Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

(Sekarang) Saya Takut Terbang

ebed_adonai's picture

 

Beberapa minggu yang lalu, ibu saya menelepon karena ada urusan keluarga mendadak, dan meminta saya untuk segera datang ke Medan. Memang bukan urusan yang terkait dengan masalah hidup dan mati, tapi, ya lumayan pentinglah, dan tidak bisa digantikan dengan hari lainnya. Ijin sehari pun sudah cukup sebetulnya. Saya ingat, waktu itu, dengan seribu satu alasan, saya menolak permintaan ibu saya tersebut sehalus mungkin (ibu,…maafkanlah aku anakmu yang banyak dosa ini…), hanya karena satu hal konyol yang tidak bisa saya ungkapkan kepada beliau, kalau (sekarang) saya takut terbang.
 
Pembaca yang budiman, saya bukannya tidak pernah menggunakan jasa transportasi udara sebelumnya. Dan saya juga bukan termasuk orang yang suka mabuk udara, pengidap fobia ketinggian, atau memang dasar takut naik pesawat terbang. Jujur saja, sebenarnya malah banyak nilai plusnya menggunakan pesawat terbang untuk bepergian ke mana-mana, apalagi sekarang biayanya sudah semakin murah. Lebih cepat sampai, tidak perlu mikir untuk bawa bekal, layaknya kalau anda akan bon voyage dengan kapal selama 2-3 hari, belum lagi pelayanan pramugarinya yang ramah dan cantik-cantik, sampai-sampai dulu saya suka cari-cari perhatian dengan tidak menggunakan sabuk pengaman, supaya ada kesempatan ngobrol-ngobrol gitulah, he..he.. (tapi untuk yang terakhir ini saya koreksi sedikit, sekarang ini mereka kalau dimintai permen saja masamnya minta ampun, dan sepertinya tidak betul-betul ayu lagi seperti dulu-dulu).
 
Ketakutan saya itu bermula saat saya hendak bepergian dari Pontianak dengan rute Pontianak-Jakarta-Jogja tahun 2004 silam, dengan menggunakan maskapai A**M **R, disambung dengan M*R*A*I, karena penerbangan langsungnya (menggunakan B***VI*) saat itu sudah penuh. Saat itu juga merupakan pengalaman pertama saya menikmati murah-meriahnya tarif tiket pesawat, tidak seperti tahun 80-90’an dulu, saat dunia penerbangan masih didominasi GARUDA dan MERPATI. Dari Bandara Supadio Pontianak sebenarnya perasaan saya sudah agak kurang enak, melihat langit gelap diliputi awan tebal yang menggantung rendah. Apa tidak dicancel, ya, pikir saya waktu itu. Tapi karena tidak ada pengumuman lebih lanjut dari pihak maskapai, ya sudah, saya nunut saja, waktu penumpang dipersilakan naik ke pesawat.
 
Saya ingat persis, waktu boardingnya saja saat itu sudah mulai hujan. Tapi saya kira itu bukan masalah, karena nanti kan biasanya pesawat akan menanjak sampai ke atas awan, di atas hujan, jadi tidak-masalahlah, pikir saya. Baru saja masuk ke dalam, alamaaaak, panasnya minta ampun. Walau setelah mau take off hawanya mulai sejuk, tetap saja saya berpikir, kok agak beda sekarang, seperti numpak bis ekonomi Jogja-Smg saja. Namun karena pikiran saya sudah ingin cepat-cepat sampai saja, saya tidak begitu memasukkannya ke dalam hati dan langsung duduk di kursi untuk beristirahat sebisanya (memang malam sebelumnya saya kurang tidur). And so began the nightmare. Belum berapa lama take off, pesawat diguncang turbulensi yang kuat. Ah, sudahlah, saya percepat saja ceritanya, supaya nanti tidak terkesan menakut-nakuti orang. Yang jelas, akhirnya kami tiba juga di Soekarno-Hatta, dan saya masih harus menunggu beberapa jam lagi untuk melanjutkan penerbangan ke Jogja. Dan saat duduk-duduk itulah, sambil menahan rasa lapar (karena ternyata sekarang cuma dikasih aqu* gelas dan roti alakadarnya yang benar-benar alakadarnya), saya jadi merenung sejenak. Seingat saya, dulu, jaman-jaman saya SD hingga SMU, nyang namenye naik pesawat entu dari pertama naik sampai turun mah adem, tenang kagak pake dikocok-kocok (paling cuma geter-geter sedikit), mana pramugari-pramugarinye baek-baek, sampai-sampai saya pernah melihat (ini bener lho pembaca!) seorang penumpang iseng mencolek (maaf) pantat seorang pramugari, namun pramugari itu diam saja, malah sambil tersenyum ramah berbalik ke arah si pencoleknya, sambil bertanya,”Ada yang bisa kami bantu, Pak?”, sehingga si pencolek malah jadi tersipu-sipu malu. Saya juga ingat dulu, saking teguhnya maskapai penerbangan memegang faktor keselamatan (walau harga tiket sangat mahal), sering karena hal-hal sepele penerbangan jadi ditunda, atau bahkan kembali ke bandara, saat sudah mengudara. Padahal langit cerah, dan kelihatannya semua baik-baik saja. Namun karena sudah terlalu lelah, saya tidak sempat merenungkannya lebih lanjut, dan sibuk merogoh saku menghitung-hitung sisa uang plus koin recehan (yang sempat bikin malu saya di Supadio, karena terdeteksi detektor metal), untuk beli burger di, ah, apa namanya, saya lupa.
 
Akhirnya, pesawat yang ditunggu-tunggu siap juga untuk berangkat, dan saya pun boarding lagi untuk yang ke-dua kalinya. Hari sudah mulai malam. Cuaca pun semakin memburuk. Namun karena saya menganggap pengalaman sebelumnya hanyalah kebetulan semata, kali ini hati saya pun masih tetap teguh. Baiklah pembaca, (lagi-lagi) karena alasan yang sama, kisahnya pun saya percepat saja. Akhirnya pesawat mendarat dengan mulus di Adisucipto. Namun kali ini saya turun di Adisucipto dengan dengkul gemetar, begitu juga dengan seorang ibu yang kebetulan duduk satu deret dengan saya. Saya ingat, saat pesawat dimilkshake satu jam lebih di atas tadi, entah beberapa kali si ibu meremas tangan saya, saking takutnya (suaminya malah ngorok dengan pulasnya di bangku depan, dan membuat saya terkagum-kagum melihat ketenangannya itu). Sampai-sampai saya bilang ke si ibu: “Bu, jendelanya ditutup saja, nggak usah dilihat”, karena saya lihat matanya selalu melirik ke luar jendela, yang saat itu sedang hujan petir. Saya sendiri, asli, seumur-umur naik pesawat terbang, baru kali ini dari awal sampai akhir full doa “Bapa Kami” dalam hati, plus lagu “Anak Bungsu”nya Nikita, yang saya putar berulang-ulang non-stop lewat MP3 Player saya. Dan setelah mendarat, tak henti-hentinya saya mengucap syukur kepada Allah, sambil melangkah ke luar area bandara. Malam itu saya menginap dulu di kos saya di daerah Klitren, karena sudah terlalu malam untuk ke Jombor mencari bis ke Magelang.
 
Waduh, sungguh tak terkira betapa bahagianya saya, saat saya sampai di rumah keesokan harinya. Saya peluk kedua putri kami dan istri saya erat-erat (saat itu mereka belum tahu apa yang telah saya alami), seraya berjanji di dalam hati, untuk menjadi ayah dan suami yang lebih baik bagi mereka. Kalau janji mengajak jalan-jalan akan saya tepati, kalau janji mau membelikan coklat betul akan saya belikan (putri bungsu saya paling doyan jajanan yang satu ini), gak pake alasan ntar sakit gigi atau apa, tidak mau plirak-plirik sana-sini lagi, dan segudang ikrar-ikrar lainnya. Bahkan siang itu juga saya langsung ke MA**HA** untuk membelikan istri saya daster, yang entah sudah berapa lama saya janjikan untuknya, sampai dia lupa sendiri menagihnya. Pokoknya saat itu saya betul-betul sangat mensyukuri kesempatan yang Allah berikan bagi kami untuk berkumpul bersama, yang sebelumnya sering saya anggap sebagai hal yang biasa-biasa saja, setelah sekian tahun berkeluarga.
 
Pembaca yang budiman, saya tidak bermaksud menakut-nakuti anda dengan kisah saya di atas. Ya, saya akui, sesungguhnya sayalah yang penakut (dan ibu-ibu yang duduk di samping saya waktu itu, ha3x). Kalau anda takut naik pesawat terbang, lebih baik anda tidak usah saja sekalian naik motor/mobil. Kenapa? Karena dengan naik motor/mobil pun anda bisa juga mengalami kecelakaan. Bahkan pernah saya baca (maaf lupa dari mana), secara statistik kendaraan darat justru lebih sering mengalami kecelakaan, dibandingkan transportasi udara. Mungkin saya saja yang terlalu traumatik dengan peristiwa itu.
 
Namun satu hal yang menjadi catatan saya, walaupun saya bukan seorang pakar dalam dunia aviasi, dan juga tidak sering-sering menggunakan moda transportasi udara (malah sekarang untuk urusan lintas pulau saya lebih memilih naik kapal saja), jelas ada perbedaan dalam hal kenyamanan dan keamanan dalam menggunakan transportasi udara, antara dulu (tahun 80-90’an), di masa harga tiket masih mahal-mahalnya, dan sekarang, dimana harga tiket pesawat Jogja-Jkt beda-beda tipis dengan KA Eksekutif untuk jurusan yang sama. Dan memang saya juga banyak mendengar kisah-kisah yang mirip dari teman-teman saya yang lain pengguna jasa transportasi udara (namun mereka tetap berani, dan untuk itu saya acungkan dua jempol!). Saya sampai sekarang pun masih sering merasa heran kalau mengingat peristiwa itu. Lha cuaca seperti itu kok nekat terbang. Sudah terbang pun, bukannya naik ke atas awan. Kate orang nih, itu terjadi karena mereka tidak mau rugi, apalagi harga tiket sudah sangat murah. Jadi maunya dalam kondisi cuaca buruk pun dipaksakan terbang, dan selurus mungkin, tidak nanjak-nanjak, apalagi belak-belok, supaya hemat bahan-bakar. Tidak tahulah mana yang benar pembaca. Semoga sajalah, apalagi dengan kondisi dunia penerbangan kita yang kelihatannya sudah jauh membaik saat ini, keselamatan kita tidak dijadikan tumbal sebagai ganti harga tiket yang murah.
 
…Ladies and Gentlemen, this your captain ebed_adonai speaking…we’re at 10,000 ft now,… the weather is calm,…heading for Adisucipto Airport Jogjakarta…Please remain at seat, fasten your seatbelt, and thank you for flying with SabdaSpace Air…Enjoy your flight!...
 
                                                                                                            Shalom!
__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

sandman's picture

Saya Juga Takut...

Saya takut terbang juga karena sering terjadi banyak kecelakaan, hal ini membuat saya memakai alternatif jalur transportasi yang lain, KERETA API, adalah pilihan saya ( untuk pulau jawa ) dan kapal laut (keluar pulau).

Tapi  bbrp bulan kebelakang, di media massa kita hampir selalu ada berita tentang alat transportasi di atas yang mengalami kecelakaan. Baik kereta anjlok, tabrakan ataupun cerita - cerita menyedihkan dari korban kapal tenggelam. Ini bikin miris saya juga,  akhirnya kalau dipikir2 semua itu terserah Tuhan, waktunya dipanggil mau gmn lagi.. caranya gimana terserah yang punya hidup, toh kita didunia ini cuma Turis aja.

 

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

ebed_adonai's picture

@sandman: Betul juga, sih,...

Betul juga sih. Tahun lalu saya naik kapal Marissa, dua hari digoyang ngebor di laut, sampai anak saya muntah-muntah. Namun, tarolah cuma satu jam di atas pesawat terbang, tapi dipenuhi suasana mencekam seperti itu (kalau di laut kan kita bisa jalan-jalan, cari kegiatan apa, dll), itu yang saya tidak kuat. Ini waktu itu saya malahdua kali berturut-turut mengalami perjalanan  seperti itu, yang sebelumnya tidak pernah. Kapok tenan...

Shalom!

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

king heart's picture

@Kang ebed & sandman

Menurut statistik dan pendapat para ahli transportasi, pesawat terbang merupakan kendaran teraman di dunia, paling tidak dilihat dari beberapa segi :

1. Statistik kecelakaan pesawat terbang paling sedikit dibanding yang lain, mobil, KA, kapal laut

2. Semua hal yang berurusan dengan perjalanan di angkasa telah diatur / diperlakukan sedemikian rupa sehingga demi tujuan keamanan dan keselamatan ( bandingkan dengan pengecekan alat transportasi yang lain )

3. Pengecekan kondisi pesawat dilakukan setiap akan terbang, bukan dengan rentang waktu yang ditentukan, yang lain belum tentu setiap hari.

4. Jalur penerbangan telah ditentukan, tidak bisa terbang seenak udel model lalat yang terbang sana sini, bandingkan dengan bajaj yang trotoar pun jadi, he he he

5. Jarang sekali terjadi tubrukan di udara antara satu pesawat dengan yang lain, jikapun terjadi biasanya antar pesawat, bandingkan dengan KA yang menabrak kendaraan lain akibat lupa menutup pintu perlintasan

Di luar itu masih ada alasan lain seperti biaya murah ( pas dapat, hehe he ), menghemat waktu, tidak secapek kalau naik kendaran lain. Kelemahannya mungkin kita mesti on time kalau tidak mau ditinggal, apalagi kalau tiket tidak boleh direfund.

Dengan alasan di atas, saya yang juga takut naik pesawat, akhirnya merasa bisa menetramkan diri sendiri ( menghibur diri ), sekalipun setiap naik pesawat doanya bisa jauh lebih panjang, ha ha ha.

 

 

 

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?

__________________

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?

sandman's picture

@king heart..

1. Statistik kecelakaan pesawat terbang paling sedikit dibanding yang lain, mobil, KA, kapal laut.

Kalau secara jumlah sih ok saya setuju, tapi pernah ga anda berpikir perbandingan kecelakaan dengan jumlah armada itu sendiri?

2. Semua hal yang berurusan dengan perjalanan di angkasa telah diatur / diperlakukan sedemikian rupa sehingga demi tujuan keamanan dan keselamatan ( bandingkan dengan pengecekan alat transportasi yang lain )

karena pesawat ini di angkasa makanya harus perfect check upnya, bayangin aja kalau pesawat mogok diatas udara. ( bandingkan dengan kereta mobil atau  kapal laut)

4. Jalur penerbangan telah ditentukan, tidak bisa terbang seenak udel model lalat yang terbang sana sini, bandingkan dengan bajaj yang trotoar pun jadi, he he he

saya kira semua alat transportasi mempunyai jalurnya sendiri sendiri.  Pendapatku semua jalur itu sudah benar, hanya mungkin faktor human error di transportasi yang lain lebih besar ketimbang human error pesawat.

 

 

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

Penonton's picture

Faktor keselamatan transportasi udara

kepada Yth,

 

Sekedar masukan tambahan mengenai faktor keamanan transportasi udara.

Pada dasarnya setiap pilot (termasuk juga penonton) mengetahui dengan pasti bahwa bagi peng-operasian sebuah pesawat terbang, saat-saat paling menentukan adalah, saat dimana sebuah pesawat bersiap untuk tinggal landas (take of).Sedikit saja masalah atau kesalahan pada saat "take of" akan berakibat fatal bagi penerbangan.

Itulah sebabnya, menurut data statistik hasil penyelidikan, 75% kecelakaan pada pesawat terbang terjadi pada saat pesawat hendak tinggal landas.

Pernyataan yang berpendapat bahwa kecelakaan pesawat terbang tidaklah sebanyak kecelakaan jenis kendaraan lainnya juga tidak sepenuhnya benar.Bagi negara-negara semisal Indonesia, dimana jumlah populasi pesawat terbang tidaklah banyak, hal tersebut dirasakan masih cukup masuk akal.

Lihatlah negara seperti Amerika dan Australia dimana populasi jumlah pesawat hampir menyamai populasi kendaraan bermotor.Hanya dengan +/- AU$ 25.000,00 anda sudah dapat memiliki sebuah pesawat pribadi.Urusan per-ijinan pesawat pribadi beserta ijin menerbangkan pesawat juga mudah diperoleh layaknya mendapatkan SIM (surat ijin mengemudi) kendaraan bermotor.Mungkin itulah sebabnya populasi pesawat terbang sangatlah banyak di negara-negara semisal USA dan Australia.

Dikarenakan banyaknya jumlah pesawat di sebuah negara, maka secara otomatis kemungkinan untuk terjadinya eror kesalahan di dalam sebuah penerbangan juga bertambah.

Memang berita-berita seputar kecelakaan pesawat terbang kebanyakan hanyalah meliput berita seputar kecelakaan pesawat terbang milik perusahaan maskapai penerbangan.Berita-berita seputar kecelakaan pesawat pribadi seringkali terlewatkan oleh media berita, sehingga tidak diketahui oleh masyarakat luas.Akan tetapi, tidak terliput berita bukan berarti tidak ada...

 

     "Kecelakaan Pesawat"

 

 

 

 

 

 

Khusus untuk di indonesia, kecelakaan berturut-turut ahir-ahir ini memang telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap faktor keselamatan penerbangan.

Kurangnya perhatian terhadap pentingnya penerapan "groud standard proccedure" terbukti berakibat fatal.Gara-gara malas memeriksa keadaan sebuah pesawat secara rutin, nyawa penumpang menjadi taruhannya.

Masih ingat di dalam pikiran kita tentang larangan terbang yang diberlakukan terhadap maskapai penerbangan asal Indonesia.Menurut berbagai sumber, larangan tersebut diberlakukan oleh karena minimnya perawatan terhadap pesawat-pesawat milik maskapai penerbangan yang dimaksud.

Lho....gara-gara minim perawatan kok sampai dilarang terbang?

Nah ini masalahnya....

Maskapai penerbangan Indonesia banyak meng-operasikan kapal-kapal tua yang telah berusia lebih dari 25 tahun.Kapal terbang yang sudah berumur, ditambah kurangnya perawatan serta pemeriksaan rutin merupakan resep yang manjur untuk sebuah kecelakaan.

Aduh...kalau tau begitu....ngeri donk naik pesawat terbang di Indonesia?

Memang sih.....kalau mau jujur......kenyamanan para penumpang tidak bisa hanya diperoleh dari suguhan pramugari ayu nan seksi semata-mata.

Penumpang transportasi udara memang menyukai harga tiket yang murah...

Akan tetapi, apalah artinya murah jika nyawa menjadi taruhannya?

Apakah perusahaan maskapai yang memberikan tiket murah, dapat membiayai ongkos perawatan pesawat mereka?

Pilihan berada di tangan anda....

From OZ....far...far...away..

__________________

xxx

Purnawan Kristanto's picture

Angkutan udara lebih aman

Menurut penelitian, moda penerbangan justru yang paling aman dibandingkan dengan moda transportasi lain. Bayangkan berapa ribu orang yang tewas di jalan dibandingkan dengan korban yang tewas karena kecelakaan pesawat. Bahkan berdasarkan angka probabilitas, kemungkinan tewas karena kecelakaan pada angkutan darat itu lebih tinggi daripada angkutan udara.

Meski begitu, jika terjadi insiden dalam penerbangan pasti akan lebih daripada insiden nagkutan darat. Bis masuk jurang dianggap berita biasa, meskipun korbannya banyak dibandingkan dengan pesawat yang tergelincir.

Mungkin karena masih ada persepsi yang kurang pas, sehingga banyak orang merasa ngeri naik pesawat. Salah satunya tergambar pada humor ini:

Sebuah pesawat terjebak dalam badai sehingga tidak dapat melihat landasan;

Pilot: "Menara, menara, di sini pesawat kutu air nomor penerbangan XYZ, mohon panduan untuk mendarat, ganti."

Menara: "Pesawat XYZ, silakan ikuti panduan kami, ganti"

Pilot: "Roger, kami akan ikut panduan Anda, ganti."

Menara: "Ikuti kata-kata saya: Bapa kami yang ada di sorga, dikuduskanlah nama-Mu. Datanglah kerajaan-Mu......"

Satu lagi.......

Tanya: Bagaimana kita tahu sebuah maskapai penerbangan sangat buruk dalam hal keseelamatan penerbangan?

Jawab: Lihat saja calon penumpangnya. Kalau calon penumpangnya banyak yang membeli asuransi penumpang sebelum terbang, berarti maskapai itu sangat buruk.

 

 


 

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

ebed_adonai's picture

@purnawan:he..he..

Memang betul sih mas, tapi trauma itu yang sulit untuk dihilangkan bagi orang-orang tertentu yang pernah mengalaminya. Itu tulisan saya saja sudah banyak saya hilangkan detil-detil mencekamnya, supaya tidak dianggap menakut-nakuti (atau malah jadi tambah takut sendiri, walah!).

He..he..jadi ingat juga ucapan dosen saya dulu, sewaktu beliau baru sampai dari Jakarta dengan menggunakan Adam Air (saat itu reputasinya sedang jelek-jeleknya), di sebuah pertemuan di GHCC Kaliurang:

"Kalian tahu tidak, apa julukan bagi orang-orang yang mau naik Adam Air?"

"Tidak tahu, Pak!"

"Selera Pemberani..."

"Lho, kenapa disebut begitu, Pak?"

"Karena tahu terbang dari mana, tapi tidak tahu mendarat di mana..."

Shalom!

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

Penonton's picture

Tiket pesawat terbang, sudah termasuk asuransi jiwa

Setahu saya,

 

Tiket pesawat terbang memang sudah termasuk asuransi jiwa.

Memang benar, dunia penerbangan Indonesia perlu mendapat perhatian khusus.

Coba bayangkan, jika dibandingkan dengan Singapura yang mendapat julukan The Best of The Best di dunia aviasi, Indonesia malah mendapat julukan worst of The worst di Asia.

Menurut kabar kabur.....nggak ada yang lebih malas daripada teknisi Indonesia dalam hal memeriksa ground preparation.....

Makanya tidak heran, jika selama penerbangan line doa Bapa Kami selalu "on" sampai mendarat.....

Mana Tahaan....

 

From OZ....far...far...away..

__________________

xxx

Purnawan Kristanto's picture

Asuransi

Tiket pesawat terbang memang sudah termasuk asuransi jiwa.

Meski tiket sudah include asuransi, tapi di bandara masih ada perusahaan yang menjual polis asuransi. Cara menggaet konsumen kadang tidak etis. Kepada penumpang mereka berteriak: "Bawa sini tiketnya pak/bu!"

Penumpang yang baru sekali itu naik pesawat terbang kadang terkecoh. Dipikirnya itu memang wajib dibeli untuk naik pesawat mabur.


 

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

pwijayanto's picture

asuransi sekali terbang...

biasanya di bandara ditawari asuransi yang berlaku sekali terbang. Pernah mbak-nya yang cantik dan genit menawarkan asuransi itu saya tanya, "lho mbak.. kalau saya beli asuransi ini, trus nanti pesawatnya jatuh, trus saya mati, apakah mbak akan memberitahu istri saya kalau saya barusan beli asuransi dari mbak?"

saya merasa agak ngeri kalau naik pesawat "kecil" yang pakai baling-baling.... bising dan goncang-goncang. maka..  kalau naik pesawat, sy hanya mbatin.., kalau pesawat ini jatuh dan saya mati, ya biar mati saja... mau apa lagi...

mungkin memang benar, kita perlu punya iman seperti anak kecil.  anak saya tidak takut sama sekali ketika naik pesawat...

=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)

__________________

=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)

ebed_adonai's picture

@pwijayanto: sama mas...

Sama mas Pwi, ragil saya (kelas 3 SD) juga kepingin betul numpak montor mabhur (dia lahir di Jawa, jadi bahasa Jawanya lebih fasih daripada saya), sampai-sampai tahun lalu saya apusi dia supaya mau naik kapal saja ke Kalimantan, padahal saya yang takut, he..he..

Shalom!

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

ebed_adonai's picture

eh, salah tulis

halah..halah..., saya lihat-lihat lagi ternyata salah tulis, hi..hi..maksudnya besar di Jawa (aduhh,..kalau istri saya baca ini, bisa-bisa disangka saya punya anak lain di Jawa...)

Shalom! (..shema'an qoli,..adonai..)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

ebed_adonai's picture

@king heart: wahh,..

Seharusnya sih begitu memang. Tapi berbagai kasus yang terjadi, agaknya hal-hal itu kurang begitu diperhatikan pihak-pihak yang terkait. Malah saking cerobohnya, pernah ada berita (dulu) komponen pesawat yang jatuh saat sedang terbang. Ampun dah, saya pikir waktu itu. Memangnya truk, sambil jalan komponennya berjatuhan sana-sini?

Tapi saya akui, kalau sekarang ini situasinya sudah jauh lebih baik, termasuk SDMnya. Kita bisa lihat baru-baru ini ada pesawat Lion Air berhasil didaratkan dengan mulus oleh pilotnya, walau roda depannya tidak bisa keluar. Mungkin memang saya yang harus ke psikiater dulu (he2x).

Wah,..anda kok tahu banyak ya? Jangan-jangan anda mantan pegawai Adam Air yang sudah ditutup itu...Kebetulan saya perlu copilot nih,..

Shalom!

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

king heart's picture

Ha ha ha

Salah satu moda transportasi yang bisa lebih mendekatkan kita kepada Tuhan adalah pesawat terbang, karena dipastikan banyak yang khusuk berdoa ( bahkan sebelum berangkat sampai mendaratnya, kali ), yang lain lagi ( menurut cerita ) taksi yang sopirnya ugal ugalan dan yang terakhir namun tragis juga bodoh ( buat penumpangnya ) ialah bajaj.

Ini yang menarik, kenapa bajaj, sopirnya pasti kalau nyetir selonong kanan selonong kiri, si penumpang karena takutnya pasti banyak berdoa, tapi doanya tidak didengar apalagi dijawab Tuhan karena sopirnya setan. Mana mau Tuhan membantu orang yang lebih memilih setan, apalagi kadang si setan ini buta, kadang malah idiot.

Mau bukti ?

Dengar saja umpatan sopir yang kendaraannya dipotong si sopir bajaj : " Setan lu !!! ", "Dasar gak punya mata !!!!", "Dasar gak pakai otak "

 

 

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?

__________________

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?

sandman's picture

@king heart anda salah kali ini...

Bicara soal mendekatkan diri kepada Tuhan, tranportasi yang paling baik adalah bis-biss ppd yang supirnya batax, ugal2an, kejar setoran, karena anak istri di rumah menunggu. Bayangin aja semua orang berdoa untuk orang ini... bukankah itu doa yang baik? mendoakan orang lain bukan sekedar memenuhi nafsu sendiri. ...

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

ebed_adonai's picture

@penonton

Anda betul. Kombinasi dari semua yang anda sebutkan itulah, pesawat tua, pilot, teknisi, dll, yang menyebabkan terjadinya berbagai kecelakaan penerbangan di tanah air, yang mulai marak setelah banyaknya maskapai murah-meriah beroperasi.

Saya ingat dulu kasus Adam Air yang jatuh di Majene, walau ternyata bukan human error yang jadi penyebab langsung jatuhnya, namun dikatakan bahwa sang pilot (simpati saya yang sedalam-dalamnya untuk almarhum) potong kompas di udara (pilot memang berhak untuk mengubah rute, namun harus diacc oleh ATC), yang agaknya dimaksudkan untuk menghemat fuel. Pernah saya baca bahwa maskapai-maskapai tertentu memang sering menekan pilotnya untuk menghemat fuel, yang artinya menghemat biaya operasional pula (sama halnya dengan minimnya perawatan dan penggunaan komponen yang tidak laik). Mungkin itu jugalah yang dilakukan oleh pilot pesawat yang saya naiki saat itu (terbang di tengah-tengah sambaran petir), tidak mau naik ke ketinggian yang lebih aman, untuk menghemat fuel juga. Yang jelas, saya tidak mau lagi naik roller coaster bersayap seperti itu.

Banyak lagi sebetulnya penonton, yang bisa kita uraikan mengenai hal-hal semacam itu. Saya hanya heran, kenapa mereka tidak bercermin dengan maskapai-maskapai murah luar negeri, yang tidak mengorbankan faktor safety demi kemurahan harga tiket. Dan saya jadi rindu pula dengan kondisi penerbangan tahun 80-90'an dulu, yang walau armadanya (F-28, DC-9, DC-10) tidak secanggih sekarang , namun kenyamanan dan keamanan penumpang dinomorsatukan, dan pramugari-pramugarinya lebih ramah pula, ha..ha.. Semogalah situasi yang sudah agak membaik sekarang ini bisa dipertahankan dan bahkan lebih baik lagi 

Shalom!

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

Purnawan Kristanto's picture

Kerusakan Instrumen

 Saya ingat dulu kasus Adam Air yang jatuh di Majene, walau ternyata bukan human error yang jadi penyebab langsung jatuhnya, namun dikatakan bahwa sang pilot (simpati saya yang sedalam-dalamnya untuk almarhum) potong kompas di udara

Saya dengar berita menurut hasil investigasi, penyebab kecelakaan itu adalah rusaknya instrumen keseimbangan pesawat. Pilot tidak menyadari bahwa pesawat sedang menukik sekian derajat. Ketika laut sudah dekat, mereka baru menyadari itu, namun terlambat (CMIIW)

 

 

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

ebed_adonai's picture

@purnawan:Tul, mas Pur..

Tul, mas Pur. Saya pernah baca tentang hal itu, yang bisa kita konfirmasi juga dari rekaman percakapan di kokpit (katanya sih palsu, tapi saya tidak tahu), yang kebetulan pernah saya dengar sendiri. Di rekaman itu memang jelas sang pilot dan kopilot seperti kaget karena perubahan mendadak posisi pesawat (kep,..kep,..jangan dibelokin tuh,..dll).

Tapi sewaktu acara itu sedang hangat-hangatnya di tv, kalau tidak salah dengar (sudah lama sih), sebelum over banking dan menukik ke laut, itu pesawat memang sudah berada di jalur yang tidak seharusnya mas. Tidak tahulah apa itu karena kerusakan alat navigasi juga, atau keinginan pilot (mereka memang berhak untuk itu), saya lupa. Tapi yang jelas Adam Air pernah sekali benar-benar tersesat karena kerusakan navigasi dan mendarat di Tambolaka. Memang kacau, ya?

Shalom!

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

sembilan's picture

Penerbangan

Dear all,

Yang saya ketahui selama beberapa tahun belakangan ini berkecimpung di dunia penerbangan, saat yang paling kritis adalah saat mau landing. Berbeda dengan data dari 'penonton', data yang selama ini diinformasikan kepada saya dan teman2 ketika mengikuti pelatihan2 dll adalah, sampai dengan tahun 60'an, mayoritas kecelakaan udara disebabkan oleh faktor teknis. Tahun 60'an s/d 80'an, 60% dari kecelakaan terjadi pada saat approach(mendekati landasan) dan landing. Dan dari 60% itu, 80%nya terjadi pada saat leg/trip terakhir dari penerbangan hari itu.

Pada saat kita mau take-off, semua bisa diprepare dengan baik. Pesawat bisa benar2 ditempatkan di ujung landasan. Dan apabila terjadi kelainan dan pilot mengambil keputusan untuk membatalkan, masih ada sisa landasan yang mencukupi untuk pesawat itu bisa berhenti sesuai dengan perhitungan sebelumnya.

Tetapi sewaktu hendak landing, banyak faktor yang bisa mempengaruhi pilot untuk dapat mencapai target menyentuh landasan di touchdown zone (angin, hujan, turbulensi/windshear). Sehingga ketika pesawat itu gagal mencapai target, pilot akan bekerja extra keras untuk dapat landing dengan safe (plus comfort). Apalagi jika landasan yang digunakan cukup terbatas.

Mengenai kasus2 seperti yang teman2 ceritakan di atas, saya tidak dapat berkomentar lebih jauh. Semoga hal itu tidak terulang lagi.

ebed_adonai's picture

@sembilan & all

@sembilan: thks ats masukannya,..

@ all: Tadi siang, waktu menata buku di ruang perpus sekolah sambil mendengarkan siaran radio (GKL FM Magelang), ada beritamenarik mengenai komplain para pramugari, yang dianggap indisiplin (semacam itulah), karena penampilan (baca: berat badan) mereka kurang memuaskan. Satu komplain yang sempat saya dengar mengatakan, mereka kecewa karena penampilan mereka terlalu disoroti, padahal tugas mereka yang terutama di udara adalah (cmiiw) service dan safety, dan bukannya pamer paha mulus. Hmm, memang ada benarnya yang mereka katakan ini. Namun, yang namanya hal-hal yang bersifat estetis juga menunjang dalam tugas, bukan? Apalagi pada ketinggian sekian ribu kaki di atas tanah, di sebuah ruangan sempit dan tertutup, dimana tidak banyak hal-hal lain yang bisa kita lakukan, seorang pramugari yang terlatih, ramah dan anggun tentu bisa menyejukkan suasana di udara...

(Ayolah mbak-mbak pramugari, gitu aja kok marah? )

Shalom!

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

Penonton's picture

Garuda..oh..garuda.....

Salam para pembaca,

 

Jika kita mengingat-ingat kilas balik tahun 80an dimana perjalanan udara memang terkesan bagaikan sebuah hal prestise dan luxury,bepergian menggunakan pesawat udara sungguh merupakan sebuah kebanggaan bagi seseorang yang pernah merasakannya.

Pada kurun waktu tersebut selain berusaha berlomba-lomba menciptakan layanan super top bagi pelayanan transportasi udara, konon sebuah negara yang bisa menguasai teknologi aviasi, dapat berbangga hati membusungkan dada di komunitas internasional.Kata orang..... oleh karena alasan yang sama mantan presiden RI B.J Habibie bersama PT Nurtanio pernah dijadikan "anak emas" di era orde baru.

Seringkali, keberadaan sebuah maskapai penerbangan dipertahankan mati-matian demi maksud-maksud tersebut.Menurut kabar kabur Maskapai penerbangan merupakan simbol dari sebuah negara yang mapan.

Hal tersebut tentunya pernah dirasakan oleh Republik Indonesia, dimana Maskapai Penerbangan Garuda dijadikan anak emas yang sengaja dipelihara demi menjaga wibawa dan gengsi negara.

Tak peduli rugi ataupun untung Garuda harus tetap terbang di angkasa raya demi sebuah wibawa.

Waktu terus berganti , hari berganti hari, transportasi udara sebagai simbol gengsi dan transportasi pilihan bagi orang-orang berduit mulai bergeser maknanya.

Di jaman sekarang, harga tiket  perjalanan sebuah penerbangan  dapat dijangkau oleh hampir segala lapisan masyarakat.Sayangnya harga tiket yang semakin terjangkau tersebut, seringkali tidak dibarengi dengan servis yang memadai.

Semakin menjamurnya maskapai penerbangan juga menjadi alasan terjadinya "perang tarif" antara maskapai penerbangan.Kadang-kadang dengan alasan untuk menyediakan tarif tiket yang semurah-murahnya, biaya servis rutin sebuah pesawat dijadikan tumbal seadanya.

Tapi apakah betul...harga murah merupakan segalanya....?

Penulis pernah menyaksikan bahwa maskapai penerbangan Garuda dengan Boing 737 kebanggaannya "mejeng" di parking lot sebuah airport di Australia.Dalam hati tentunya saya merasa sedih, berhubung Boing 737 terlihat paling kecil dan imut di tengah kelilingan Airbus 300 maskapai penerbangan negara tetangga.

Yah...apa boleh dikata...biar hanya pake Boing 737 yang penting Garuda masih tetap bertahan......itu yang paling penting.

Demi rasa solider dan kecintaan terhadap Maskapai dalam negeri, seringkali penulis memilih menaiki Boing 737 milik Garuda, ketimbang Airbus 380 yang dimiliki oleh Singapore Airlane.

Kadang-kadang.....hati kecil ini sering juga tergoda untuk mencoba layanan maskapai dari negara tetangga.Jika dibandingkan kapal-kapal tua milik Garuda, coba lihatlah kabin Aribus 380 keluaran terbaru milik Singapore di bawah ini...

Airbus_a380_business_2

Boing 737 milik Garuda tentunya terlihat keciiiil dan gak bisa menandingi Airbus 380 yang besaaar dan waaah.....

Lama-lama kalau kualitas penerbangan dalam negri tetap seperti sekarang, ditambah banyaknya kecelakaan yang bikin ciuuut hati penumpang, gak heran jika penumpang lebih memilih maskapai penerbangan asing demi pertimbangan faktor keselamatan.

 

 

 

Membicarakan tentang maskapai penerbangan lokal semisal Garuda....

Penulis sungguh rindu saat-saat dimana Garuda masih merupakan raja di langit nusantara.Pada saat itu Garuda dengan service'nya bisa dikatakan menyamai service Singapore Airlane yang sekarang ini menyandang gelar Airlane terbaik di Dunia.

Sungguh tragis memang....

Sementara Singapore menjadi yang terbaik, tidak jauh darinya Garuda mempunyai rekord salah satu yang terburuk di dunia.Garuda dengan kapal-kapal tua'nya seakan-akan sulit bertahan.

Semoga di kemudian hari nanti......Garuda kebanggaan kita, dapat kembali menjadi raja di angkasa Republik Indonesia.

Majulah Garuda'ku....

 

 

From OZ....far...far...away..

__________________

xxx