Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Pesan Khusus untuk Orang-orang Tionghua

KEN's picture

Menurut sepengetahuan saya, orang-orang tionghua mulai masuk ke dalam kepulauan Sunda Kalapa pada abad 16 setelah VOC yang sudah masuk pada abad 15. Masuknya VOC dalam rangka penjajahan, sedangkan masuknya bangsa tionghua adalah dalam rangka berdagang.

Dalam pandangan VOC, bangsa tionghua memiliki begitu banyak potensi yang sangat membantu perkembangan kota Sunda Kalapa yang juga disebut Batavia yang dinamai oleh VOC dan tentunya membantu pertumbuhan ekonomi Batavia.

Akhirnya bangsa tionghua diberi kesempetan untuk bekerja sama dengan VOC dalam bidang perdagangan tetapi masih di bawah kekuasaan VOC. Pada masa itu VOC berada dalam kasta tertinggi, sementara bangsa tionghua berada di posisi kasta tingkat kedua di bawah VOC dan pribumi berada pada kasta paling bawah.

Dalam waktu singkat, pertumbuhan penduduk bangsa tionghua khususnya meningkat drastis dan cepat, sehingga menjadi suatu komunitas mayoritas terhadap pribumi di Batavia pada masa itu. Sehingga bangsa tionghua ngelunjak dalam bidang moralnya, karna merasa mereka sudah menjadi penduduk mayoritas, sehingga mereka menginjak-injak penduduk pribumi yang masih minoritas dan terbuang pada masa itu.

Akhirnya pada abad 17 tepatnya pada tahun 1740, VOC bertindak, membantai habis berkisar kira-kira 10.000 orang lebih bangsa tionghua. Mereka ada yang dibakar hidup-hidup, diperkosa dan dicemplungkan ke dalam sungai setelah dibunuh.

Kisah pembantaian orang-orang tionghua terjadi kembali pada tahun 1998 silam. Sewaktu presiden Soeharto didesak turun dari tahta kepresidennya oleh demo anarkis para mahasiswa. Mungkin ada yang bertanya, mengapa orang-orang tionghua selalu menjadi sasaran anarkis? Jawabannya adalah, memang sejak kejadian pembantaian orang-orang tionghua pada tahun 1740 silam itu, karna ulah orang-orang tionghua sendiri, yang terlalu sombong dan tak bernurani.

Mungkin ada kebanyakan orang-orang tionghua tidak setuju bahkan menuduh saya terlalu arogan, saya tidak takut, saya hanya berharap bangsa tionghua boleh belajar, bagaimana harus hidup dalam kesetaraan derajat dan tidak memandang hina dan rendah suku-suku lain yang dianggap hina, bodoh dan miskin.

KEN's picture

All: Jangan lewatkan! MetroTV;

Metro Files, Nasionalisme Dai Nippon
Hari Sabtu, 8 Mey 2010
Pkl. 19.00 WIB

Dokumenter, Jesus: His Life
Hari Sabtu, 8 Mey 2010
Pkl. 20.00 WIB

PlainBread's picture

@Ken, Anda Tionghua atau bukan?

Ken, anda seorang Tionghua atau bukan? Pertanyaan ini penting. Karena seorang Kwik Kian Gie mengkritik tionghua, tidak akan sama rasanya jika seorang Jusuf Kalla mengkritik tionghua. Otokritik itu bagus, karena kita bagian di dalamnya. Tapi akan terdengar janggal, kalau orang di luar rumah mengatakan apa yang sebaiknya dilakukan di dalam rumah.


Mungkin ada kebanyakan orang-orang tionghua tidak setuju bahkan menuduh saya terlalu arogan, saya tidak takut, saya hanya berharap bangsa tionghua boleh belajar, bagaimana harus hidup dalam kesetaraan derajat dan tidak memandang hina dan rendah suku-suku lain yang dianggap hina, bodoh dan miskin.

Mungkin saja bakal ada. Tapi kalau saya jadi anda, saya akan belajar banyak lagi soal sejarah. Saya tidak akan mengatakan anda sangat berani (baca: arogan). Palingan saya hanya melihat anda terlalu terburu2 menulis sebuah blog.

"There's always some bastards and jerks in every nation, but it doesn't necessarily make those nations are all bastards" begitu kata seseorang terkenal. Dari seluruh populasi Tionghua di Indonesia, berapa sih yang jadi pengusaha besar? Berapa yang terlihat melecehkan atau menganggap enteng suku2 lain? Sudahkah anda menghitung?

 

Dalam sejarah, sudah ada pola bahwa jika kaum mayoritas ditekan oleh penguasa, maka yang terkena imbasnya adalah minoritas. Di mana2 ini polanya sama. Jadi bukan karena minoritas petantang petenteng atau menganggap enteng suku2 lain. Bukankah yang terjadi tahun 1740 adalah masalah ekonomi, di mana banyak pabrik gula ditutup karena gejolak pasar gula di dunia?

Ada 1-2 hal minor yang saya tidak sependapat dengan anda, Ken. Misalnya soal VOC. Historically, VOC itu dibuat murni untuk berdagang, bukan untuk menjajah. Lalu soal bangsa Tionghua di Batavia, mereka jadi minoritas kok, cuma populasinya di saat itu memang meningkat karena faktor imigrasi. CMIIW.

 

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

KEN's picture

PlainB: Saya seorang tionghua

Sesuai saran Anda, saya akan pelajari ulang ttg hal ini. Namun satu hal PlainB, di banyak kasus, saya agak
muak dengan kelakuan dan cara berpikir orang tionghua 'tertentu' yg licik bahkan picik, termasuk Kwik Kian Gie sendiri, banyak ngomongnya tapi hasil kerja nol besar.

Untuk sementara segini dulu. Tengs.

PlainBread's picture

@Ken Muak & Kwik Kian Gie

Muak itu bagus, karena tanda orang berubah. Anda bisa menjadi perubahan itu sendiri di antara keluarga dan teman2 anda. Katanya bukan bad habit dan virus penyakit saja yang bisa ditularkan, tetapi juga kebiasaan baik dan pola pikir yang lebih baik bisa ditularkan ke orang lain.

Soal Kwik Kian Gie, saya tahu dia garang di luar tapi begitu pernah jadi menteri kok sepertinya jadi melempem. Saya pernah mendebat dengan orang yang terkesan pro sama dia, katanya masalah2 sewaktu jaman Mega jadi presiden itu terjadi di luar tanggung jawab KKG. Tetap waktu itu saya bilang, dia saat itu juga menjabat sebagai ketua balitbang PDIP, sedikit dari senior PDIP yang masih ada di partai. Kalo memang Mega gak pernah dengar dia sebagai ketua balitbang  atau gak pernah baca tulisan2 dia sewaktu Soeharto masih jadi presiden, kenapa dia bertahan di sana? Gak tau juga *shrug*

Walaupun begitu, saya gak bisa komen mengenai [hasil] kerja dia karena saya gak ada bersama dia sehari2 waktu dia kerja dan gak pernah menyelidiki hasl2 yang dia capai selama jadi menteri, jadi gak fair kalo saya sampe komen begitu. Tapi saya pernah membantah tulisan dia mengenai platform Presiden di sini.

 

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

tonypaulo's picture

@PB, menganalisanya akan lebih baik...

Soal Kwik Kian Gie, saya pernah membantah tulisan dia mengenai platform Presiden di sini.

Saya baru saja selesai membaca 4 artikel tulisan bapak Kwik Kian Gie (KKG) yang berjudul "Platform Presiden 2009". Saya sarankan anda untuk membaca tulisan beliau terlebih dahulu sebelum membaca tulisan saya di thread ini. Tulisan beliau terbagi ke dalam 4 artikel. Untuk artikel 1, anda bisa membaca tulisan beliau di sini:

http://koraninternet.com/webv2/lihatartikel/lihat.php?pilih=lihat&id=9870

Mengapa merasa perlu untuk menggugat tulisan beliau, karena saya percaya tulisan yang bagus adalah belum tentu menjadi suatu kebenaran. Suatu ide, pendapat atau konsep harus diuji, dan salah satu caranya adalah dengan mendengar / membaca ide tersebut dengan baik lalu mencoba melihat konsep dari konsep tulisan tersebut. Tentu saja bukan nitpicking, karena di antara semua hal yang ditulis beliau tidak semuanya mengandung kesalahan, atau setidaknya tidak semuanya berbeda dengan pendapat yang saya miliki.

Untuk memudahkan membaca tulisan ini, tulisan yang diberi warna merah merupakan tulisan KKG, dan selanjutnya yang berwarna hitam merupakan penjelasan saya atas tulisan tersebut. Marilah saya memulai.

UUD 1945 vs UUD 2002

Dalam inti tulisannya yang pertama, beliau menggugat keabsahan atau nilai konstitusional dari UUD 1945 yang telah diamandemen, yang sering disebut orang-orang sebagai "UUD 2002". Beliau menuliskan bahwa, "Demokrasi atas dasar UUD 2002 tidak mencerminkan kepribadian Indonesia, tetapi membuat beberapa orang berperilaku yang sama sekali menyimpang dari akar budaya dan nilai-nilai leluhur serta karakteristik bangsanya." Dan bagian berikut dari tulisannya adalah penjelasan beliau.

1. Demokrasi dengan pemilihan langsung sampai pada jenjang Bupati dan Camat membuat mereka merasa lebih mempunyai legitimasi ketimbang atasannnya. Atasannya merasa lebih mempunyai legitimasi ketimbang atasannya lagi dan seterusnya. Akibatnya wibawa kepemimpinan nasional terkikis.

Bapak KKG menuliskan bahwa pemilihan langsung di tingkat Bupati dan Camat membuat mereka merasa lebih mempunyai legitimasi. Ini adalah kekeliruan pertama yang saya lihat dalam tulisan beliau. "Merasa lebih mempunyai legitimasi .." dianggap sebagai efek samping dari pemilihan langsung, sehingga karena efek samping ini, maka beliau menganggap bahwa sistem ini tidak tepat.

Kalau anda minum obat batuk, lalu anda merasa ngantuk, apakah itu berarti bahwa obat tersebut bukan merupakan obat yang tepat? Efek samping dari suatu sistem tidak bisa dijadikan alasan bahwa sistem tersebut adalah salah. Apalagi jika ternyata efek sampingnya hanya merupakan "merasa lebih ..". Tentu saja jika minum obat batuk mengakibatkan kebutaan, kita bisa mengambilkan kesimpulan bahwa obat tersebut adalah berbahaya dan tidak seharusnya diminum. Tapi jika suatu sistem memiliki efek samping "merasa .." maka dapat dipastikan bahwa efek samping tersebut bisa diminimalisir, misalnya dengan membuat aturan-aturan atau UU yang bisa menegaskan bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab kepada pemimpin di atasnya, tidak terkecuali, walaupun setiap pemimpin dipilih langsung oleh konstituen mereka yang lokal maupun nasional.

Untuk itulah maka hal-hal yang lain yang dikatakan beliau bahwa "orang Indonesia yang terkenal rendah hati, humble, mendadak jadi sombong, berkelahi fisik, harta habis, .." pada tulisan berikutnya juga merupakan efek samping dari suatu pemilihan umum langsung sama saja seperti mau bilang,

"Kalau kita punya mobil BMW keluaran terbaru, lalu kita jadi sombong, itu artinya kita tidak bisa punya mobil BMW keluaran baru tersebut." Kira-kira seperti itulah yang saya bisa tangkap dari landasan berpikir KKG mengenai pemilihan umum langsung. Sesuatu yang memang patut dipertanyakan. Apakah karena kalau kita jadi kaya dan memiliki efek samping jadi sombong, lantas kita tidak bisa jadi kaya? Apakah karena kalau kita memiliki sistem pemilihan langsung dan ternyata itu berakibat bahwa ada pemimpin yang jadi sombong, lantas itu artinya bahwa pemilihan langsung adalah hal yang keliru?

Anda keliru dalam mengartikannya, anda perlu melihat sosio-kultural yang berhubungan dengan pendidikan politik di Indonesia.

Ibaratya seperti ini, jika ingin mengadaptasi sebuah sistem yang ternyata terbukti berjalan dengan baik, ada pra-kondisi atau tatanan yang harus disiapkan terlebih dahulu

Justru pak KKG menyampaikan suatu yang common sense, pra-kondisi atau prasarana pendidikan politik belum dilakukan oleh pemerintah, Amerika atau negara-negara maju, sudah melakukan pendidikan politik terlebih dahulu, dan pemilihan langsung tersebut memang tidak bisa dilepaskan dari tingkat pendidikan dan kemiskinan calon pemilihnya

Yang sudah terbukti dari analisa KKG, lihat saja fenomena calon bupati yang membagi-bagikan uang secara terang-terangan kepada masyarakat, apa menurut anda itu bukti dari kesiapan sosialisasi atau pre-implementasi dari suatu sistem secara baik? Itu jelas Money Politic

Jadi tidak ada hubungannya dengan analogi mobil BMW keluaran terbaru…

Bukan begitu bapak KKG yang saya hormati. Kekayaan tidak salah, tapi rasa sombonglah yang salah. Untuk mencegah atau meminimalisir rasa sombong bisa dilakukan dengan banyak cara, misalnya berzikir, berdoa, bersedekah, atau mengunjungi panti asuhan secara teratur untuk melihat bahwa masih banyak orang miskin yang perlu diperhatikan. Begitu juga dengan pemilihan langsung. Pemimpin yang sombong, yang tidak rendah hati, bisa dicegah dan diminimalisir dengan banyak cara, mulai dari hal yang rohani sampai kepada pembuatan UU yang mengatur masa jabatan dan lingkup kekuasaan pemimpin tersebut. Dan apakah bapak KKG yang saya hormati lupa, bahwa jaman Orba dulu, banyak pemimpin yang sombong walaupun sebenarnya mereka tidak dipilih langsung oleh rakyat? Hal ini membuktikan bahwa pemilihan langsung bukan merupakan sebab dari kesombongan, rasa hebat, dan sifat jumawa yang dimiliki oleh pemimpin-pemimpin.

Saya rasa karena anda sudah salah menangkap subtansinya, bagian ini tidak perlu ditanggapi

2. Mereka yang menyodorkan dirinya sebagai calon pemimpin praktis tidak ada yang mempunyai program yang konkret, rinci dan dapat diterapkan dalam praktek. Semuanya hanya retorik yang mengemukakan apa yang harus dicapai, tetapi tidak dapat mengemukakan bagaimana caranya mencapai tujuan dan target yang dikehendaki atau didambakannya. Mereka hanya mengemukakan what to achieve yang bagus dan indah, tetapi tidak mampu menyusun program kerja tentang how to achieve.

Ini merupakan efek samping yang kedua. Bapak KKG yang saya hormati mengatakan bahwa pemilihan langsung ini mengakibatkan para calon pemimpin praktis tidak ada yang memiliki program yang konkret, rinci, dan dapat diterapkan dalam praktek. Bapak KKG, walaupun tidak semua amandemen UUD 1945 saya setujui, tapi saya berani berkata bahwa absennya program dari para calon pemimpin bukan merupakan efek dari pemilihan langsung. Ini lebih merupakan tanggung jawab pendidikan politik kepada rakyat, bahwa para calon pemimpin harus dipilih berdasarkan program yang mereka miliki, bukan berdasarkan suara yang bagus, bukan berdasarkan gender, dan juga bukan berdasarkan kesukuan. Ini membutuhkan waktu yang lama dalam mendidik rakyat soal hal-hal ini. Karena apa? Karena pemilihan TIDAK langsung yang kita alami selama puluhan tahun sejak bangsa Indonesia berdiri, ternyata juga tidak menjamin bahwa para wakil rakyat akan memilih para pemimpin berdasarkan program yang mereka tawarkan.

Pada bagian ini anda mengerti peran dari pendidikan politik, tapi anda salah lagi menangkap subtansinya

Yang mau disampaikan, bahwa mekanisme sistem ini memang akhirnya tidak mengakomodasi kepastian kepemimpinan yang punya konsep dan strategi pembangunan, sepanjang popular dimata rakyat itu sudah cukup. Sedang jika pemilihan itu dilakukan berjenjang ada proses mekanisme seleksi yang dapat mengakomodasi kepastian kepemimpinan yang punya konsep dan strategi kepemimpinan, karena dibuat secara berjenjang.
Jadi mekanisme sistem pemilihan langsung memang sudah mempersempit kepastian kepemimpinan yang punya konsep dan strategi pembangunan dan pemberdayaan, yang akhirnya seperti memilih “kucing dalam karung”, syukur-syukur pemimpin yang terpilih punya konsep dan strategi, kalau yang dipilih seperti sosok artis JP yang secara kapabilitas akademis juga tidak jelas, mau dimana kemana daerah tersebut?

3. Pemilihan Presiden secara langsung ditentukan oleh rakyat yang mayoritasnya miskin dan kurang terdidik. Mereka menjadi obyek manipulasi oleh uang, sehingga tidak menghasilkan pemimpin yang memang mempunyai semua kualitas untuk memimpin bangsanya.

Tidak demikian dengan UUD 1945. Presiden dipilih oleh MPR yang kurang lebihnya memang sudah terpilih sebagai elit bangsa yang cukup mempunyai pengetahuan, pengalaman dan kebijakan (wisdom) dalam memilih Presiden yang paling kapabel dan paling cocok untuk memimpin bangsa ini, terutama karena sebagian dari anggota MPR adalah wakil daerah dan fungsional yang diseleksi dengan matang.

Kalau saya adalah lawan politik bapak KKG, mungkin saya akan memakai bagian tulisannya ini untuk menyerang beliau. Sayangnya beliau tidak mencalonkan diri sebagai presiden, dan untung buat saya karena saya bukan lawan politik beliau. Terlebih lagi, "rakyat yang mayoritasnya miskin dan kurang terdidik" adalah suatu kenyataan, walaupun kenyataan seringkali pahit dirasakan dan tidak enak didengar telinga.

Berdasarkan tulisan beliau, saya melihat bahwa secara singkat logika beliau adalah seperti ini:

Rakyat kurang terdidik dan miskin, jadi sepatutnya pemilihan langsung tidak diadakan. Serahkan saja proses pemilihan kepada para anggota MPR.

Jika melihat dari sosio-politik dan demi masa depan ketatanegaraan yang lebih cocok bagi Indonesia, memang secara akademis bisa dipertanggungjawabkan analisa dari KKG, terlalu cepat sehingga politik pencitraan begitu kuat mendominasi dinamika politik di bangsa ini, akhirnya dari politik pencitraan tersebut konsekuensi yang paling jelas terjadinya politik transaksional yang bersifat lebih elitis.

Walaupun memang sistem pemilihan lansung adalah bentuk pemilihan yang paling demokratis daripada sistem pemilihan tidak langsung, dengan persyaratan bahwa sudah dilakukan pendidikan politik terlebih dahulu.

Menurut saya ini bisa dianalogikan seperti ini:

Seorang anak tidak bisa mengganti bola lampu di kamarnya karena tinggi badan anak tersebut kurang tinggi dan tangannya kurang panjang untuk mengganti bola lampu. Jadi solusinya: Jangan biarkan anak itu mengganti bola lampu, tapi serahkan kepada anggota keluarga yang lain seperti bapak atau ibunya untuk mengganti bola lampu yang rusak.

Kalau saya jadi orang tua anak itu, solusi tersebut adalah menjerumuskan atau memanjakan anak tersebut. Dengan kata lain, saya akan lebih mengambilkan kursi buat anak saya supaya dia bisa berdiri di atas kursi tersebut dan mengganti bola lampu yang rusak.

Demikian juga dengan pemilihan langsung, bapak KKG. Jangan karena mayoritas rakyat miskin dan kurang terdidik, lalu anda lantang berkata bahwa serahkan saja kepada para anggota MPR yang lebih kaya dan lebih terdidik supaya mereka bisa memilih pemimpin yang tepat. Tidak, bapak KKG yang saya hormati. Rakyat harus dididik, rakyat harus disejahterakan. Dan sambil menjalani proses pendidikan dan kesejahteraan tersebut, kita tidak bisa mencabut hak rakyat dalam memilih pemimpin mereka.

Dan jangan lupa bapak KKG yang saya hormati, hanya karena anggota MPR lebih kaya dan lebih terdidik, bukan berarti mereka kebal manipulasi uang. Apakah bapak sudah melupakan Orde Baru? Jangan hanya karena rakyat menjadi obyek manipulasi uang, lalu ini bisa dikatakan sebagai alasan bahwa pemilihan langsung merupakan hal yang keliru untuk dilakukan. Aturlah dengan Undang-Undang bahwa manipulasi uang merupakan kejahatan yang harus dibawa ke depan pengadilan. Saya yakin anda setuju, bapak KKG, untuk membasmi tikus tidak seharusnya lumbung padi dibakar. Untuk membasmi praktek manipulasi uang dalam pemilihan langsung, bukan pemilihan langsungnya yang ditiadakan, tapi praktek-praktek ilegal tersebut yang harus dibasmi.

Dalam mendidik rakyat itu butuh waktu tapi nyatanya belum ada pendidikan sudah dilaksanakan, selebihnya mengenai anggota MPR itu buat saya adalah prasangka, karena secara akademis bukan sesuatu yang bisa dibahas
 

Dekrit kembali pada UUD 1945

Pada tulisan selanjutnya, beliau mengatakan bahwa dengan alasan-alasan yang sudah dijelaskan, sebaiknya kita kembali ke UUD 1945. Lalu beliau menjelaskan bahwa presiden yang terpilih harus:

* DPR dan DPD dibubarkan.
* Untuk pertama kalinya DPR dan MPR dibentuk oleh Kongres Nasional yang diselenggarakan oleh Presiden tahun 2009.
* Kongres Nasional diselenggarakan oleh Presiden 2009 dari para anak bangsa yang diseleksi dengan ketat bahwa mereka mempunyai semua kualifikasi untuk mewakili dan membela kepentingan masyarakatnya masing-masing.
* Jumlah partai politik diperkecil sampai menjadi paling banyak 5 partai
* Penghapusan semua Undang-Undang yang bertentangan dengan UUD 1945 seperti UU Otonomi Daerah.
* Penyempurnaan UUD 1945. Presiden segera membentuk Komisi Penyempurnaan Konstitusi.
* Para anggotanya ditentukan atas dasar integritas, pengetahuan dan pengalaman serta kwalitasnya sebagai manusia yang mempunyai visi jangka panjang dan manusia yang bijaksana. Mereka diseleksi dari orang-orang yang memahami kebudayaan dan nilai-nilai bangsa yang menjadi dasar dan landasan bentuk demokrasi yang paling cocok buat bangsa Indonesia. Bukan demokrasi yang direkayasa oleh National Democratic Institute bersama-sama dengan para kroni Indonesianya yang terdiri dari quasi elit bangsa.


Bayangkan, seorang presiden yang terpilih yang merupakan hasil suatu sistem yang bapak KKG katakan sebagai sistem yang keliru, disarankan untuk melakukan hal-hal yang menurut beliau bisa membawa kembali ke UUD yang konstitusional. Kekuasaan presiden yang sudah dibatasi, ternyata bisa diperluas lagi karena bisa membubarkan sebuah lembaga tinggi negara seperti DPR yang setara dengan lembaga kepresidenan, seperti pada poin pertama di atas. Apakah ini logika berpikir yang keliru, atau saya yang terlalu bodoh untuk memahami tulisan bapak KKG?

Lagipula, seperti yang saya paparkan di atas sebelumnya, alasan-alasan yang diangkat oleh beliau dalam menanggapi amandemen UUD 1945 (UUD 2002), menurut saya keliru atau tidak cukup kuat untuk dijadkan landasan berpijak dalam melihat "UUD 2002" sebagai inkonstitusional. Jadi tidak ada alasan lebih kuat lagi untuk selanjutnya memberikan mandat lebih besar kepada seorang presiden; siapapun dia; yang merupakan hasil pemilihan langsung, sistem pemilihan yang dipertanyakan oleh bapak KKG.

Pada tulisan selanjutnya, beliau mengangkat soal cara pemberantasan korupsi dan soal kebijakan luar negeri yang secara garis besar saya juga turut menganggukan kepala. Ada beberapa hal kecil yang sebenarnya saya bisa angkat "for the sake of argument itself". Tapi tentu saya tidak akan melakukannya karena di atas saya sudah mengatakan bahwa tulisan saya ini bukan merupakan usaha nitpicking. Karena hal-hal tersebut adalah hal kecil yang menurut saya tidak begitu berarti. Benar saya katakan benar, salah saya katakan salah.

Demikianlah tulisan ini saya buat. Tentu saya bukan merupakan lawan yang sepadan dengan bapak KKG dalam soal pengetahuan, nasionalisme, dan jasa kepada bangsa. Tulisan ini saya letakkan di sebuah forum di internet (baca: numpang), karena seperti bapak KKG, saya menuliskan ini berdasarkan hati nurani dan saya ingin banyak orang untuk membacanya. Untuk artikel-artikel selanjutnya yang beliau tulis, saya akan tanggapi di lain waktu (kalau tidak lupa).

Saya jadi heran dengan analisa anda diatas.

Sangat jelas bahwa solusi yang ditawarkan adalah solusi yang ditawarkan KKG itu menyangkut integritas dan kualitas, contohnya seperti orang-orang di KPK, yang benar-benar orang pilihan yang secara integritas serta kualitas mempunyai kapabilitas dan kualifikasi yang tepat.

Seorang nasionalis dan akademis memang akan mengusulkan hal demikian, namun sayangnya sekarang justru banyak politikus, yang tidak rela privilege nya tereliminasi

Dan selebihnya KKG bicara tentang ketatanegaraan, sedang ulasan anda tidak ada sama sekali membahas ketatanegaraan sama sekali, misalnya pemangkasan birokrasi beserta cost nya.

Sekian tanggapan saya atas tanggapan anda mengenai pandangan KKG.
Terus terang saya adalah pengagum KKG, ketika saya kuliah saya salut dia sudah berani kritis  lewat buku-bukunya walaupun Suharto masih berkuasa.

Walaupun tidak ada manusia yang sempurna namun buah pikiran nasionalisnya memiliki bobot intelektualitas dengan kapasitas dunia, termasuk sikap nasionalisnya menentang IMF dan Bank Dunia.

GBU
 

 

Luky_Gitaris's picture

Takut ada preman

Ken : Mungkin ada kebanyakan orang-orang tionghua tidak setuju bahkan menuduh saya terlalu arogan, saya tidak takut, saya hanya berharap bangsa tionghua boleh belajar, bagaimana harus hidup dalam kesetaraan derajat dan tidak memandang hina dan rendah suku-suku lain yang dianggap hina, bodoh dan miskin.

Kamu marah sama siapa sih? siapa orang tionghua yang menganggap suku lain hina, bodoh dan miskin? sampe-sampe semua orang tionghua kamu bawa-bawa.

Ken : Kisah pembantaian orang-orang tionghua terjadi kembali pada tahun 1998 silam. Sewaktu presiden Soeharto didesak turun dari tahta kepresidennya oleh demo anarkis para mahasiswa. Mungkin ada yang bertanya, mengapa orang-orang tionghua selalu menjadi sasaran anarkis? Jawabannya adalah, memang sejak kejadian pembantaian orang-orang tionghua pada tahun 1740 silam itu, karna ulah orang-orang tionghua sendiri, yang terlalu sombong dan tak bernurani.

Siapa yang terlalu sombong dan tak bernurani? sampe-sampe kamu bawa-bawa kerusuhan 1998 sebagai akibat dari kesalahan orang tionghua. Anda dengar dari yang buat kerusuhan atau anda ikut ngerusuh waktu itu.

Dr cara ngomong kamu, kesan saya hanya satu:

TAKUT ADA PREMAN.

Thx.Gbu

KEN's picture

Luky_Gitaris: Anggap aja begitu

Kalo koment tuh kira2 dong.

Kenapa?

Belajarlah membedakan preman sejati sama preman baik hati... haaaaahahahaha.....

Maaf kawan, bila Anda seorang tionghua, maka Anda adalah salah satu orang tionghua yang berpikiran picik!

Luky_Gitaris's picture

ken, sok tau

Hahahahaha, orang sok tau kalau ngomong suka asal..

Orang bertanya kamu marah sama siapa piciknya dimana ya?

Jangan geer deh gw mau denger tulisan and saran lo.. ngapain dengerin preman... hahahaha

Hahahahaha, orang sok tau kalau ngomong suka asal..

Gw orang sunda brother, asli dari bandung, lahir di bandung!! sejak kapan gw jadi orang tionghua... hahahaha, tebak2an sih boleh tapi, yang bener donk!! lihat dulu profil gw supaya tau gw tionghua atau bukan.

Jangan nafsu brother, baca dulu baik2 comment orang :)

Thx.Gbu

KEN's picture

Luky_Gitaris: Preman

Lu bukan bertanya. Lu bilang gue preman! Lupa? Lu mau tau piciknya? Perhatiin sendiri dan buktikan dan ambil kesimpulannya, di kehidupan nyata berseliuran.

Kapan gue tebak2an ama lu? Gue kan bilang "bila".

Lu yg harus baca baik2 brother!

Luky_Gitaris's picture

ken picek, loe tau arti bila?

loe kali yah tionghua yang picik.. sok ambil kesimpulan semua orang tionghua picik.. hahahahaha, loe udah bikin survey?

Ken : Kapan gue tebak2an ama lu? Gue kan bilang "bila".

Loe tau arti kata bila? hahahahaha, Ken dengan kamu berkata BILA, itu artinya kamu sedang mencoba menebak gw orang tionghua atau bukan!! masa bahasa Indonesia ngaco gitu mau ngambil kesimpulan.hahahaha

Ken : Lu bukan bertanya. Lu bilang gue preman! Lupa? Lu mau tau piciknya? Perhatiin sendiri dan buktikan dan ambil kesimpulannya, di kehidupan nyata berseliuran.

hahahahaha, ken2 jangan panas hatimu nak!! gw bilang loe preman cos omongan loe sok iye kayak preman2 KAMPUNG.. Elo yang sok tau, kok gw yang loe suruh perhatiin dan ambil kseimpulan? hahahaha, ngaco!!

Luky : Kamu marah sama siapa sih? siapa orang tionghua yang menganggap suku lain hina, bodoh dan miskin? sampe-sampe semua orang tionghua kamu bawa-bawa.

gimana masih mau jawab pertanyaan gw :)

Thx.Gbu

KEN's picture

Luky_Gitaris: Picik!

Luky, saya mau tanya, ada berapa banyak orang tionghua di SS?

Mengapa mereka tidak memberi komentar bahkan menyanggah blog saya?

Karna mereka bukan orang2 tionghua yg picik seperti Anda!

Luky_Gitaris's picture

@ken, jangan goblok

orang tidak menyanggah belum tentu setuju atau tidak setuju!!

udah jadi preman, mau jadi dukun... ckckckckckc

orang-orang tidak menyanggah, mungkin saja gak mau ngomong sama orang ngaco dan asal nuduh kayak loe.. gw aja mpe pusing ngomong ma orang gak nyambung kayak loe.. hehehehe, peace :)

hahahahaha, loe picik ken!! udah gitu sok tau!! sok preman!! terakhir sok dukun!! padahal otak loe kosong.

NB: Gw orang sunda yah, bukan tionghua(bisi maneh poho/siapa tahu kamu lupa)

Thx.Gbu