Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

anakpatirsa's blog

anakpatirsa's picture

Pulang ke Kotamu

KULIRIK pantat kuda yang lewat, tidak kulihat popoknya. Kubaca di koran, walikota Jogja marah-marah karena menduduki bekas kencing. Ia pun mencari tahu siapa yang kencing sembarangan itu, kuda. Ia pun menyuruh kuda penarik andong di kawasan Malioboro diberi popok.

        Memang tidak semua orang suka bau pesing, tetapi bagiku, pesing atau tidak, Malioboro selalu membangkitkan kenangan. Kupikir Katon menulis Lagu Jogjakarta itu saat menyusuri lorong Malioboro. Seperti lirik lagu itu, aku merasakannya. Merasakan kerinduan yang akhirnya terpenuhi begitu kembali ke Jogja. Kota yang masih seperti dulu, seperti kata Katon. Tiap sudutnya yang begitu kukenal membuatku teringat lagi tahun-tahun kehidupanku di Jogja. Seperti katanya, tiap sudutnya menyapa bersahabat.

anakpatirsa's picture

Bajoi: Sebuah Proses Kreatif

Aku selalu ingat hari pertama melihatnya. Ketika menyusuri lorong menuju papan pengumuman, aku berpapasan dengannya. Gadis berkulit seputih susu itu bertanya dimana tempat pemeriksaan kesehatan.

        "Lurus saja," kataku.

        Setelah ia lewat, kutatap punggungnya. Batinku, gadis secantik itu kalau belum menikah, pasti sudah punya kekasih.

anakpatirsa's picture

Ada, Ja

“Kamu juga nggak datang ke pernikahanku.”

      Juga? Ada orang lain yang tidak hadir, orang yang seharusnya datang. Aku bisa menebak siapa itu.

       “Sori,” kataku, ingin kubuat seribu satu alasan.

      “Aku benar-benar nggak bisa datang,” aku menambahkan, takut ia memboikot pesta pernikahanku suatu saat nanti.

anakpatirsa's picture

Boleh, Ja

Ketika kembali, ada yang berkedip di laptopku.

      Aq blg ja hbg kmu.

      Aku tidak bisa menahan senyum. Ceritanya sangat panjang. Aku pulang kampung, ternyata teman-teman kantor sedang lembur, tetapi ada masalah koneksi ke server yang letaknya hanya beberapa kilometer dari kantor.

      “Matikan dulu komputernya, lalu hidupin lagi,” kataku.

anakpatirsa's picture

Si Bayi Kecil

SETELAH sekian lama, rasa itu kembali muncul. Satu dua tahun ini, ketika mengepak barang, aku hanya sekedar memasukan pakaian bersih ke dalam tas, tanpa ada rasa apa-apa. Tidak seperti dulu, ketika mengepak barang, ada rasa senang karena sebentar lagi bisa merasakan suasana kampung halaman.

anakpatirsa's picture

Kau

"Pulanglah, ayah mau meninggal."

"Mau mati? Koit?"

Saya tidak suka candamu. Saya tahu, kau dulu memang minta diberitahu kalau ayah meninggal, bukan kalau sakit.

"Ayah kritis."

Hening.

anakpatirsa's picture

Jakarta

        "Siang ini kamu bisa ke Jakarta?"

        Kutatap ia. Aku jarang menatap langsung muka orang. Kali ini, apa yang ia tanyakan membuatku menatapnya heran. Hari sudah hampir siang, tetapi dengan seenaknya ia bertanya apakah aku bisa ke Jakarta siang ini. Aku memang tidak perlu ikut memikirkan tiket; aku memang tidak punya barang berharga yang bisa dicuri orang; dan aku memang tidak punya kucing yang harus diberi makan selama kutinggal pergi. Tetapi hanya orang sinting yang kalau ke Jakarta seperti mau berangkat membeli pisang goreng saja.

anakpatirsa's picture

Senja

Saat paling indah di danau ini ketika langit berwarna kemerahan, ketika matahari merendahkan diri seperti mau menyembunyikan diri di balik pepohonan. Ketika itulah makhluk hutan mulai bersuara menyambut malam. Dari atas pohon, burung-burung mengeluarkan kicauan yang berbeda karena telah melewati hari dengan selamat, monyet-monyet berteriak lebih keras untuk menakut-nakuti hantu penunggu hutan.

anakpatirsa's picture

Si Bajoi dan Orang Utan

        Si kakek tidak pernah bermimpi mendapat pertanyaan seperti itu dari cucunya. Kek, orang utan itu apa? Waktu masih menjadi presiden, ia sesumbar, "Tidak akan kubiarkan cucuku mendengar kisah kepunahan harimau, badak dan orang utan. Tidak akan kubiarkan cucuku mempelajari orang utan dengan mengais-ngais sisa tulang belulangnya."

        Si kakek menarik nafas panjang. Ia harus menceritakan sebuah kisah.

anakpatirsa's picture

Ironis

        Bila Mahatma Gandhi hidup di era informasi, tetapi India masih dijajah Inggris, sepuluh menit setelah pembunuhan itu, bisa-bisa dalam sebuah Breaking News muncul berita: "Tokoh gerakan kemerdekaan India, pejuang tanpa kekerasan yang paling gigih, Mahatma Gandhi, dibunuh. Ironisnya, ia ditembak mati saat masih hidup."

anakpatirsa's picture

Lelaki yang Ususnya Terburai

        Ia berteriak-teriak di pintu neraka, mengira begitu mati langsung disambut tujuh bidadari. Bukan! Ia disambut setan merah bertanduk dan bertombak mata tiga yang langsung menendang pantatnya sehingga terperosok jatuh ke lubang neraka.

        "Ia langsung masuk neraka," kata seseorang, "Tuhan bahkan tidak mau mengadilinya, langsung melemparkannya begitu saja ke neraka,"

        "Astaga!" yang lain berseru, "Ususnya terburai keluar."

anakpatirsa's picture

Makhluk Manis di Malam Indah

        Aku tidak sedih, hanya kaget. Secepat itu? Tadi dokter memanggilku. Ingin kuprotes. Nenek ini datang bersama anak perempuan, menantu dan cucunya, mengapa aku yang dipanggil? Kuhibur diri, mungkin karena gayaku lebih mirip orang kota berduit. Ia berkata, "Ada infeksi di usus sehingga terdapat cairan asing di perutnya." Melihatku hanya diam, ia melanjutkan, "Saat ini kami hanya bisa mengatakan kondisi ibu ini sangat… sangat lemah."

anakpatirsa's picture

Si Bajoi

        "Dasar pelacur, belum diapa-apain sudah mendesah," Bajoi mengumpat dalam hati.

        Mereka baru menyepakati harga. Tiga ratus ribu untuk satu babak pertandingan bola. Sebelum mengangkangkan paha, ia pastikan jatah Bajoi dengan mengaktifkan stopwatch di ponselnya.

        Bajoi menatap tubuh berbalut kaus putih ketat dan rok pendek hitam itu.

        "Jangan lama-lama, Mas," katanya. "Ini sudah jalan lima menit."

anakpatirsa's picture

Perjalanan ke Teluk Bogam

        Kutempuh kilometer tambahan tanpa rencana. Hanya sebuah perjalanan spontan.

        Bosku berkata, "Kamu besok ke Lamandau, bisa?"

        Tentu bisa. Aku bisa berangkat besok, atau kapan pun. Aku tidak perlu minta izin siapapun. Aku bebas pergi kemana pun. Aku tidak punya binatang peliharaan yang harus diberi makan; aku tidak punya rumah yang harus ditunggui; dan aku tidak punya barang berharga yang bisa dicuri saat kutinggal pergi.

        Dan kemudian, di tengah perjalanan, aku berniat menghilang beberapa hari. Menghilang ke sebuah kampung tanpa ponsel dan internet.

anakpatirsa's picture

Sebuah Kampung di Pinggir Sungai

        Ia tersenyum.

        Kubalas dengan senyum yang bentuknya kuharap seperti mulut orang marah mencicipi mangga masam.

        Tidak terlalu sulit. Aku membenci orang-orang Humas dan Protokol. Sudah banyak cerita tingkah mereka kalau gubernur mau datang. Pagi ini kualami sendiri. Mereka datang, bertingkah seolah-olah merekalah pemilik hotel: mengutak-atik susunan ruangan, menyuruh mengganti deretan kursi depan, kemudian menempelkan jabatan orang yang pantatnya akan menempel di situ. Itu belum cukup. Seorang di antara mereka—manusia sombong dengan alat komunikasi di lubang telinga—meletakkan bara di atas kepalaku. Ia mengusirku dari lobi, berkata, "Sebentar lagi Gubernur datang, jangan bengong di depan pintu."

anakpatirsa's picture

Flashdisk

        Seseorang mengetuk pintu.

        Kubiarkan saja.

        "Gimana kabarnya?" sapaku begitu kepalanya nongol sendiri di ruang tengah.

        "Biasa," jawabnya.

        Aku tahu. Aku juga cuma basa-basi, tidak enak tadi mengabaikannya di pintu. Entah kabar baik atau buruk, jawabannya pasti sama, "Biasa." Bahkan kalau pun ayahnya–kakak ayahku–meninggal, jawabannya juga sama, "Biasa."

anakpatirsa's picture

Another Abortion

        Suasana begitu cepat berubah. Si bungsu pendarahan sehingga harus menginap di klinik bersalin. Setelah tiga hari, walaupun lemah, janin selamat. Adikku boleh pulang, namun harus beristirahat total. Adik laki-lakiku ingin merayakannya dengan "bakar jagung". Tidak tanggung-tanggung, ia membeli sekarung jagung untuk tujuh orang. Baru habis setengah karung, adikku yang menonton kami makan mengeluh perutnya sakit lagi.

anakpatirsa's picture

Pahlawan?

        Setiap musim bendera, kakek selalu membawaku ke Lapangan Tugu. Ia berdiri di depan tugu, aku duduk di undakannya. Setelah aku masuk sekolah, kakek selalu berangkat sendirian. Ia berdiri di depan tugu, aku berdiri di barisan. Setelah ada televisi, kami sama-sama tidak pergi ke Lapangan Tugu. Ia duduk kursi, aku tiduran di lantai.

anakpatirsa's picture

Cotton Buds 3

        Aku masuk rumah sakit. Gara-gara cotton buds. Tepatnya, gara-gara cotton buds merk lokal-Borneo Cotton Buds-tertinggal di kedua lubang telingaku.

anakpatirsa's picture

Aku Memancing

        Aku pergi memancing.

        Gara-gara setiap sore kulihat tongkat pancing berseliweran sepanjang jalanan kota.

        Aku pergi ke toko alat pancing. Kubeli yang sangat praktis. Tidak perlu kupamerkan tongkat sepanjang lima meter, aku hanya perlu membuat ujungnya menyembul dari dalam tas.