sambil tertawa sendiri

Jadi kesimpulannya?

“Ya sudah! Aku bukan penulis… itu saja! Ha ha ha ha…”

***

Iik J, 11 September 2010

 

Purnomo's picture

Iik, kamu penulis tapi

bukan profesional. Kita adalah penulis atas dasar kebisaan kita menerangkan apa yang kita pikirkan kepada orang lain melalui tulisan dengan jelas. Soal pembaca tidak sependapat itu masalah lain.

           Tetapi kita tak boleh berbangga karena kita masih penulis amatir karena baru menulis kalau sedang pingin saja. Penulis profesional adalah mereka yang menulis tanpa tergantung suasana hatinya karena mereka lebih banyak mempergunakan bahan mentah dari luar dirinya. Apa yang mereka lihat di sekitarnya ditulis faktanya dan dimaknainya. Karena itu mereka tidak pernah kehabisan bahan tulisan, seperti Pak Wawan dan Bu Paku.

          Jadi, biar amatir tetaplah menulis karena Arie Saptaji juga berangkat dari sini. Hanya saja jadi penulis profesional sudah diniatinya sejak kecil.

          Apakah seseorang yang telah menulis buku boleh disebut penulis profesional? Tidak selalu. Contohnya Sigit Susanto penulis serial buku "Menyusuri lorong-lorong dunia." Penulis mbeling (begitu dia menyebut dirinya dalam imel kepada saya) ini hanya mencatat apa yang ia lihat waktu berdarmawisata ke luar negeri yang jadi hobinya. Sebaliknya dengan NH Dini (penulis dari Kampung Sekayu sebelah Paragon) yang dalam kesendiriannya ditinggal suami dan anak-anaknya tetap tekun menulis di depan laptopnya (semoga ia masih bisa menerbitkan satu buku lagi) di sebuah panti wreda di kota Ungaran.

         Salam.

minmerry's picture

Dear Iik... :)

Iik... Its good to see u (your blog) again. Dari sesibuk-sibuknya dirimu, at least i know u still there, still here with us.

Min dulu juga seneng baca Chicken Soup.

Tapi sekarang Min kalo baca Chicken Soup rasanya ga se-tasty dulu lagi. Aneh ya? Hehehe...

Min tidak seperti IIk yang punya ketertarikkan sejak kecil. Namun kayanya yang namanya rencana Tuhan itu gak bisa ditawar. Aneh saja, dari sedemikian banyak murid, Min disuruh nulis naskah cerita untuk dikirim dalam perlombaan makalah dan kadang dikirim ke koran lokal. Ga ada satupun yang menang saat itu. Karena inisiatif itu datangnya sepenuhnya dari guru, maka tidak ada perasaan kecewa. :)

Dan awal itu membawa Min pada tugas tugas berikutnya. Jika ada tugas menulis, rasanya itu mudah sekali. Dan jika tulisan itu akan ditampilkan, atau dibacakan, Min makin show off dalam menulis. Hahaha.

Feels masih akan jauh to be a professional writter. :) But to think that mungkin suatu hari nanti, dengan ketekunan dan belajar berkali kali lipat lebih keras, nothing is impossible.

And for note, IIk tetep punya pembaca setia here. :D

Semangat Ik!!!

__________________

logo min kecil

Tante Paku's picture

Penulis sak karepe dewe

Kembali ke masa SMA. Bukannya serius belajar di kelas Biologi, aku malah lebih sering iseng mengetik tulisan termasuk cerita anak dalam bahasa Jawa, mengirimkannya di majalah bahasa Jawa dan dapat duit sekitar beberapa ribu rupiah tiap kali dimuat. Lumayan, Imajinasi kacau yang kumiliki ternyata bisa mendatangkan uang.

Aku dulu pernah juga menulis di Panyebar Semangat, Mekar Sari, Dharma Kandha, Parikesit , tapi enggak banyak, soalnya cukup sulit pakai bahasa Jawa ketimbang bahas Indonesia sih. Cuma untuk membuktikan kepada teman kalau aku juga bisa he he he akibatnya mumet dewe merangkai bahasane. Honornya memang kecil maklum lah oplahnya juga kecil.

Aku juga bukan penulis sejati, menulis sak karepe dewe, kalau tidak terdampar di SS sini, mungkin aku tidak akan menulis selamanya! Hidup memang sulit diprediksi!

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

Evylia Hardy's picture

bejo banget

Beruntung banget iik dapet buku itu. Aku sendiri dah lama nyari2 nda dapet2. Label harga msh nempel ndak ik? Kali2 aja dr labelnya bisa ketahuan belinya di mana ....

__________________

eha