Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Saksi (Gali Kata Alkitab dalam Tinjauan Tulisan Ibrani Kuno)

Hery Setyo Adi's picture

Saksi

Kata “saksi” diterjemahkan antara lain dari kata Ibrani ‘ed (disusun dari huruf-huruf dan tanda bunyi Ibrani: Ayin-Sere-Dalet). Pada awalnya, tulisan Ibrani tidak menggunakan tanda huruf hidup, sehingga kata ‘ed tersebut tertulis ‘d (Ayin-Dalet). Dalam piktograf (tulisan-gambar) Ibrani kuno, huruf Ayin adalah gambar mata, sedangkan huruf Dalet adalah gambar pintu. Gabungan dua gambar tersebut berarti “melihat pintu”.

Apa hubungan antara kata “saksi” dan “melihat pintu”? Masyarakat Ibrani kuno memiliki kebiasaan adanya pertemuan sosial di antara mereka. Untuk keperluan itu mereka menyediakan tenda pertemuan (bandingkan adanya Kemah Pertemuan atau Kemah Suci pada zaman Musa!). Banyak orang datang ke tenda pertemuan dan mereka masuk ke dalamnya. Seseorang bisa menyaksikan bahwa di pintu itu ada orang yang datang dan memasukinya silih berganti. Suatu peristiwa yang terjadi secara nyata dan berulang-ulang, yaitu orang masuk (dan keluar) melalui pintu itu.

Jadi makna kata “saksi” adalah seorang yang melihat suatu peristiwa secara nyata dan berulang-ulang.

Kata ‘ed (saksi), ternyata diturunkan dari akar kata induk yang sama dengan kata ‘edah (disusun dari huruf-huruf dan tanda bunyi Ibrani: Ayin-Sere-Dalet-Qames-He), yaitu ‘d (Ayin-Dalet) itu. Kata ‘edah dipadankan dengan kata “umat” oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Dengan demikian makna kata “saksi” dan “umat” pada hakikatnya sama, yaitu seorang yang melihat suatu peristiwa secara nyata.
“Kamu adalah Saksi”

Dalam pasal 24 Lukas menulis ucapan Tuhan Yesus bahwa para murid adalah “saksi dari semuanya ini” (ayat 48). Menurut Tuhan Yesus, ada dua hal yang menjadi kesaksian para murid: Pertama, Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga (ayat 46). Kedua, dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem (ayat 47).

Apa yang dilakukan Tuhan Yesus supaya para murid menjadi saksiNya tanpa ragu-ragu? Ternyata, Dia tidak hanya menampakkan diri kepada para murid secara berulang-ulang. Tuhan Yesus juga membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Segala sesuatu yang telah terjadi pada Tuhan Yesus adalah penggenapan terhadap semua yang ada tertulis tentang Dia dalam kitab Taurat Musa, kitab nabi-nabi, dan kitab Mazmur (Lukas 24:44-45).

Di perikop sebelumnya ada juga kisah tentang para murid yang tidak mengenali Tuhan Yesus ketika mereka berjalan bersama menuju Emaus. Hal itu sebabkan ada sesuatu yang menghalangi mereka (ayat 16). Setelah Tuhan Yesus menjelaskan seluruh isi kitab Suci yang menuliskan tentang Dia, lalu masuk ke rumah bersama dua muridNya itu, memecah-mecah roti dan mengucapkan berkat, barulah mata mereka terbuka sehingga mengenal Dia (ayat 31).

Para murid dipersiapkan menjadi saksi bukan hanya melihat dengan nyata dan berulang-ulang segala sesuatu yang terjadi pada diri Tuhan Yesus. Mereka juga dibukakan pikirannya agar dapat melihat dengan mata “rohaninya”, sehingga mengerti bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri Tuhan Yesus sesuai nubuat Kitab Suci.

Hal menarik, bahwa kata “saksi” dan “umat” dalam bahasa Ibrani diturunkan dari akar kata induk yang sama. Apa maknanya? Seorang saksi bagi Tuhan Yesus, ia harus menjadi umatNya. Dan, seorang umat harus menjadi saksi bagiNya.

Implikasi

Bila Anda adalah umatNya, Anda adalah saksiNya. Bukankah Anda secara nyata dan berulang-ulang (bahkan terus-menerus) telah mengalami keajaiban-keajaiban Tuhan? Bukankah penyertaanNya menolong Anda dalam mengatasi badai hidup Anda? Bukankah teguran firmanNya telah menyelamatkan Anda dari jurang maut dalam kehidupan Anda? Bukankah dorongan RohNya telah memampukan Anda bangkit dari keterpurukan hidup Anda?

Seorang wanita, ibu dari dua anak, men-sharing-kan pergumulan hidupnya. Ia menikah dengan seorang hamba Tuhan. Usia pernikahannya sudah lima belas tahun. Hamba Tuhan itu sekarang sudah pensiun dari pelayanannya. Wanita itu merasa tertekan dan menderita sebagai istri dari pria itu. Ketegangan selalu terjadi di rumah tangganya. Ia merasa tidak dihargai. Suaminya tidak mau mendengar keluhannya. Bicaranya kasar dan emosinya meledak-ledak. Suaminya omong besar: bahwa ia mampu mencukupi seluruh kebutuhan hidup keluarganya. Apa yang dilakukannya? Tidak ada! Hidup keluarga itu sepenuhnya dipenuhi oleh usaha istrinya. Dalam keadaan yang sangat tertekan dan menderita, wanita itu hanya bisa datang kepada Tuhan. Ia mengadu dengan isak tangis yang tak henti-henti.

Saat menulis artikel ini saya teringat kisah itu. Jika Tuhan Yesus tidak menguatkan wanita itu berulang kali, hampir pasti dia sudah masuk rumah sakit jiwa!

Jika Anda adalah seorang wanita dan memiliki pengalaman hidup seperti wanita di atas, bukankah kekuatan itu merupakan ujud keajaiban yang Tuhan nyatakan kepada Anda dan mestinya harus Anda saksikan kepada orang lain? Jika Anda (dan Saya) adalah seorang pria dan memiliki persamaan sifat dan perilaku seperti pria itu, bukankah kesetiaan istri kita itu merupakan ujud keajaiban yang Tuhan nyatakan kepada kita dan mestinya kita segera bertobat dan menyaksikannya kepada orang lain?

Mari kita menjadi saksiNya, sebab kita umatNya!

(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi yang menggunakan berbagai sumber sebagai bahan
rujukan)

Rusdy's picture

Saksi Ndablek

Memang Tuhan itu hebat, kalo saya sih, milih saksi yang kredibilitasnya OK. Tetapi, Tuhan kita, memilih saksi bak bejana dari tanah liat yang rombeng pula.